Pupuk bersubsidi bukan barang bebas. Pupuk subsidi itu adalah barang pemerintah dalam pengawasan. Peredaran dan peruntukannya diatur oleh regulasi yang jelas.”

Muhammad Syahroni, Kadistanbun Kabupaten Dompu.
Membeli pupuk subsidi pada momen MT II tahun lalu untuk memenuhi kebutuhan pupuk MT I tahun ini, salah satu strategi sebagian petani di Kabupaten Dompu. (ist/lakeynews.com)

PERBINCANGAN masalah pupuk bersubsidi menajam lagi di WAG LakeyNews.Com, Senin (5/12) sore hingga malam hari. Dinamika yang berkembang, baik terkait ketersediaan maupun soal harga di tingkat petani.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Dompu Muhammad Syahroni pun terpaksa bolak-balik lagi menjelaskannya. Bahkan, beberapa kali harus memberikan penegasan.

“Pupuk bersubsidi bukan barang bebas. Pupuk subsidi itu adalah barang pemerintah dalam pengawasan. Peredaran dan peruntukannya diatur oleh regulasi yang jelas,” kata Dae Roni, sapaan Muhammad Syahroni.

Menurutnya, pendanaan pupuk subsidi berasal dari keuangan negara. Karena itu, tentu harus merujuk pada ketentuan yang berlaku.

“Hal itu bermakna bahwa pada lahan-lahan tutupan, lahan kawasan dan lahan illegal lainnya tidak bisa menggunakan pupuk subsidi. Kendati itu lahan masyarakat juga,” tegasnya.

Sebagaimana dilansir media ini sebelumnya, lanjut Dae Roni, alokasi kuota pupuk subsidi untuk Kabupaten Dompu tahun 2022 meningkat jauh diatas kuota tahun-tahun sebelumnya. “Tentu dengan segala keterbatasan, hal ini harus diapresiasi,” tuturnya.

Dae Roni mengakui, realita di lapangan masih juga dirasakan pupuk langka. “Tidak bisa dinafikan, karena banyak pupuk subsidi yang masuk pada lahan-lahan illegal. Padahal itu adalah hal yang salah,” tegasnya lagi.

“Sehingga, maaf, bisa disimpulkan, sepanjang permasalahan illegal logging (perambahan hutan) tidak terselesaikan maka permasalahan pupuk juga akan selalu terjadi,” sambungnya.

Kadistanbun Kabupaten Dompu Muhammad Syahroni (kanan) ditemani Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Edy Chaidir. (ist/lakeynews.com)

Meski demikian, Dae Roni menekankan, tentu tidak bisa menyalahkan masyarakat saja. Lebih dari itu, sesuai dengan penilaian berbagai pihak selama ini, bahwa pengawasan pemerintah terhadap masalah illegal logging juga lemah.

“Harus diakui, hal itu terjadi karena masih lemahnya pengawasan “kami” (pemerintah melalui lembaga terkait, red). Dan, masih adanya praktik nakal (diduga) dari para pelaku tata niaga pupuk bersubsidi,” bebernya.

Menanggapi itu, Heru Karisa, anggota grup yang sehari-harinya sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kecamatan Woja – Dompu memaparkan langkah-langkah yang tengah dilakukan Pemkab melalui Distanbun.

Katanya, pemerintah sedang melakukan pendataan dan verifikasi petani untuk tahun 2023, dengan memastikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) terdaftar pada server Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

“Ini sebagai bagian dari upaya melayani penyediaan pupuk subsidi,” PPL yang dikenal serba bisa itu.

Ditambahkan, pupuk subsidi ada dua jenis, UREA dan NPK. Tinggal bagaimana penyalurannya dari pengecer ke petani. “Mudah-mudahan penyalurannya tidak terkendala, baik harga maupun jumlahnya,” harap Heru.

Heru juga menegaskan petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. “Jangankan petani yang berladang di dalam kawasan (hutan), petani yang berada di luar kawasan namun tidak terdata, maka tidak berhak menerima pupuk subsidi,” tegasnya.

Senada dengan Kadistanbun dan Heru Karisa, anggota grup lain, M. Irianto mengatakan, petani yang tidak terdaftar harus menggunakan pupuk non-subsidi.

“Teman-teman yang di luar RDKK memang harus berani mengambil risiko. Gunakan pupuk non subsidi,” ujarnya.

Pria yang akrab disapa Papa Yanto atau Om Yanto itu mengaku tidak pernah merasakan kelangkaan pupuk selama bertani. Luas lahannya pun lumayan.

