–
Laporan: Tim Lakeynews, Dompu
–
AKIBAT pergaulan bebas, hamil di luar nikah. Pacar lari dari tanggung jawab. Malu. Lalu, diduga berusaha menggugurkan kandungan (aborsi) dengan mengonsumsi puluhan biji obat penghilang (pereda) rasa nyeri. Kelebihan dosis, akhirnya meninggal dunia.
Hal di atas merupakan rangkuman kejadian yang menimpa seorang mahasiswa sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Kota Mataram. Sebut saja inisialnya A, usia 18 tahun.
Mahasiswa asal Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu meregang nyawa di RSUD Dompu, Sabtu (2/12/23) siang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Lakeynews, dugaan sementara, almarhumah A hendak menggugurkan kandungan dengan meminum puluhan biji obat-obatan penghilang (pereda) rasa nyeri.
Apa jenis obat-obatan yang diminum tersebut belum diperoleh informasi yang pasti. Demikian juga kronologis kejadiannya, belum benar-benar dapat dipastikan.
Kasat Reskrim Polres Dompu IPTU Ramli, dikonfirmasi Sabtu malam ini memberikan jawaban singkat. “Kami coba tanya anggota dulu,” katanya melalui pesan WhatsApp.
Sampai tulisan ini diunggah, belum ada kelanjutan hasil konfirmasi dan koordinasi Ramli dengan anggotanya.
Namun, untuk jenis obat yang diminum dalam jumlah banyak (melebihi dosis), pihak keluarga menyebut A mengonsumsi obat jenis Bodrex. Sedangkan pihak rumah sakit, setelah melakukan pemeriksaan, mencurigai A mengonsumsi sekitar 50-an biji obat jenis Paracetamol.
Plt. Direktur RSUD Dompu dr. Fitratul Ramadhan, Sp.P, menjelaskan, pasien berinisial A tiba di rumah sakit sekitar pukul 05.00 Wita. Dia diantar mobil ambulance. Dari mana datangnya masih digali informasi lebih lanjut.
“Saat datang ke rumah sakit, keadaan pasien (A) sudah tidak sadarkan diri. Dicurigai karena mengonsumsi obat Paracetamol sekitar 50 biji,” jelas Dokter Fit (sapaan Fitratul Ramadhan), menjawab Lakeynews, malam ini.
Dokter Fit menegaskan, rumah sakit sudah melakukan tindakan dan pelayanan sesuai dengan Penanganan SOP (Standar Operasional Prosedur) keracunan obat. Namun, Tuhan berkehendak lain. Nyawa A tidak tertolong lagi.
“Pasien A meninggal dunia sekitar jam 12 siang. Keluar rumah sakit dan diantar pulang menggunakan ambulance RSUD Dompu,” papar Dokter Spesialis Paru ini.
Kabar terakhir dari pihak keluarga, jenazah anak pertama dari tiga bersaudara itu dimakamkan di Pemakaman Umum Kampungnya, setelah Magrib tadi.
Pulang Kampung karena Hamil
Informasi tentang A masuk dan dirawat di RSUD Dompu sampai juga ke telinga Pekerja Sosial Kementerian Sosial (Peksos Kemensos) RI untuk Wilayah Kabupaten Bima, Abd. Rahman Hidayat.
“Tadi saya dihubungi oleh kerabatnya melalui video call. Saya kemudian menyarankan mereka agar dibawa ke rumah sakit,” tutur Dayat pada Lakeynews, Sabtu sore.
Menurut pihak keluarga yang dikutip Dayat, A merupakan salah seorang mahasiswi sebuah PTS di Mataram. Karena dalam keadaan hamil, ia pulang kampung. Tiba di Dompu-Bima, Jumat (1/12/23) malam.
Mirisnya, A tidak hanya menanggung malu akibat dirinya sedang berbadan dua. Lebih dari itu, perasaan A hancur karena sang pacarnya (menurut informasi sama-sama dari Kabupaten Bima) lari dari tanggung jawab.
