Manajemen Pemimpin, Kesadaran Masyarakat dan Intrik Lawan Politik

Sudah dua Bupati Dompu yang masuk penjara, H. Abubakar Ahmad alias Ompu Beko dan H. Syaifurrahman Salman. Bupati saat ini H. Bambang M. Yasin (HBY), juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda NTB. Mereka tersangkut dengan kasus hukumnya masing-masing, tanpa sela, berturut-turut dan susul menyusul. Ada apa dengan Dompu ini? Mengapa bisa demikian? Berikut rangkuman hasil wawancara Wartawan Lakeynews.com, Sarwon Al Khan dengan Kriminolog Universitas Mataram (Unram) Dr. H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum, Senin (22/5/2017).

Kriminolog Unram Dr. H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum. (ist/lakeynews.com)

===========

MENANGGAPI dan membahas secara khusus persoalan Dompu, diyakini tidak akan pernah cukup ruang dan waktunya. Itu mengingat beragam, kompleks dan tajamnya persoalan-persoalan tersebut. Namun, kali ini kita mencoba fokus pada persoalan hukum yang mendera mantan dan pucuk pimpinan eksekutif Dompu saat ini.

Doktor Natsir (sapaan H. Muhammad Natsir) yang sehari-hari sebagai Wakil Rektor III (Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) Unram, memiliki beberapa kajian seksi dan pandangan kritis soal itu.

“Kalau seorang pemimpin terjerat persoalan hukum disebabkan beberapa hal,” kata Natsir mengawali wawancara. “Pertama, sebutnya, itu karena manajemen pemimpin tersebut tidak didasari aturan sebagai pedoman pelaksanaan pemerintahan yang baik dan bersih.

Kedua, kesadaran masyarakat makin tinggi untuk mencari keadilan. Terutama masyarakat yang selama ini merasa dan ingin mendapatkan pelayanan prima dan profesional dari pemerintah sesuai ketentuan dan Undang-undang (UU).

Ketiga, (khusus menyangkut kasus CPNS K2 yang sedang diproses) terjadi anomali bagi sebagian oknum penyelenggara pemerintahan atau oknum pemerintah dengan oknum yang mencari pekerjaan melalui CPNS K2. Sehingga, melabrak aturan yang seharusnya menjadi pedoman.

“Ini menjadi pekerjaan pokok penegak hukum untuk menyelesaikan secara jujur, adil dan transparan. Tentu saja tetap sesuai peraturan dan Undang-undang,” tegas Natsir lewat telepon genggamnya.

Keempat, ada permainan politik dari lawan-lawan politik. Karena ini politik maka penyelesaiannya melalui jalur hukum. “Equality before the law. Bahwa, semua orang memiliki persamaan kedudukan di depan hukum. Jadi, tidak ada yang kebal hukum,” tegasnya.

Dalam konteks kasus CPNS K2, Natsir juga menegaskan, polisi harus cermat dalam melakukan proses hukum dengan penyelidikan dan penyidikan. Dengan demikian, ditemukan siapa berbuat apa.

Kelima, sebaiknya pejabat itu tampil sebagai teladan dan belajar dari pengalaman peristiwa hukum yang terdahulu. Sehingga, citra Dompu yang Nggahi Rawi Pahu benar-benar terwujud.

Nggahi Rawi Pahu itu bukan hanya slogan. Tetapi aktualisasikan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara,” tandasnya.

 

Logo Lakeynews.com

Tergantung Kelihaian Pembelanya

Mencermati kasus yang menimpa HBY saat ini, Natsir berpandangan, sesungguhnya HBY tidak menerima uang secara langsung. Namun, sebagai pejabat yang menandatangani Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM) bagi ratusan CPNS K2 itu harus bertanggungjawab secara hukum.

“Bisa dimintai pertanggungjawaban secara administrasi dan pidana, sesuai Undang-undang Anti Korupsi dan Undang-undang tentang Keuangan Negara,” papar salah satu akademisi senior di Fakultas Hukum Unram itu.

Kerugian negara tentang harus dihitung oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai dasar penyidik dalam melakukan proses hukum. “Kalau pertanggungjawaban administrasi tidak harus dihukum penjara,” tegasnya.

Meski demikian, kata Natsir, harus dilihat seberapa jauh kehati-hatian HBY dalam menandatangani SPTJM. Atau, adakah unsur dia dijebak oleh pihak atau oknum tertentu.

“Hukum akan melihat sengaja atau tidak sengaja. Ada unsur kealpaan atau tidak. Nah, disini tergantung kelihaian pembela (pengacara)-nya,” tandas pria kelahiran Wera, Kabupaten Bima itu. (*)

 

Baca juga;

Tersangka Kasus K2, Besok Bupati Dompu Diperiksa Polda