Suherman. (dok/lakeynews.com)

Oleh: Suherman *)

SEBELUM kita bicara soal siapa yang menang atau terpilih dalam Pilkada, maka, yang harusnya menjadi bahan diskusi, kajian dan analisis adalah siapa yang akan masuk gelanggang dan akan berlaga Pilkada.

Tidak relevan dan tidak rasional mendiskusikan dan memprediksi siapa yang menang atau siapa yang kalah. Siapa yang terpilih atau yang tidak terpilih manakala kita belum tahu siapa sesungguhnya yang akan berlaga atau bertarung di Pilkada.

Kalaupun ada yang sudah meyakini bakal calonnya akan menang di Pilkada sebelum masuk gelanggang. Maka, itu adalah bentuk “kesombongan” yang nyata. Meskipun proses dan hasil Pilkada dapat diprediksi siapa yang “berpotensi” menang atau siapa yang kalah berdasarkan kajian, analisa akademik dan ilmu pengetahuan.

Untuk memastikan siapa yang akan berlaga di Pilkada, maka harus mendaftar dan ditetapkan sebagai peserta Pilkada oleh KPU. Memastikan apakah bakal pasangan calon bisa mendaftar atau tidak, atau bahkan ditetapkan sebagai peserta Pilkada atau tidak. Maka, harus memenuhi dua syarat penting yaitu syarat pencalonan dan syarat calon.

Syarat pencalonan adalah syarat soal mekanisme dan prosedur pengusungan bakal pasangan calon di Pilkada. Syarat pencalonan bakal pasangan calon miliputi dukungan 25 porsen suara sah atau 20 poresen kursi partai politik di DPRD, diajukan oleh pengurus partai politik dan mendapatkan SK pesetujuan dari DPP partai politik.

Syarat pencalonan di atas bagi bakal pasangan calon yang mencalonkan diri melalui jalur partai politik. Sedangkan bagi bakal pasangan calon yang melalui jalur perseorangan, harus memenuhi syarat pencalonan dengan mengantongi sejumlah dukungan pemilih berupa KTP Elektronik.

Sementara syarat calon adalah syarat yang melekat pada diri individu bakal calon yang meliputi syarat usia, pendidikan, kesehatan, mengundurkan diri sebagai TNI/Polri, ASN dan Kepala desa serta syarat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kalau syarat pencalonan dan syarat calon diatas dipenuhi dan dinyatakan memenuhi syarat saat mendaftar dan setelah diverifikasi oleh KPU. Maka tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak menetapkannya sebagai peserta Pilkada. Dengan kata lain, bakal pasangan calon tersebut dinyatakan dapat berlaga di Pilkada.


Dari informasi media, diskusi, informasi baligo dan spanduk yang beredar ditengah masyarakat. Ada beberapa bakal pasangan calon atau bakal calon yang rencananya akan ikut berlaga di Pilkada Dompu 2020.

Diantaranya bakal pasangan calon Hj. Eri Aryani berpasangan dengan H. Ikhtiar (ERA-HI), H. Syaifurrahman Salman berpasangan dengan Ika Rizky Veryani (SUKA), Arifuddin berpasangan dengan H. Mulyadin (ARIF-MULYA), M. Ruslan berpasangan dengan Nasarudin (Dompu Juara), dan Bakal calon Abdul Kadir Jailani (AKJ) yang rencananya akan menggunakan jalur partai politik. Serta bakal pasangan calon Prof. Mansyur berpasangan dengan Aris Ansary (MANIS) yang sudah menggunakan jalur perseorangan.

Untuk bakal pasangan calon melalui jalur perseorangan, meskipun masih menanti hasil verifikasi faktual. Namun dapat dikatakan “berpotensi” besar untuk berlaga di Pilkada Dompu 2020.

Sementara bagi bakal calon yang melalui jalur partai politik. Meski di daerah, DPD/DPC partai politik telah menyatakan koalisi dan sebagian lagi sudah ada yang memberikan dukungan kepada bakal pasangan atau bakal calon tertentu. Namun belum ada yang dapat dipastikan apakah syarat pencalonannya terpenuhi atau tidak. Karena hingga saat ini belum ada satupun bakal pasangan calon yang secara resmi mendapatkan SK persetujuan dari DPP partai politik.

Menurut penulis, ada empat faktor yang menentukan apakah bakal pasangan calon atau bakal calon mendapatkan SK persetujuan DPP partai politik sehingga dapat mendaftarkan diri.

Pertama, kader partai politik. Bagaimanapun partai politik berekepentingan mendorong kadernya untuk ikut berlaga di Pilkada demi mengamankan kepentingan politik dan kekuasannya di daerah. Termasuk kepentingan politik jangka panjang mengahdapi Pemilu 2024.

