Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Dompu Ir. Muttakun. (ist/lakeynews.com)

Oleh: Ir. Muttakun *)

SAAT ini kita tak boleh berhenti dan patah semangat untuk terus memikirkan langkah penyelamatan hutan yang merupakan satu-satunya penyangga kehidupan umat manusia di bumi, termasuk di Kabupaten Dompu.

Semangat itu harus terus bergelora dengan tetap mengangkat kerusakan hutan hingga yang memiliki kewenangan terbangun dari tidur panjangnya. Segera menggunakan jabatan dan kekuasaan untuk mencegah aktivitas perusakan hutan.

Izin untuk urun rembug membahas aktivitas perusakan hutan dan lingkungan.

Melihat dan mengetahui kondisi kerusakan hutan di Dompu saat ini dan masih terus terjadi aktivitas perusakan hutan, tentu ini adalah sebuah fakta yang tidak lagi bisa dibantah dan dimanipulasi.

Fakta yang bisa kita lihat adalah kita tidak pernah ada dalam satu ruangan untuk bertemu, membangun kesepahaman ketika memandang aktivitas perusakan hutan sebagai bencana.

Kita hanya melihat bencana, saat dampak dari perbuatan itu menimpa rakyat. Baru kemudian beramai-ramai seluruh elemen pemerintah yang didukung oleh sebagian rakyat melakukan program tanggap darurat.

Dalam situasi bencana, misalnya tanah longsor dan banjir yang merusak infrastruktur milik pemerintah, juga merusak pemukiman warga, bahkan sampai hilangnya nyawa manusia dan hilangnya aset yang dimiliki oleh warga, kita baru tersadarkan bahwa kerusakan hutan yang dilakukan oleh manusia ternyata dapat memicu terjadinya bencana.

Tidakkah kita sadar bahwa Allah SWT sudah mewanti-wanti kepada umat manusia untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi?

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS Ar Rum : 41)

Semua sudah mahfum bahwa Gubernur NTB memiliki kecerdasan dan kemampuan memimpin dalam penyelenggaraan pemerintahan, namun sangat disayangkan sekaligus menimbulkan pertanyaan, “mengapa kecerdasan dan kemampuan memimpin itu tidak tampak ketika menghadapi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat NTB wabil khusus masyarakat Dompu?”

Sungguh merugi bagi Gubernur NTB ketika di pundaknya memiliki jabatan dan kekuasaan, namun jabatan dan kekuasaan itu tidak digunakan sebaik-baiknya untuk memperbaiki bumi ini.

Kepada siapa lagi masyarakat Pulau Sumbawa mengharapkan dan menggantungkan hidupnya?

Saat ini, persoalan serius yang dihadapi oleh masyarakat di Pulau Sumbawa adalah ancaman bencana yang timbul karena dipicu oleh kerusakan hutan yang meluas dan masih terjadi hingga tanpa ada tindakan pencegahan.

Masukan dan saran yang disampaikan di bawah ini sifatnya teknis dan praktis diikuti dengan menguraikan fakta yang terjadi yang membuat hutan kita makin rusak dan meluas kerusakannya tanpa diiringi upaya pencegahan bahkan penindakan.

Sebenarnya, berbicara untuk menghentikan aktivitas perusakan hutan sungguh sangat sederhana, seperti menutup pintu air untuk mencegah banjir yang masuk dari saluran yang sudah dipasang pintu airnya.

Dan sangat disayangkan ketika berbicara (khusus) isu penghentian kerusakan hutan (penyelamatan), kita belum pernah duduk bersama untuk spesial membahas upaya penyelamatan hutan itu sendiri. Sekaligus dengan mengambil langkah teknis, taktis dan strategis dalam pencegahannya.

Sudah tidak pernah duduk bersama, kemudian diperparah lagi oleh pihak yang berkuasa dalam hal ini yang memiliki wewenang untuk mengurus dan mengelola wilayah hutan yang tidak punya nurani dan kepedulian untuk menginisiasi langkah tindakan pencegahan.

Pencegahan aksi illegal logging, aksi perambahan liar dan perluasan areal baru untuk perladangan, prosesnya sangat mirip dengan menutup pintu air saat terjadinya banjir sehingga tidak melewati drainase yang mengakibatkan terjangan banjir di wilayah pemukiman.

