Kepala Dikes Kabupaten Dompu Maman (kacamata) bersama Kuasa Hukumnya yang juga Presiden Majelis Zikir RI 1, Habib Salim Jindan, di Dompu beberapa hari lalu. (tim/lakeynews.com)

Terkait Proses Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan RS Pratama Manggelewa

DOMPU – Kasus dugaan korupsi pada pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama Manggelewa, Kabupaten Dompu, masih diproses Ditreskrimsus Polda Nusa Tenggara Barat (NTB).

Bahkan, pekan lalu, Tim Ditreskrimsus kembali memeriksa Kepala Dinas Kesehatan (Kadikes) Kabupaten Dompu Maman dan mantan Kadikes/Plt. Kadikes yang kini menjabat Sekdakab Dompu Gatot Gunawan P. Putra, di Mapolres Dompu.

Kadikes Maman merasa kecewa dan dizalimi dalam proses kasus ini. Karena itu, dia bersurat kepada H. Joko Widodo, Presiden RI. Dalam Surat Nomor: 01/VIII/2022 tertanggal 15 Agustus 2022 itu, Maman memohon perlindungan dan keadilan dari Presiden.

Surat tersebut ditembuskan ke sejumlah pihak terkait. Yakni Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, ketua KPK, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Kapolri, ketua BPK, ketua BPKP, Ombusdman, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan ketua Korpri Pusat. Semuanya di Jakarta.

Tembusan juga disampaikan kepada Gubernur NTB, Kapolda, Kajati, kepala BPKP Perwakilan NTB dan kepala Perwakilan BPK NTB. Serta, Bupati Dompu, ketua DPRD, Kajari, Kapolres dan Inspektur Inspektorat Kabupaten Dompu.

“Dengan ini, (saya) mengajukan permohonan perlindungan dan keadilan dari kezaliman terhadap proses hukum yang menimpa diri saya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang prosesnya berjalan dari 2019 sampai sekarang,” kata Maman dalam suratnya.

Dalam surat itu juga Maman kemudian menguraikan kronologis kejadiannya. Awalnya, pada Tahun 2017, dia ditugaskan oleh Bupati Dompu sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada Dikes Dompu. Jumlah anggarannya Rp. 68.238.246.633, termasuk gaji pegawai pada Dikes dan Puskesmas se-Kabupaten Dompu.

Dari anggaran Rp. 68 miliar lebih tersebut,  Rp. 17 miliar diantaranya untuk pembangunan RS Pratama Manggelewa. Proses pelelangan dilakukan pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemkab Dompu dan dimenangkan PT. Sultana Anugerah dengan nilai kontrak Rp. 16.640.892.000, termasuk PPN 10 persen.

Menurut Maman, proses pembangunan rumah sakit tersebut berjalan lancar. Sesuai dengan waktu yang ditentukan, mulai 8 Mei sampai 3 November 2017 (pekerjaan sudah 100 persen).

Sekitar Desember 2017, dilakukan pemeriksaan/audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari hasil audit tersebut didapatkan kekurangan pekerjaan senilai Rp. 528.172.594.

Atas temuan BPK tersebut, Maman sebagai KPA dan bentuk tanggung jawab sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pengelolaan keuangan negara, meminta pada Pelaksana Proyek (Direktur PT. Sultana Anugerah) untuk segera mengembalikannya. “15 Desember 2017, pelaksana proyek langsung menyetor kembali pada kas daerah, sesuai nilai temuan BPK (ada bukti setorannya),” jelasnya.

Sejak tahun 2018 sampai saat ini (2022), lanjut Maman, RS Pratama sudah dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat, teutama di wilayah barat Kabupaten Dompu; Kecamatan Manggelewa, Kempo, Pekat dan Kecamatan Kilo. Bahkan ada juga dari luar Kabupaten Dompu; Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima dan Kecamatan Terano, Kabupaten Sumbawa.

Disamping itu, RS Pratama merupakan RS yang diandalkan Pemkab Dompu dalam penanganan Covid-19 selama 2020-2021. “Rumah Sakit Pratama masih baik-baik saja dan masih berdiri dengan kokoh,” tegasnya.

Tidak seperti yang dikatakan dan menjadi kesimpulan dari Tim Ahli yang diutus Polda NTB yang menyatakan, bahwa “RS tersebut akan roboh dalam waktu dekat”. “Pernyataan ini sangat lucu dan sangat menyesatkan,” tegas Maman lagi.

Kalau semua proyek pembangunan ini diperiksa ulang atas dasar laporan masyarakat dan menggandeng yang menamakan diri Tim Ahli, Maman yakin semuanya tidak ada pekerjaan proyek yang benar. Meskipun proyek pembangunan itu sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK sebagai badan yang dibentuk oleh negara secara resmi.

Selanjutnya Maman yakin hal itu akan membuat seorang ASN dalam jabatan apapun akan menolak menjadi KPA, PPK, PPTK, atau apapun yang terkait dengan proyek pembangunan fisik.

