Apakah ini balasan pemerintah kepada sekolah swasta yang sudah banyak membantu mencerdaskan anak bangsa dan membantu pendidikan yang dicanangkan oleh negara? Pemerintah Jangan Melupakan Sejarah (Jasmerah). Sekolah yang pertama kali berdiri di negara ini adalah sekolah swasta.” Mustakim, S.Pd, Kepala SMK Pariwisata Dompu, dkk.

Sejumlah Sekolah Menengah Kejuruan Swasta (SMKS) di Kabupaten Dompu menilai Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) telah bersikap zalim dan diskriminatif. Mengapa? Berikut kupasannya.

 

Sejumlah Kepala SMK Swasta di Kabupaten Dompu saat melakukan pertemuan di Taman Kota Dompu, Sabtu (23/9/2017) malam. (sarwon/lakeynews.com)

Laporan: Sarwon Al Khan, Dompu

 

PENILAIAN “minor” tersebut muncul pasca-ditiadakannya beberapa bantuan kepada SMK/SMA Swasta yang dananya bersumber dari provinsi. Diantaranya, dana tunjangan Guru Tetap Yayasan (GTY), Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) dan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM).

“Penghapusan” beberapa bantuan itu, menurut sejumlah SMK Swasta terjadi setelah pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK/SLB dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi, beberapa waktu lalu.

Kesan zalim dan diskriminasinya Pemprov dipertajam lagi dengan keluarnya Surat Edaran (SE) Kadis Dikbud NTB H. Muh. Suruji, tanggal 25 Agustus 2017, yang hanya ditujukan kepada Kepala UPT Layanan Dikmen dan PKPLK NTB dan para Kepala SMA, SMK dan SLB Negeri di lingkup Dinas Dikbud NTB. Sementara sekolah-sekolah swasta (SMA, SMK dan SLB Swasta) tidak ditujukan.

Surat bernomor: 045.2/4068.UM/Dikbud yang bersifat sangat segera dengan perihal Permintaan Data Guru Non PNS dan kelengkapannya itu terkait upaya peningkatan pemerataan kesejahteraan guru SMA, SMK dan SLB Negeri di NTB.

“Dinas Dikbud NTB akan memberikan jasa jam mengajar kepada guru non PNS yang memiliki SK Bupati/Walikota, SK Kepala Dinas dan SK Kepala Sekolah yang mengajar pada sekolah negeri,” kata Suruji dalam suratnya.

Karena itu, Suruji meminta kepada seluruh kepala sekolah (Kasek) agar merekapitulasi data guru non PNS SMA, SMK dan SLB Negeri di sekolahnya. Para kepala SMA, SMK dan SLB Negeri juga diminta untuk melengkapi dengan lampiran data individu guru untuk dapat memenuhi persyaratan pencairan jasa jam mengajar.

“Kok, hanya ditujukan kepada sekolah negeri (SMA/SMK/SLB Negeri, red) saja? Sehingga kami bertanya-tanya, ini ada apa?” kata Kepala SMK Pariwisata Dompu Mustakim, S.Pd, dalam pertemuan dengan sejumlah kepala SMK Swasta di Taman Kota Dompu, Sabtu (23/9/2017) malam.

Hal senada disampaikan Mustakim yang merupakan salah satu inisiator pertemuan itu dan beberapa Kasek lainnya pada Lakeynews.com, usai pertemuan. Hadir dalam pertemuan tersebut, Kepala SMK Kesehatan Salman, H. Abdul Razak, S.Pd.I, SH, MM, Kepala SMK Al-Muchsin Abdul Hasyim, SE, Kepala SMK Bangun Negeri Mukhlis, SE, Kepala SMK Al-Muthmainnah Ikraman, S.Ag, M.Pd, Kepala SMK Kesehatan YAPIK Gerbang Ida Faridah, S.Pd, dan Mustakim sendiri.