Dia mempunyai strategi sendiri dalam memenuhi kebutuhan pupuknya. Dimana pada musim tanam dua (MT II) tiap tahun, pupuk tidak terserap semua oleh petani. Peluang tersebut dijemput.

“Untuk kebutuhan pada MT I tahun ini, saya membeli pupuk yang keluar pada MT II tahun lalu,” kata Yanto melalui telepon genggamnya pada media ini.

Tanaman jagung milik M. Irianto di Kecamatan Manggelewa ini sudah dilakukan pemupukan pertama (awal), usia 10-15 hari setelah tanam. (ist/lakeynews.com)

“Alhamdulillah, kebutuhan pupuk tanaman jagung maupun padi saya pada MT I tahun ini sudah tersedia dan cukup. Dan, pemupukan pertama (awal) pada tanaman jagung usia 10-15 hari setelah tanam sudah dilakukan,” paparnya menambahkan.

Diskusi dadakan berlangsung ketika warga grup menanggapi berita berjudul Kuota Pupuk Subsidi Dompu Naik, Penjualan Sesuai HET.

Aggota grup Rifaid mengatakan, harapan besar masyarakat Dompu, sekali-sekali Kadisperindag berserta jajaran turun langsung ke lapangan agar tidak silap. “Sekali-sekali (turun) biar bisa memastikan apakah isi pernyataannya sesuai dengan kenyataan,” imbuhnya.

Diakuinya, kalau melihat regulasinya, pemerintah sudah luar biasa merespon kebutuhan maupun persoalan para petani. “Namun yang sering terjadi, oknum-oknum nakal “mencekik” para petani dengan kebijakan (praktik) yang melenceng dari regulasi, baik soal harga maupun hal lainnya,” ungkapnya.

Pupuk subsidi memang harus dijual sesuai HET. Jika dijumpai ada yang menjual diluar/diatas itu, bisa dilaporkan langsung ke Polisi.

“Pengecer tidak punya nota dalam transaksi jual beli pupuk. Jadi, bukti agak sulit mendapatkan,” sergah anggota grup lainnya, Sugerman.

Yang dibutuhkan, lanjutnya, pengawasan ketat dari pihak terkait. Dia mengutip pernyataan Kadistanbun, “Pupuk subsidi tidak untuk petani yang tidak terdaftar di e-RDKK. Juga tidak untuk petani yang berada di kawasan hutan.”

“Benarkah cerita itu? Terus, petani-petani menanam jagung di hutan larangan, mereka pupuk pakai apa coba? “Saya harus menertawakan sebuah kisah di negeri Anta Beranta,” akunya.

Terkait petani di luar RDKK, petani yang menggarap lahan di hutan kawasan, Admin grup ikut nimbrung. “Sepengetahuan saya (kami), petani di luar RDKK atau yang masuk kawasan hutan, mau tidak mau harus memakai pupuk non subsidi. Istilah kasarnya, jika tidak mau pakai pupuk non subsidi, istirahat dulu bertani yang membutuhkan banyak pupuk,” tegasnya.

Ahmad Sonk pun mengakui, jika mengacu pada e-RDKK, kebutuhan pupuk subsidi petani sudah mencukupi. Yang menjadi permasalahan adalah petani di luar RDKK.

“Mohon sebelumnya Pak Kadistanbun, kalau bisa berikan percikan nasehat kepada Distributor NPK Phonska subsidi,” harap Sonk.

Kemarin, lanjutnya, kelompok tani hanya mendapatkan pupuk NPK 15 persen. Sedangkan kuota pupuk untuk Dompu tahun ini meningkat.

“Disini bisa simpulkan bahwa permasalahan pupuk ada di distributor. Tidak ada pupuk yang langka. Kuat dugaan, ada unsur kesengajaan pupuk dibuat langka,” komentarnya.

Kadistanbun Muhammad Syahroni (Dae Roni) kembali memberikan tanggapan.

Diakuinya, terkait NPK, alokasi awal yang diberikan pemeritah pusat hanya 15 persen dari usulan RDKK. Tapi periode Oktober (2022) ada tambahan realokasi pupuk NPK menjadi 31 persen dari usulan RDKK.

“Sehingga, adanya tambahan tersebut dengan sendirinya akan ada penambahan alokasi NPK secara proporsional ke masing-masing wilayah,” jelas Dae Roni diplomatis. (tim)