SEJAUH ini, nyaris tidak terdengar riak-riak (reaksi) petani maupun kelompok tani (Poktan) di wilayah Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu, terkait harga pupuk bersubsidi yang melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kondisi tersebut beda dengan beberapa wilayah lain di daerah ini. Dimana pada wilayah-wilayah itu hampir setiap tahun dihadapkan dengan ulah oknum pengecer nakal yang menjual pupuk subsidi dengan harga selangit.
Mengapa di wilayah Kecamatan Woja tidak terdengar ada pengecer menjual pupuk di atas HET?
Ternyata Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Woja Sudirman, punya ide, cara, strategi dan langkah tersendiri. Upaya sederhana, namun jitu dianggap sanggup meminimalisir dan menekan pengecer agar tidak berperilaku nakal.
“Penebusan pupuk oleh kelompok tani. Dilakukan secara berkelompok, bukan atau tidak secara perorangan,” jelas Dirman (sapaan Sudirman), Senin (24/10) sore.
Penjelasan itu dilontarkan Dirman ketika berbincang-bincang dengan Lakeynews.com, sesaat sebelum pulang kerja di teras depan kantornya.
Menurut Dirman, ketika penginputan data dilakukan berkelompok, maka, kepada petani disarankan agar melakukan penebusan secara berkelompok juga.
“Sehingga dalam penyalurannya dilakukan secara berkelompok di gudang Lini Empat, Pengecer,” tuturnya sembari menambahkan, ini juga yang disebut Kios Pengecer Lengkap (KPL).
Mengapa penebusan dan penyalurannya dilakukan secara berkelompok? Bagaimana kalau perorangan?
“Agar penyalurannya tepat sasaran, supaya menghindari penjualan di atas HET, serta agar Poktan diberdayakan,” jawab Dirman.
“Kalau penebusan dilakukan sendiri-sendiri, memungkinkan oknum pengecer memainkan harga. Bisa saja pengecer menjual pupuk subsidi lebih mahal, jauh di atas HET,” sambungnya.
Strategi penebusan dan penyaluran berkelompok yang diterapkan tersebut, dirasa sangat membantu para petani. “Poktan-poktan di Woja ini merasa terbantu. Dan, tidak ada masalah terkait dengan harga dan penebusan,” urai Dirman.
Dirman mengharapkan dan masih menyarankan agar semua Poktan tetap menerapkan pola penebusan dan penyaluran berkelompok di wilayah BPP Woja ini.
Terkait masalah keterlambatan maupun kejadian penjarahan pupuk yang kerap terjadi di Woja, Dirman menegaskan, itu persoalan lain.
“Kalau soal keterlambatan, itu wilayahnya pihak distributor. Sedangkan masalah penjarahan, merupakan wilayah kewenangan Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3),” paparnya.
Penyampaian Dirman tersebut diperkuat pihak pengurus Poktan. Mereka mengakui, dengan pola berkelompok, penebusan dan penyaluran pupuk relatif tidak ada masalah.
“Alhamdulillah tidak ada masalah, terutama soal harga. Ini tidak terlepas dari peran BPP Woja yang dikoodinatori Pak Sudirman,” kata Sekretaris Poktan Doro Tarei I, Kelurahan Kandai Dua Abdul Haris.
Ditemui media ini di tempat yang sama, Haris kemudian menjelaskan, Poktan Doro Tarei I beranggota 23 orang.
Lahan milik/garapan anggota Poktan ini seluas 25 hektare (Ha), dengan total kebutuhan pupuk 7,2 ton lebih. Namun, ungkap Haris, kuota yang diberikan berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), hanya 5,05 ton atau 70 persen.
“Harga eceran tertinggi yang kami tebus, Rp. 112.500 per sak (50 Kg). Kami ambil langsung di pengecer. Yakni di UD Bali Bunga sebagai Kios Pengecer Lengkap,” paparnya. (tim)