Yang membuat bingung dan mengherankan pihak SMK-SMK Swasta itu, karena surat tanggal 25 Agustus tersebut justru bertolak belakang dengan SE yang dikeluarkan oleh pejabat dan lembaga yang sama, sebelumnya. Sebab, pada 7 Juli 2017 lalu, Kadis Dikbud NTB H. Muh. Suruji telah mengeluarkan yang ditujukan kepada para Kepala UPT Layanan Dikmen dan PKPLK NTB.

Surat dengan Nomor: 045.2/2646.UM/Dikbud pun bersifat sangat segera, perihal Permintaan Data Guru Non PNS SK Bupati/Walikota dan kelengkapannya. Isi surat tanggal 7 Juli ini hampir sama dengan surat tanggal 25 Agustus.

Bedanya, surat Suruji pada 7 Juli “melibatkan” Guru Non PNS SMA/SMK/SLB Negeri/Swasta, sedangkan surat 25 Agustus hanya untuk Guru Non PNS SMA/SMK/SLB Negeri. “Kita bingung dan heran, pemerintah bisa mengeluarkan dua surat edaran yang bertolak belakang antara yang pertama dengan kedua,” keluh para Kasek itu.

Padahal, SMK-SMK Swasta sudah mengumpulkan data-data yang diminta oleh Dinas Dikbud NTB sesuai surat Suruji tanggal 7 Juli. “Alhamdulillah kami sudah mengumpulkan dengan harapan dapat diperhatikan oleh pemerintah. Tapi kami terkejut dengan muncul laginya surat edaran Kadis Dikbud NTB tanggal 25 Agustus,” ungkap Mustakim.

 

Kadis Dikbud NTB Diminta Tinjau Kembali Kebijakannya

 

Lalu apa yang diinginkan pihak SMK-SMK Swasta ini?

Menjawab itu, Mustakim dkk meminta kepada pemerintah provinsi (Dinas Dikbud) untuk mengkaji ulang kebijakan sebagaimana tertuang dalam surat edaran tanggal 25 Agustus 2017. “Surat itu hanya ke sekolah-sekolah negeri, jelas-jelas menzalimi guru-guru di sekolah swasta. Padahal, sekolah negeri maupun swasta sama-sama mencerdaskan anak bangsa,” tegasnya.

Sejak kewenangan pengelolaan SMA/SMK/SLB beralih dari kabupaten/kota ke propinsi, SMK/SMA Swasta merasa banyak diskriminasi yang dilakukan pemerintah provinsi terhadap mereka. “BOSDA provinsi dihapus, BSM provinsi dihapus dan tunjangan GTY provinsi juga dihapus,” jelas Mustakim yang diiyakan Kasek lainnya.

Mustakim lalu mempertanyakan, “apakah ini balasan pemerintah kepada sekolah swasta yang sudah banyak membantu mencerdaskan anak bangsa dan membantu pendidikan yang dicanangkan oleh negara?”

“Pemerintah jangan melupakan sejarah (Jasmerah). Sekolah yang pertama kali berdiri di negara ini adalah sekolah swasta,” tegas Mustakim dkk mengingatkan.

Sementara itu, Kadis Dikbud NTB H. Muh. Suruji, hingga berita ini dinaikkan, belum berhasil diperoleh tanggapannya. Beberapa kali dihubungi Lakeynews.com ke nomor ponselnya 0818546xxx tidak nyambung. “Nomor yang Anda tuju untuk sementara tidak bisa dihubungi,” pesan operator salah satu provider celuller ketika nomor HP Suruji dihubungi hingga lima kali.

Tidak berhenti sampai di situ. Media ini berusaha menyeimbangkan berita dengan meminta konfirmasi Suruji melalui pesan singkat SMS ke nomor ponsel yang sama. Kendati tiga pesan singkat yang meminta tanggapan itu terkirim hingga masing-masing dua kali, tetap tidak ada jawaban dari yang bersangkutan. (*)