Kedua, pengaruh petahana. Petahana lebih mudah untuk mendapatkan rekomendasi partai politik karena memiliki kekuasaan, sumber daya dan infrastruktur untuk mempertahankan dan meraih kekuasaan. Dan faktanya selama ini, sebagian besar kalau tidak mau dikatakan semua petahana tidak ada yang gagal mendapatkan partai pengusung di Pilkada.

Ketiga, popularitas dan elektabilitas. Semua partai politik berkeinginan agar bakal pasangan calon yang diusungnya menang atau terpilih di Pilkada. Maka sebelum memberikan rekomendasi, biasanya parpol akan melakukan survey popularitas dan elektabilitas baik secara internal maupun eksternal. Untuk mengukur dan menilai sejauh mana tingkat kedikenalan dan keterpilihan bakal pasangan calon yang akan diusungnya.

Keempat, kekuatan finansial. Ditengah mahalnya biaya politik, selain kader, pengaruh petahana dan popularitas. Partai politik dalam memberikan rekomendasi juga bergantung pada sebarapa besar kekuatan finansial yang dimiliki oleh bakal calon untuk melakukan sosialisasi, kampanye, konsolidasi dan mobilisasi. Termasuk untuk “mahar” politik.

Dari keempat faktor diatas, kemudian diperkuat lagi oleh faktor kekuatan lobi bakal calon ke DPP partai politik dengan berbagai macam cara dan saluran. Diantaranya melalui saluran afiliasi partai politik, Ormas, OKP, hubungan kekerabatan dan sebagainya.


Di Dompu, berdasarkan hasil pemilu 2019 dari 16 partai politik peserta pemilu. Terdapat 12 partai politik yang memperoleh kursi di DPRD dan berhak mengusung bakal pasangan calon di Pilkada Dompu 2020.

Diantaranya Partai Nasdem, Gerindra dan PKB masing-masing memperoleh 4 (empat) kursi. Partai Demokrat, PPP dan Golkar masing-masing 3 (tiga) kursi. Partai Hanura, PKS, dan PBB masing-masing 2 (dua) kursi. Dan Partai Berkarya, PAN dan PDI-P masing-masing 1 (satu) kursi.

Dari data diatas, maka partai politik harus berkoalisi untuk mengsung bakal pasangan calon di Pilkada Dompu 2020. Disisi lain, kalau dicermati syarat pencalonan melalui jalur partai politik, maka secara ideal yang akan ikut berlaga di Pilkada Dompu 2020 maksimal lima bakal pasangan calon dengan formasi 6-6-6-6-6. Artinya lima bakal pasangan calon tersebut secara merata akan meraih masing-masing enam kursi partai politik pengusung.

Namun demikian pembagian tersebut tidak-lah proporsional. Sebab tidak mungkin membagi rata enam kursi partai politik ke masing-masing bakal pasangan calon.

Maka yang lebih kongkrit adalah yang akan berlaga di Pilkada Dompu 2020 maksimal empat bakal pasangan calon dengan formasi 8-8-7-7 (Formasi Pilkada 2015), 9-9-6-6, 10-8-6-6, 10-7-7-6, 11-7-6-6, dan 12-6-6-6 (Baca : angka itu adalah jumlah kursi parpol. Sementara deret angka adalah jumlah bakal pasangan calon).

Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa di Pilkada Dompu 2020, yang “berpotensi” berlaga adalah maksimal lima bakal pasangan calon. Satu bakal pasangan calon dari jalur perseorangan dan empat bakal pasangan calon dari jalur partai politik.

Atau bahkan jumlah bakal pasangan calon yang akan berlaga melalui jalur partai politik bisa berkurang dari maksimal empat bakal calon. Jikalau ada salah satu bakal pasangan calon yang mendapat dukungan minimal 13 (tiga belas) kursi partai politik di DPRD.

Lalu, pertanyaan simpulannya adalah siapakah yang akan berlaga di Pilkada Dompu 2020 dari nama-nama tersebut diatas atau sebaliknya siapa yang tersisih. Jawabannya tergantung, apakah semua atau beberapa faktor diatas dipenuhi dan terpenuhi atau tidak.

Terlepas soal siapa yang akan berlaga di Pilkada Dompu 2020, kita berharap partai politik benar-benar mengusung bakal pasangan calon yang memiliki integritas, kapasitas dan komitmen untuk membangun dana Nggahi Rawi Pahu. Semoga! (*)

*) Penulis adalah pemerhati urusan sosial politik.