HAMPIR 10 tahun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah merevolusi sistem layanan kesehatan Indonesia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti (pegang mic) bersama para pembicara lain dalam Diskusi Publik Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN, Senin (30/1). (tangkap layar/lakeynews.com)

Tidak hanya menyatukan berbagai skema Asuransi Jaminan Kesehatan Sosial di Indonesia yang sebelumnya terkotak-kotak, BPJS Kesehatan juga menciptakan ekosistem JKN yang kuat dan saling bergantung satu sama lain dalam mewujudkan Universal Heath Coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan, dalam waktu hampir satu dekade, Program JKN telah berkembang menjadi program strategis. Memiliki kontribusi besar dan mampu membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat.

Menurutnya, banyak negara sangat tertarik pada BPJS Kesehatan sebagai sebuah program gotong royong berkonsep single payer. Ini sulit ditemukan di negara-negara lain.

“Jika dibandingkan negara-negara lain yang butuh belasan hingga ratusan tahun untuk mencapai UHC, progres di Indonesia ini terbilang luar biasa pesat,” papar Ghufron dalam Diskusi Publik Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN, Senin (30/1).

Secara eksplisit Diskusi Publik tersebut mengusung tema “Outlook JKN: Satu Dekade Jaminan Kesehatan Nasional, Sudah Sesuai Harapan?”

Penyelenggara diskusi menghadirkan sejumlah narasumber ternama. Seperti Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dan Direktur Eksekutif Segara Research,s Piter Abdullah.

Selain itu, Wakil Ketua Komisi Ix DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch Timbul Siregar, Pengamat Jaminan Sosial Chazali Situmorang, dan Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Yuli Farianti.

Lebih jauh Ghufron Mukti memaparkan, kepesertaan JKN melonjak pesat. Dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. “Saat ini, lebih dari 90 persen penduduk Indonesia telah terjamin Program JKN,” jelasnya.

Ketika berbicara dalam Diskusi Publik “Outlook 2023: 10 Tahun Program JKN”, Dirut BPJS Kesehatan Ghufron Mukti memaparkan data-data capaian Program JKN yang dilaksanakan pihaknya. (tangkap layar/lakeynews.com)

Khusus untuk peserta JKN dari segmen non Penerima Bantuan luran (PB) yang mencakup Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), dan Bukan Pekerja, pada 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Tahun 2022, naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa.

Dalam kurun waktu hampir 10 tahun, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp. 100 triliun, dari Rp. 40,7 triliun pada 2014 menjadi Rp. 144 triliun pada 2022 (unaudited).

Ghufron mengungkapkan, di masa-masa awal beroperasi, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit. Berbagai upayapun dilakukan hingga Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan berangsur membaik, bahkan kini dalam kondisi amat sehat. Kesehatan keuangan DJS per 31 Desember 2022 tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan, sesuai ketentuan yang berlaku.

“Saat ini, tidak ada lagi istilah gagal bayar rumah sakit. Bahkan kami bisa membayar sebagian biaya klaim rumah sakit sebelum diverifikasi untuk menjaga cashflow, sehingga rumah sakit bisa optimal melayani pasien JKN,” jelasnya.

“Ini belum penah terjadi dalam sejarah kami. Bahkan, pemerintah juga sudah menaikkan tarif pembayaran layanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit untuk memotivasi fasilitas kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya,” tegas Ghufron.

Dengan bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN, angka pemanfaatan pelayanan kesehatan pun turut meningkat. Dari 92,3 juta pada 2014 menjadi 502,8 juta pada 2022. Di sisi lain, BPJS Kesehatan juga giat mengusung program promotif preventif, termasuk melalui skrining kesehatan.

Langkah ini dilakukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari penyakit tertentu. Tahun 2022, tercatat sebanyak 15,2 juta peserta JKN telah memanfaatkan layanan skrining BPJS Kesehatan. Itu mulai dari skrining riwayat kesehatan, diabetes melitus, kanker serviks, dan skrining payudara.

“Faktanya, bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justeru, yang paling banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan dengan biaya terbesar adalah kelompok PBI,” tandasnya.

Dijelaskan Ghufron, tercatat jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp. 27,5 triliun. Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung, sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp. 3,2 triliun. “Yang paling diuntungkan dan terbantu atau paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI,” ujarnya.

Ghufron menegaskan, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program JKN sudah matang menjalankan tugasnya. Pelaksanaan JKN selama ini sudah on the right track, bahkan ada perbaikan terus menerus yang nyata. Menciptakan ekosistem JKN yang sehat, menurutnya, semua pihak harus mengoptimalkan kerja sama sesuai dengan peran, kewenangan, dan tanggung jawabnya masing-masing.

Sebagai single payer institution, lanjut Ghufron, kemandirian lembaga BPJS Kesehatan perlu dijaga bersama. Ini agar terhindar dari intervensi manapun, supaya hal-hal baik dan sudah dirasakan manfaatnya bagi Indonesia, bisa terus berkelanjutan.

“Program jaminan sosial ini, satu-satunya bentuk gotong royong bangsa yang riil dirasakan masyarakat luas dan terasa sekali negara hadir di dalamnya,” ungkap Ghufron. (tim)