DOMPU – Guru Penggerak (GP) adalah titel yang sangat mahal. Dicapai dengan pengorbanan waktu, tenaga, dan dengan susah payah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) Kabupaten Dompu yang juga Asesor Program Sekolah Penggerak, H. Abdullatif pada Lakeynews.com, Sabtu (15/4).
Menurutnya, GP juga predikat yang sangat tinggi. Diperoleh melalui jalur yang sulit, mulai dari mengisi Essey yang notabene tidak sembarangan ngomong.
“Cerita pengalaman yang harus berturut, menarasikan pengalaman selama jadi guru,” kata pria yang juga Ketua MKPS SMK/Pengawas/Asesor BAN S/M itu.
Baca juga: Guru Penggerak Diharapkan Jadi Motor Pendidikan Menuju DOMPU MASHUR
Lelaki yang akrab disapa Aji Latif itu lalu menyebut jalur kedua. Yakni simulasi yang diawasi para “malaikat” Asesir dari Kemendikbud-Ristek. Tidak ubahnya seperti uji skripsi dan tesis.
“Ada sesi wawancaranya. Lelah tapi pasti GP adalah change leadership. Mereka dididik lebih kurang enam bulan. Pagi siang, dan malam harus menyelesaikan kertas kerja supaya matang menjadi “pemimpin perubahan’,” papar Aji Latif.
Tidak sampai di situ. GP juga harus memiliki jiwa building partnership, imbasan kepada guru-guru lain, sekolahnya dan sekolah lain.
Guru penggerak, tegas Aji Latif, tidak boleh bepuas diri. Mereka harus learning orientation, pengembangan ilmu harus dilaksanakan. Tidak stagnan disatu narasi dan pengalaman.
“Itulah Guru Penggerak, sang transformator pembelajaran,” ulasnya. (ayi)