Memfasilitasi hadirnya bibit-bibit jagung berkualitas antara lain upaya Pemkab Dompu melalui Kadistanbun Muhammad Syahroni dan jajaran (kanan). (ist/lakeynews.com)

Menjelang Musim Tanam Ketiga 2022

LEADING sector persoalan-persoalan produksi yang dihadapi para petani di Kabupaten Dompu adalah Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun).

Sedangkan pengawasan dan pascapanen ranahnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).

Tentu, Distanbun dan Disperindag bersama-sama dan di-back up pihak terkait lainnya. Dikoordinasikan Asisten Setda dan Sekda, di bawah kepemimpinan pasangan Bupati H. Kader Jaelani – Wakil Bupati H. Syahrul Parsan.

(dok/lakeynews.com)

Kadistanbun Muhammad Syahroni mengambil kesempatan perdana menyampaikan pandangannya dalam diskusi yang dipandu salah seorang Admin WAG LakeyNews.Com itu.

“Jujur, harus diakui. Kompleksitas permasalahan petani di kabupaten Dompu, masih sangat banyak dan beragam,” kata Dae Roni (sapaan akrab Muhammad Syahroni) mengawali paparannya.

Salah satu permasalahan dimaksud, sebutnya, terkait sarana produksi pupuk bersubsidi yang sering menjadi pemicu gejolak sosial di tingkat masyarakat.

“Dengan segala keterbatasan yang dimiliki, Pemda (Dompu) mencoba meminimalisir permasalahan-permasalahan tersebut,” jelasnya.

Baca juga: Mengurai Sederet Masalah Klasik Petani Dompu, Bagaimana Solusinya? (1)

Komunikasi-komunikasi intens dilakukan pimpinan daerah beserta jajaran Distanbun dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi NTB. Hasilnya, berbuah lumayan manis.

Lihat saja realokasi pupuk misalnya. Untuk Kabupaten Dompu mengalami perubahan yang signifikan. Hal itu menyusul terbitnya keputusan kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB, 12 September 2022.

Alhamdulillah, alokasi pupuk Urea untuk Kabupaten Dompu bertambah 7.595 ton. Jadi, kuota Urea Subsidi Kabupaten Dompu naik menjadi 35.456 ton,” jelas Dae Roni.

“Jika sebelumnya merujuk keputusan Gubernur NTB, alokasi Urea subsidi Kabupaten Dompu Tahun Aanggara 2022 (hanya) sebanyak 27.861 ton,” sambungnya.

Dia berharap, penambahan alokasi pupuk Urea ini dapat meminimalisir gejolak di masyarakat akibat kelangkaan pupuk. Dan, pupuk yang didapatkan para petani jumlahnya cukup dan alokasi yang diberikan (penyaluran) tepat sasaran.

Berapa sesungguhnya kebutuhan pupuk Urea bagi Kabupaten Dompu? Apakah angka 35.456 ton ini sudah mencukupi kebutuhan petani, sesuai RDKK?

“Merujuk pada perencanan RDKK Pupuk 2022, kebutuhan ideal kita (Dompu) adalah 39.200 ton,” jawab Dae Roni sembari mengucapkan, “maaf, ini di luar pertanaman di kawasan.”

Allhamdulillah, dengan tambahnya kuota pupuk Urea subsidi sangat membatu petani Dompu. Cuma kami ingin tahu jumlah NPK dan Urea. Sedangkan tahun 2022 atau musim tanam sebelumnya, petani selalu kekurangan pupuk NPK,” sambut anggota grup, Ahmad Sonk.

Dae Roni mengakui, angka tersebut masih sangat jauh dari ideal. Regulasi terbaru, ada tambahan untuk NPK juga. Dari angka 7.200 menjadi 13.000 ton. Tapi angka ini memang masih jauh dari ideal,” urainya.

Sugerman Hasan, akademisi, warga dan petani asal Desa Karamabura, Kecamatan Dompu. (dok/lakeynews.com)

Sugerman Hasan menilai, peningkatan jumlah pupuk subsidi di Dompu merupakan sebuah anugerah bagi petani. Tetapi di sisi lain, ketidakpastian operasi pasar terkait mahalnya harga pupuk di tingkat pengecer tidak ada ujungnya.

“Kita mungkin bisa bersyukur dengan peningkatan jumlah pupuk subsidi tahun ini, tapi kita tidak bisa nafikan juga masalah harga pupuk yang mencekik (petani),” tegas akademisi yang juga petani ini.

Namun Ahmad Sonk menginginkan, bagaimana sistem operasi antara distributor-pengecer dan kelompok tani diperbaiki. “Kita mengacu pada e-RDKK. Yang menjadi masalah petani, kurangnya pengawasan pada pengecer melalui e-RDKK,” tandasnya.

“Jika ada tambahan 13.000 ton untuk pupuk NPK, perlu ada pengawasan. Yang terjadi hari ini, pada musim tanam tiga, kosong sama sekali dalam e-RDKK-nya (2022),” tambahnya.

“Sisi lain juga yang perlu diperhatikan adalah, dengan bertambahnya pupuk di daerah kita, maka akan bertambah peladangan liar,” kata Sugerman.

Kata Sonk, yang berkontribusi sebagai pemicu kegerahan petani, adalah harga obat-obatan yang melambung tinggi. Intinya, biaya produksi mahal, tidak sebanding dengan hasil dari produksi. “Di sini bagaimana solusi dan strategi Pemda Dompu menstabilkan antara biaya produksi dengan hasil produksi petani,” kata Sonk.

Sugerman tampak setuju dengan itu. “Langkah-langkah solutif dari pemerintah yang kita butuhkan sekarang,” tandasnya.

Saat Sugerman-Sonk begitu semangat berbalas komentar, Dae Roni menyelanya. “Pupuk subsidi adalah barag pemerintah dalam pengawasan. Tentu peruntukannya harus pada wilayah yang “legal”,” tegasnya.

Mencermati  kondisi Dompu, untuk lahan yang “legal” saja pupuk subsidi masih ada kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi. “Semoga adanya tambahan alokasi pupuk ini tidak berdampak pada tambahan luasan lahan “ilegal”,” harap Dae Roni.

Terkait harapan perbaikan terhadap sistem operasi distributor-pengecer dan petani, menurut hemat Dae Roni, salah satunya melalui optimalisasi peran KP3 (Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida) Kabupaten Dompu.

Selain itu, penindakan tegas terhadap pelaku usaha yang melanggar aturan. “(Oknum) produsen, distributor dan pengecer, ketika melanggar ketentuan tata kelola pupuk sesuai ketentuan harus ditindak tegas,” cetusnya. (tim/bersambung)