Lantaran tidak kuasa dengan keadaannya tersebut, A mencoba mengakhiri hidup janin (menggugurkan kandungan)-nya dengan cara mengonsumsi obat-obatan dalam dosis yang tinggi.
“Kata keluarganya, A mengonsumsi Bodrex dalam jumlah banyak. Itu yang membuatnya tidak sadarkan diri,” beber Dayat.
Mengetahui hal itu, disamping menyarankan kerabat membawa A ke rumah sakit, Dayat bersama Kepala UPT PPA Kabupaten Bima Muhammad Umar membangun komunikasi dengan kepala UPT PPA Kabupaten Dompu untuk memastikan dan mendampingi A.
A sempat mendapatkan layanan kesehatan dan didampingi Tim UPT PPA Dompu yang bergerak cepat, termasuk memberikan bantuan. “Kami sangat apresiasi respons dan kerja cepat teman-teman UPT PPA Dompu. Luar biasa cepat penanganannya,” puji Dayat.
Lebih jauh dijelaskannya, kondisi kesehatan A sempat menunjukkan tren positif. Semula detak nadinya lemah. Beberapa jam setelah perawatan, meningkat, walau saat itu belum sadarkan diri. Dan, kemudian meninggal dunia pada siangnya.
Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan
Saat A masuk rumah sakit, kata Dayat, pihak layanan menerimanya sebagai pasien umum. Dia berharap, rumah sakit melayani dengan PBI atau sebagai pasien BPJS Kesehatan yang biayanya ditanggung pemerintah (gratis).
“Selain karena keadaan ekonomi keluarga A yang prasejahtera, juga mengingat A sebagai korban,” ujarnya.
Menanggapi itu, dr. Fitratul Ramadhan menegaskan, pasien atas nama A tidak bisa ditanggung BPJS Kesehatan, baik gratis maupun yang berbayar sendiri (mandiri).
Mengapa?
Kata Dokter Fit, karena penyakit pasien tersebut disebabkan oleh kesengajaan melukai diri sendiri.
“Aturan BPJS Kesehatan demikian dan berlaku nasional. Pasien (sengaja melukai diri sendiri) meninggal tidak ditanggung pembiayaan ambulan jenazah,” paparnya.
Penyampaian Dokter Fit tersebut, diperkuat dan dibenarkan oleh Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Dompu Kamaludin.
“Memang benar, sesuai aturan, pasien upaya bunuh diri atau sengaja melukai diri sendiri adalah termasuk yang tidak dilalayani BPJS Kesehatan, baik gratis maupun yang mandiri,” kata Kamal pada Lakeynews, malam ini.
Peksos Bima: Bodrex Sering Dipakai Aborsi
Terlepas atau tidak terlepas kasus di atas, obat penghilang rasa nyeri seperti Bodrex kerap disalahgunakan oknum pelajar maupun mahasiswa.
“Obat penghilang rasa nyeri jenis Bodrex, sering digunakan kalangan pelajar dan mahasiswa untuk melakukan aborsi,” ungkap Dayat.
Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, dia mendampingi setidaknya delapan orang; anak dan perempuan yang menjadi korban kekerasan, selalu menggunakan jenis obat tersebut untuk melakukan aborsi.
Menurutnya, penyalahgunaan obat penghilang rasa nyeri jenis Bodrex sebagai aborsi, sangat tinggi di Kabupaten Bima.
Parahnya, hal itu nekat dilakukan oleh anak-anak mulai dari usia SMP hingga mahasiswi banyak. “Mereka banyak yang menggunakannya.
Apa kira-kira penyebabnya?
“Karena obat-obatan jenis ini mudah didapatkan dan harganya sangat murah,” jawab Dayat.
Terkait masalah tersebut, Dayat berharap, kedepan obat-obatan penghilang rasa nyeri jenis Bodrex tidak lagi dijual bebas kepada anak-anak.
“Paling tidak, ya, jangan diberikan kepada anak-anak (dalam jumlah banyak) jika tidak dengan resep dokter. Intinya, sesuai petunjuk dan penggunaan obat tersebut,” imbuhnya. (*)