MATARAM, Lakeynews.com – Saat ini, para partai politik (parpol) gencar menyeleksi Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur (Bacagub/Bacawagub) Nusa Tenggara Barat (NTB) Periode 2018-2023. Untuk mengantisipasi (menghindari) kemungkinan diusung dan terpilihnya figur korup, arogan, otoriter dan feodalis sebagai pemimpin “Bumi Gora” lima tahun ke depan, apa kira-kira yang patut dilakukan pihak parpol?
Kriminolog Universitas Mataram (Unram) Dr. H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum, memberikan pandangan dan masukan kritis kepada parpol-parpol sebagai kendaraan politik bagi para calon pemimpin saat ini.
Sedikitnya tujuh poin yang dilontarkan pria yang sehari-harinya menjabat Wakil Rektor III (Bidang Kemahasiswaan dan Alumni) Unram itu. Pertama, partai politik membuat kriterianya terlebih dulu sebagai dasar regulasi.
“Kedua, kontennya sebagai sumber, yaitu dari nilai-nilai agama, nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan norma hukum lainnya,” sebut Natsir pada Lakeynews.com, Jumat (28/7/2017) sore.
Ketiga, parpol membuat form yang akan diisi dan ditandatangani calon pemimpin. Itu perlu, sebagai wujud kesepakatan dan rasa tanggungjawab bagi calon pemimpin.
“Manakala dia (calon pemimpin, red) terpilih maka dia mengimplementasikannya dalam bentuk program dalam pengabdiannya sebagai aparatur negara,” jelas Natsir.
Keempat, calon pemimpin harus bersedia dites kesehatan dan kesehatan jiwa sebagai filter kepribadiannya. Kelima, calon pemimpin itu faham ajaran agamanya dengan baik dan benar, serta moralitas bagus. “Sehingga dia mampu tampil sebagai teladan bagi aparatur negara yang dipimpinnya dan masyarakat pada umumnya,” tegasnya.
Poin krusial lainnya, keenam, calon pemimpin harus membuat pernyataan tertulis dan bersedia menandatangani tidak melakukan korupsi dan melanggar hukum lain. “Itu harus, karena korupsi itu salah satu kejahatan yang merusak masyarakat dan bangsa ini,” tegasnya.
Dan, ketujuh, calon pemimpin itu tampil sebagai pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat.
Apakah semua itu bisa dan dapat dilakukan oleh parpol? Lalu, apakah kira-kira ada regulasinya untuk itu?
“Nah itu dia masalahnya. Parpol mau atau tidak melakukan reformasi internal (parpol)? Itu kalau parpol mau aman dan sejahtera masyarakat serta bangsa Indonesia. Sekarang baru sebagian parpol yang melakukan itu, sehingga kos politik itu menjadi wajar dan tidak mahal,” jawabnya. (won)