Tiga mantan anggota KPU Kabupaten Dompu, dari kiri; Suherman Ahmad, Rusdyanto dan Agus Setiawan. (kolase/lakeynews.com)

DOMPU – Tiga mantan anggota KPU Kabupaten Dompu Suherman Ahmad, Rusdyanto dan Agus Setiawan buka suara. Memberikan pencerahan terkait Pemilu dan Pilkada, peserta maupun “debatable”-nya regulasi yang menjadi acuan KPU.

Hal tersebut, menyusul berdinamikanya ketidakhadiran parpol peserta Pemilu pada Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) dan Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pilkada Serentak 2024. Kegiatan itu digelar KPU Kabupaten Dompu, Sabtu (10/8/2024).

Suherman yang juga Pemerhati Masalah Sosial, Politik dan Pemerintahan memandang, Pemilu dan Pilkada itu berbeda. Baik dari aspek pengertian, ruang lingkup, tujuan, regulasi, tahapan, penanganan pelanggaran maupun kepesertaannya.

Khusus aspek peserta, menurut Herman (sapaan Suherman Ahmad), peserta Pemilu adalah partai politik (parpol). Sementara peserta Pilkada adalah Pasangan Calon yang diusulkan oleh parpol/gabungan parpol atau perseorangan.

Jika demikian pengertiannya, hal itu kemudian berimbas, salah satunya soal siapa yang diundang pada rapat pleno KPU. Sebagaimana kasus tidak diundangnya Parpol oleh KPU Dompu pada rapat pleno Sabtu lalu.

“Jika di Pemilu, jelas diundang salah satunya parpol sebagai peserta Pemilu,” kata Herman yang juga mantan Anggota KPU Kabupaten Dompu pada Lakeynews.com, Selasa (13/8/2024).

Baca juga:

Tapi di Pilkada, sambungnya, yang diundang dalam rapat pleno rekapitulasi DPHP dan penetapan DPS adalah PPK, Bawaslu, Forkopimda dan Pemantau. Diundang juga Tim Paslon berdasarkan pasal 28 ayat 3 Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyusunan Daftar Pemilih.

“Disinilah kadang “debatable”-nya. Dalam peraturan di atas disebut dihadiri Tim Paslon. Sementara tidak dikenal istilah Tim Paslon. Yang dikenal adalah Tim Kampanye Paslon,” tegas Herman.

Jika yang dimaksud Tim Paslon itu adalah Tim Kampanye Paslon, maka pertanyaan Herman, adakah/siapakah Tim Kampanye Paslon saat ini? Sementara tim tersebut didaftarkan secara resmi bersamaan dengan pendaftaran bakal Paslon di KPU.

“Kita ketahui, saat ini belum memasuki tahapan pendaftaran dan penetapan Paslon,” ungkap Herman.

Karena itu, Herman berpandangan, di tengah ketiadaan Tim Paslon atau Tim Kampanye Paslon, pilihan untuk mengundang Parpol pengusul bakal Paslon adalah pilihan bijak. Apalagi jika pada rapat pleno di tingkat PPK mereka sudah diundang.

“Hal tersebut sebagai bentuk komitmen penyelenggara dalam rangka menghadirkan Pilkada yang partisipatif dan transparan,” papar Herman.

Rusdyanto yang mantan anggota KPU tiga periode (dua periode sebagai ketua) juga cenderung sepakat dengan Herman.

“Mestinya (parpol) dilibatkan karena itu unsur penting. Mengingat Tim Kampanye atau Timses Paslon belum resmi didaftarkan, dan demi menghasilkan daftar pemilih yang baik,” katanya singkat.

Agus Setiawan pun sependapat dengan Rusdyanto dan Herman. Pleno terbuka itu, menurutnya, dimaksudkan agar dalam penetapan daftar pemilih terdapat saran dan kontrol. Demi menghasilkan daftar pemilih terkini dan akurat, atau termutakhir.

“Meski tidak disebut dalam PKPU, selayaknya turut diundang atau melibatkan unsur-unsur terkait. Seperti Muspida (Forkopimda), Dinas Dukcapil dan Pers. Lebih-lebih parpol pengusung Paslon nantinya,” ujarnya.

“Keterlibatan pihak luar ini juga sebagai bagian dari bentuk keterbukaan informasi publik serta transparansi dalam gelaran Pilkada,” kata Agus yang beberapa waktu lalu lulus sebagai Advokat (Pengacara) ini.

Diketahui, tidak dihadirkannya parpol pada rapat pleno itu dipertanyakan anggota Bawaslu Kabupaten Dompu Wahyudin. Setelah rapat diskor beberapa menit, kemudian ditunda hingga sekitar empat jam untuk KPU hadirkan parpol. (ayi)