Penulis, Suherman. (ist/lakeynews.com)

Oleh: Suherman *)

ADA teman mengatakan bahwa satu-satunya pemimpin di NTB yang sabar terhadap kritikan, hinaan dan makian adalah Bupati Dompu H. Bambang M. Yasin (HBY).

Katanya, selama ini hampir tidak ada yang dilaporkan oleh HBY ke Aparat Penegak Hukum (APH) padahal banyak yang menghina dan mencaci makinya. Dibanding dengan Bupati Bima dan Walikota Bima yang sudah beberapa kali melaporkan orang-orang yang menghinanya di media sosial.

Saya kemudian berasumsi dengan mengatakan bahwa kemungkinan HBY tidak melakukan hal sama karena tidak memiliki akun facebook yang kemudian secara langsung tidak melihat dan membaca status orang-orang yang menghina dan memakinya. Terlepas HBY memang orangnya sabar.

HBY adalah Bupati Dompu Periode 2016-2021. Ia dipilih dalam Pilkada serentak gelombang pertama tahun 2015. Setelah sebelumnya menjabat pada periode 2010-2015. HBY akan mengakhiri masa jabatan untuk periode kedua pada 17 Februari 2021. Kurang lebih sekitar sembilan bulan lagi.

Sebagaimana manusia-manusia ciptaan Tuhan lainnya, HBY pasti memiliki dua sisi dalam dirinya, sisi baik dan sisi buruk. Demikian juga dalam kapasitasnya sebagai Bupati yang telah menakhodai Kabupaten Dompu lebih dari sembilan tahun, yang tidak akan mungkin sempurna seberapapun hebatnya.

Tentu ada kelebihan dan banyak juga kelemahannya. Untuk menilainya, tentu harus melihat sejauhmana realisasi dari visi, misi dan programnya yang telah tertuang dalam Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dari situ, kita dapat menilai apakah berhasil atau sebaliknya.

Secara kasat mata dapat dilihat, bahwa HBY telah berhasil merealisasikan visi, misi dan programnya pada sektor ekonomi kesejahteraan melalui program terpijar dan pembangunan infrastruktur daerah.

Ini terlihat dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat dan meningkatnya jumlah infrastruktur yang telah dibangun. Meski keberhasilan ini, ada sebagian kalangan yang menyangkalnya.

Sementara kelemahannya dapat dilihat dari masih belum maksimal atau kalau tidak mau dikatakan gagal pada apek penegakan supermasi hukum, pemerintah yang bersih dan bebas KKN serta pelayanan publik. Termasuk kegagalan dalam mengelola Sumber Daya Alam dan lingkungan hidup.

Ini dapat dilihat dari indikator kasus hukum selama masa pemerintahannya, ada beberapa pejabat atau bahkan dirinya yang berstatus tersangka, pelayanan publik terutama dalam hal transparansi dan pelayanan informasi publik. Ditambah lagi dengan kondisi hutan yang semakin rusak.

Secara objektif dan proporsional, untuk kebijakan dan program yang berhasil, tentunya harus diapresiasi meskipun keberhasilan tersebut sudah menjadi tugas dan kewajibannya selaku kepala daerah.

Sementara terhadap kebijakan dan programnya yang gagal, patut dan harus dikritisi.

Dalam konteks demokrasi, kritik bagian dari cara warga negara untuk mengontrol dan mengevaluasi kerja-kerja pemompinnya dalam meenjalankan dan mengelola pemerintahan agar terjadi chek dan balances. Sehingga pemerintahan berjalan dengan bersih dan baik, efektif dan efisien. Karena sejatinya pemimpin yang menjalankan roda pemerintahan yang tanpa kontrol cenderung akan melahirkan pemimpin yang menjalankan pemerintahannya secara otoriter.

Namun demikian, ketika mengkritik pada saat yang sama juga harus memberikan koreksi untuk perbaikan tentang apa-apa yang harusnya diperbaiki dan dibenahi oleh pemimpin. Mengkritisi dan mengkoreksi pemimpin dapat dilakukan dengan beberapa mekanisme diantaranya mekanisme sosial, hukum dan politik elektoral.

Untuk mekanisme sosial, warga negara dapat melakukan kritik dan koreksi melalui saluran audiensi, menyebarkan agitasi atau dengan melakukan aksi demontrasi dan aksi-aksi lainya. Sementara untuk mekanisme hukum, apabila ada kebijakannya yang menyimpang dan salah secara hukum. Maka dilaporkan melalui saluran hukum yakni ke APH. Sebagaimana dalam kasus CPNS K2 misalnya.

Demikian juga halnya untuk mekanisme politik elektoral, kalau ada warga negara yang tidak suka dengan kepemimpinan atau menganggap kebijakan dan program HBY selama ini gagal. Maka, dapat dikoreksi melalui Pilkada. Dengan kata lain, mengoreksinya dengan tidak memilihnya kembali dalam Pilkada.

Sayangnya, HBY sudah dua periode sebagai Bupati, tidak mungkin bisa mengikuti Pilkada kembali sehingga secara politik tidak dapat dikoreksi. Meski demikian, kedepan bukan tidak mungkin HBY memiliki agenda dan kepentingan politik lainnya. Misalnya menjadi calon anggota DPRD dan DPR RI, bahkan menjadi calon Gubernur atau Gubernur atau yang lain.

Begitu bijaknya demokrasi dengan menyediakan mekanisme kritik dan koreksi beserta saluran-salurannya, maka gunakan dengan sebaik-baiknya sesuai norma hukum dan etika tanpa menghina, mencaci maki pribadi pemimpin.

Sejatinya, setiap manusia apapun latar belakang dan status sosialnya tidak boleh merendahkan atau direndahkan harkat dan martabatnya. Itu melanggar HAM. (*)

*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Politik.