Pada lokasi dimana pintu air dibuat untuk mencegah agar banjir tidak menerjang pemukiman, kita begitu awas dan siaga penuh hingga menempatkan petugas pengamat air untuk standby sampai dibuatkan bangunan untuk tempat tinggal pengamat air dalam melaksanakan tugas menutup pintu air agar banjir tidak menerobos ke dalam saluran yang sudah dibuatkan pintu airnya.

Memiliki wewenang untuk mencegah kerusakan hutan, tidak berpikir bagaimana tindakan pencegahan, yang justeru lebih utama dari pada penanggulangan akibat dari dampak kerusakan hutan.

Pemilik wewenang dalam hal ini Gubernur cq. Dinas LHK Provinsi NTB juga cenderung melakukan pembiaran untuk menghentikan aksi perusakan hutan.

Sudah tahu dan sangat tahu kalau dampak kerusakan hutan itu mengakibatkan bencana namun tidak ada tindakan untuk langkah taktis dan strategis dalam pencegahan, bahkan tindakan hukum untuk melakukan shock therapy kepada oknum yang senantiasa melakukan aktivitas perusakan hutan.

Kalau melihat korelasi hutan yang rusak sudah pasti berkontribusi menimbulkan bencana, maka menjadi pertanyaan, “mengapa Gubernur NTB cq. Dinas LHK sampai tidak memiliki rasa kepedulian yang tinggi untuk mencegah terjadinya bencana?”

Padahal, bisa dimulai dengan melakukan pencegahan perusakan hutan. Minimal berinisiatif untuk mengajak dan mengundang Forkopimda NTB, Pemda/Pemkot dan stakeholder di Pulau Sumbawa. Misalnya, untuk membahas kerusakan hutan dan upaya penghentian aktivitas perusakan hutan yang masih terus terjadi.

Mengapa harus Gubernur NTB yang memulai untuk mengerakkan seluruh Pemda/Pemkot dan masyarakat NTB untuk bersama melakukan pencegahan perusakan hutan?

Itu semua karena di pundak Gubernur NTB melekat kewenangan termasuk kekuasaan untuk mengambil tindakan dalam misi penyelamatan hutan.

Jika hingga saat ini, tinggal 9 (sembilan) bulan masa jabatan Gubernur NTB dan beliau tidak pernah menginisiasi pertemuan untuk menggerakkan sumber daya manusia dan menggunakan sumber daya keuangan yang ada untuk kepentingan sebesar-besarnya memperbaiki daerah ini, maka saya bisa artikan bahwa Gubernur NTB tidak amanah dan tidak cerdas dalam memimpin. Karena sebagai pemimpin, Gubernur NTB tidak mampu menggerakkan seluruh Pemda, masyarakat NTB dan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk mewujudkan janjinya di hadapan Allah SWT yang akan menjaga alam ini dari kerusakan oleh tangan-tangan manusia.

Kami di DPRD Dompu tidak memiliki kekuasaan untuk menggerakkan dan memaksimalkan peran alat negara dalam misi penyelamatan bumi ini dari ancaman kerusakan.

Gubernur NTB saat ini punya jabatan dan kekuasaan namun jabatan dan kekuasaan itu hanya untuk gagah-gagahan dan tidak pernah berhati mulia untuk turut menyelamatkan hutan di NTB, wabil khusus hutan Dompu.

Sungguh sangat disayangkan, hampir berakhir masa menjabat, tak pernah terlihat langkah dan tindakan untuk melakukan pencegahan atas kerusakan hutan yang masih terus terjadi hingga saat ini.

NTB Lestari hanya pepesan kosong seorang Gubernur NTB yang tidak memiliki kepedulian untuk memikirkan kehidupan berkelanjutan.

Sikap diam Gubernur NTB sama seperti menyiapkan lokasi kematian alias kuburan massal bagi anak cucu kami di Dompu yang tidak akan bisa hidup tanpa adanya penyangga kehidupan, yaitu hutan yang mampu menjaga keseimbangan/tata air, tanah dan udara.

Hutan yang kondisinya saat ini makin mengalami kerusakan tanpa upaya pencegahan oleh kita manusia yang dipundak pemimpin Allah SWT berikan amanah untuk mengurus Bumi ini.

Semoga hidayah Allah SWT diturunkan dan diberikan kepada pemimpin yang saat ini masih lelap dalam tidur panjangnya. (*)

*) Penulis adalah Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Dompu.