Menjelang Musim Tanam Ketiga 2022
–
Pengantar Diskusi
BERBAGAI persoalan yang dihadapi para petani di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), selalu terjadi dan terulang setiap tahun.
Apakah selama ini pemerintah tidak pernah berbuat?
Jawabannya, pernah. Bahkan sering dan selalu. Tiap tahun pemerintah bersama stakeholder terkait membahas dan mencarikan jalan keluarnya.
Cuma, persoalannya tak kunjung-kunjung teratasi secara tuntas. Ada solusinya. Tetapi, solusi yang dihasilkan tersebut sejauh ini dinilai ibarat obat pereda nyeri. Menyembuhkan sementara. Belum betul-betul menyembuhkan. Reaksi kesembuhan hanya berlangsung saat kandungan obat masih jalan di dalam tubuh.
Masyarakat, khususnya petani mengaku sudah bosan dengan pola-pola penanganan masalah yang bersifat semu seperti itu. Mereka menghendaki persoalan-persoalan yang terjadi selama ini tereliminir. Paling tidak, terkurangi dan tidak lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya.
Kejengkelan dan ketidakpuasan mereka sering diluapkan dalam bentuk unjuk rasa. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali petani Dompu melakukan demo, menyuarakan seabrek masalah yang mereka hadapi.
Kita ketahui, sejak beberapa minggu terakhir, para petani sudah mulai menggarap kembali lahan pertaniannya. Mereka membersihkan lahan untuk persiapan musim tanam ketiga tahun 2022. Untuk menanam jagung dan padi khususnya, serta komoditas lain umumnya.
Mengiringi kegiatannya tersebut, petani-petani merasa dihantui kegelisahan dan sejumlah kekhawatiran. Antara lain, terkait kemungkinan kembali langkanya pupuk (bersubsidi). Harganya jauh di atas HET (harga eceran tertinggi). Pendistribusiannya tidak tepat sasaran.
Penyebabnya, antara lain, diduga akibat permainan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Termasuk oknum pengecer nakal.
Pengawasan terhadap oknum-oknum tersebut oleh pemerintah dirasa dan cenderung masih lemah. Tindakan tegas terhadap para pelakupun, nyaris tidak pernah terdengan. Sehingga, tidak ada efek jera bagi pelakunya.
Bukan hanya pengawasan. Penanganan masalah pupuk yang dilaporkan oleh elemen masyarakat Dompu timur beberapa waktu lalu pun, sampai saat ini tak kunjung selesai.
Ditambah lagi dengan mahalnya harga obat-obatan. Mahal dan kualitas bibit (jagung dan padi) yang dirasa kurang.
Masalah yang dihadapi petani bertambah pada saat dan pascapanen. Harga jual tidak stabil. Bahkan tidak sesuai dengan biaya produksi yang begitu tinggi.
Itu baru antara lain saja persoalan yang dihadapi petani-petani kita. Masih banyak lagi perseoalan lain yang tidak sempat disampaikan dalam pengantar ini.
Lalu bagaimana agar persoalan-persoalan krusial dan klasik petani itu tidak terus mengklasik?
Membedah persoalan ini, WAG LakeyNews.Com menggelar diskusi. Diskusi dimulai Jumat (16/9) malam, sekira pukul 22.30 Wita dan berakhir Sabtu (17/9) siang, pukul 14.00 Wita.
Segenap anggota grup diundang untuk menyumbang pikiran, ide, saran dan masukannya. Termasuk koreksi dan kritikan terhadap langkah-langkah yang sudah ditempuh dalam penanganannya selama ini.
Dengan demikian, diharapkan ada dan diperoleh solusi atas berbagai persoalan petani tersebut, baik untuk jangka pendek maupun kepentingan jangka panjang.
“Menarik dibahas untuk menjaga kestabilan daerah. Minimal Pemda dan DPRD sudah ada solusi atas permasalahan petani. Dari tahun ketahun solusi atas masalah petani tidak mampu dihadirkan sampai hari ini,” sergah anggota grup Ahmad Sonk, aktivis GMNI dan petani.
“Semoga eksekutif dan legislatif bisa hadir (ikut diskusi, red), memberikan motivasi atau solusi, jika mereka berpihak pada petaninya,” sambung Sonk yang selama ini dikenal getol menyuarakan nasib petani melalui unjuk rasa bersama teman-temannya.
Kemudian, sejumlah anggota grup lainnya menyampaikan pendapat dan pandangan. Diantaranya, Sekda Dompu Gatot Gunawan Perantauan Putra, Kadistanbun Muhammad Syahroni, Kabag Ekonomi Setda Karno, akademisi plus petani Sugerman Hasan.
Berpendapat juga Kepala UPT DPPKB Kecamatan Manggelewa plus petani M. Irianto, guru dan petani Hairil Anwar, wartawan dan petani Supriyamin, pejabat fungsional pada Bagian Prokopim Setda Firmansyah dan lainnya.
Hanya saja, diskusi terasa kurang lengkap karena beberapa elemen yang sangat diharapkan angkat bicara, tidak nongol-nongol hingga waktu diskusi berakhir. Misalnya, Kadisperindag H. Muhibuddin seharusnya bicara soal pengawasan yang selama ini dianggap lemah.
Berikutnya, Ketua Komisi II DPRD Dompu Mohamad Subahan, komisi yang membidangi sektor perekonomian, juga tidak tampak masuk ruang diskusi. Padahal, selama ini, berbagai aspirasi rakyat petani bermuara ke dewan.
Menindaklanjuti aspirasi-aspirasi petani yang diterima, beberapa kali Komisi II melakukan RDPU. Pun mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi.
Sayangnya, beberapa rekomendasi yang dikeluarkan itu dinilai kurang bertuah. Hal ini terbukti dengan tidak berkurangnya persoalan yang melilit dan menjerat petani.
Bagaimana suasana diskusi itu? Apa saja pendapat yang mengemuka? Ikuti ulasannya pada tulisan-tulisannya selanjutnya. (tim/bersambung)
3 thoughts on “Mengurai Sederet Masalah Klasik Petani Dompu, Bagaimana Solusinya? (1)”