Lebih jauh dalam surat itu dikemukakan Maman, sekitar Maret 2019, Tim Polda NTB meminta semua dokumen pembangunan (proyek fisik) yang dikerjakan 2017, termasuk RS Pratama Manggelewa.

Kemudian pada sekitar Juli 2019, Tim Polda NTB memanggil dan memeriksa; Pelaksana Proyek (Pemborong), Konsultan Perencana, Konsultan Pengawas, Pengawas Teknik Proyek (PTP) dari Dinas PUPR, KPA, Pengguna Anggaran (PA), Ketua dan Anggota Tim ULP, PPTK, Ketua dan anggota PHO.

September 2020 Maman bersama pelaksana proyek dan konsultan pengawas dipanggil dan diperiksa lagi. Pada pemeriksaan kedua ini, dia tetap memberikan keterangan yang sama.

Pada Jumat, 18 Juni 2021, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda NTB Kombes Pol I Gusti Putu Gede Ekawana dalam pemberitaan media massa ANTARA NTB menyebutkan, “Pelaksana Proyek RS di Dompu Melunasi Kerugian Negara.” Kata Ekawana, dengan adanya restorasi (pemulihan), sudah tidak ada lagi kerugian negara.

Karena itu, penanganan kasus yang masih dalam tahap penyelidikan di Subdit III Bidang Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB berpeluang dihentikan. “Sementara ini dengan Jukrah (petunjuk dan arahan) dari pimpinan, kasus ini akan diselesaikan (penghentian penyelidikan),” ujarnya.

Pelaksana Proyek, kata Ekawana telah mengembalikan kerugian negara melebihi temuan inspektorat. Dari kerugian Rp. 600 juta, dia (pelaksana proyek) membayar Rp. 800 juta. Kelebihan pembayaran Rp. 200 juta tidak bisa dikembalikan kepada pelaksana proyek. Negara diuntungkan.

Namun, pada hari Kamis, 11 Agustus 2022, Maman menerima lagi surat dari Polda NTB Nomor: SPDP/125/VIII/2022/Dit.Reskrimsus, Perihal Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi NTB dan tembusannya disampaikan kepada Maman.

“Dengan demikian, mulai lagi perasaan dan psikis saya, istri dan anak-anak kami terganggu. Mereka yakin bahwa selama menjalankan tugas sebagai PNS tidak pernah melakukan dan menyelewengkan uang negara,” papar Maman, masih dalam suratnya kepada Presiden.

Berdasarkan kronologis di atas, sebagai warga negara, Maman sangat kecewa sikap pihak Polda NTB. “Apa yang saya alami pada hari ini (saat ini) adalah upaya kezaliman yang luar biasa pada saya dan keluarga saya,” keluh Maman.

“Apakah tidak pernah memikirkan beban psikologis dari kami, anak dan isteri kami yang tidak pernah punya niat untuk menyelewengkan uang negara,” tanyanya menambahkan.

Selama 36 tahun menjadi ASN, Maman mengaku, tidak punya niat sedikitpun untuk merusak/makan uang negara, kecuali apa yang menjadi haknya. Secara administrasi pada setiap proses, terutama pada proses pembayaran terkait dengan pembangunan RS Pratama, menurutnya tidak ada yang menyimpang dari regulasi/aturan yang ada.

Proses pembayaran selalu sesuai dengan jumlah kemajuan pekerjaan dan didukung oleh laporan kemajuan pekerjaan dari Konsultan Pengawas, Pengawas Teknik Proyek dari PUPR, pengajuan oleh PPTK dan PHO.

“Bapak Presiden yang kami cintai, kami tahu bahwa Bapak Presiden sangat mencintai kami sebagai rakyat dan masyarakatnya. Saya juga sudah mendapat penghargaan dari Bapak Presiden, yaitu PiagamTanda Kehormatan Satyalancana Karya  Satya 30 Tahun pengabdian sebagai ASN,” tuturnya.

“Kami mohon dengan kerendahan hati jangan sampai kami selalu dizalimi seperti ini oleh aparat hukum Polda NTB. Kami mohon demi kelangsungan hidup kami, isteri dan anak-anak kami sebagai penerus perjuangan bangsa, demi keamanan dan stabilitas daerah kami, mohon dengan hormat perlindungan dan kebijakan yang adil. Atas perhatian dan kebijakan Bapak Presiden disampaikan terima kasih,” pinta Maman mengakhiri suratnya.

Bagaimana tanggapan Polda NTB?

Hingga berita ini diunggah, masih ditunggu tanggapan Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp-nya, Selasa (27/9) malam.

Namun, surat yang dilayangkan Maman tersebut diyakini sudah sampai di tangan Presiden. Hal tersebut diketahui dari Kuasa Hukum Maman, Habib Salim Jindan. Habib Salim merupakan Presiden Majelis Zikir RI 1 mengatakan, surat Maman sudah sampai ke presiden.

Dari informasi itulah, dia datang ke Dompu mendampingi Maman ketika diperiksa Tim Ditreskrimsus Polda NTB di Mapolres Dompu, minggu lalu. (tim)