DOMPU – Angka anak yang tidak tamat sekolah, khususnya tingkat SMA/SMK/sederajat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup tinggi. Karena Pemprov melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) kreatif melakukan terobosan.
Salah satu terobosan dimaksud, dengan mengembangkan Sekolah Terbuka. Yakni sekolah dengan layanan terbuka.
Menurut Kadis Dikbud NTB Dr. Aidy Furqan, pada PPDB tahun ini pihaknya menguatkan partisipasi masyarakat untuk maksimal bersekolah dan menamatkan (menyelesaikan) sekolah.
“Itu untuk mengatasi (sedikitnya) tiga hal. Yaitu Angka Drop Out (DO) atau gagal menyelesaikan studi, Angka Putus Sekolah, dan Anak Tidak Sekolah (ATS),” kata Dr Aidy pada Lakeynews.com di Dompu, akhir pekan lalu.
Sekolah terbuka itu, sambungnya, untuk mengatasi tiga hal tersebut dalam melayani anak yang usianya 21 tahun ke bawah.
“Kita buka layanan sekolah terbuka, tanpa membuka sekolah baru. Tapi memberdayakan sekolah dan fasilitas yang sudah ada,” tegasnya usai Rapat Evaluasi PPDB 2022/2023 dan Implementasi Pelaksanaan PBL dan PBL SMAN-SMKN Se-Pulau Sumbawa itu.
Baca juga:
- Sosialisasi PPDB SMAN-SMKN Akan Dipercepat, Zona Irisan Didata Ulang
- Siapa Calon KCD Dikbud Dompu? Ini Jawaban Dr Aidy Furqan
Dijelaskan, dalam dua tahun ini (2021-2022) sudah ada 25 sekolah terbuka se-Provinsi NTB. Tiap daerah, jumlahnya hampir merata. Tergantung jumlah angka putus sekolah.
Di Kabupaten Dompu saja, ada tiga layanan sekolah terbuka. Masing-masing di SMAN 1 Kempo, SMAN 2 Manggelewa dan di SMAN 3 Pekat.
Faktor apa saja penyebab anak-anak tidak sekolah atau putus sekolah?
“Bisa jadi karena mereka bekerja membantu orang tua. Mungkin juga karena faktor dia menikah dini dan faktor lainnya,” jawab Aidy.
Atas yang sudah terjadi itu, tegasnya, tidak boleh dibiarkan atau menyalahkan anak-anak yang tidak sekolah, sementara mereka ingin menuntaskan pendidikannya.
Karena itulah, ruang yang diberikan oleh Kemendiknas adalah izin tahun 2020 yang membolehkan Dinas Dikbud NTB membuka layanan sekolah terbuka.
Aidy kembali menegaskan, layanan sekolah terbuka, tidak membuka sekolah baru. Bukan juga membuat lembaga baru.
Sekolah terbuka merupakan kebijakan strategis cara melayani belajar anak-anak putus sekolah.
Bagaimana caranya?
Menjawab itu, Aidy menjelaskan, anak-anak putus sekolah itu rata-rata usia sekolahnya melampaui anak normal. Antara usia 19, 20, 21 tahun.
“Mereka sekolah tidak perlu berseragam. Dan, sekolahnya saat ujian saja,” ujar Aidy yang saat itu didampingi Kabid Kebudayaan Ach. Fairuz “Abu Macel” Abadi, Kabid Pembinaan SMA H. Lalu Muhammad Hidur, Kabid Pembinaan SMK Muhammad Khairul Ihwan dan Kabid Pembinaan PK-PLK Hj. Eva Sofia Sari.
Bagaimana pola belajarnya?
Layanan belajarnya dengan pola atau sistem guru kunjung ke kelompok dengan jumlah 10-20 orang. “Nanti gurunya berkunjung seminggu dua atau tiga kali. Siswa ke sekolah induk untuk ujian saja,” tandas Aidy.
Lalu, sumber pembiayaannya dari mana?
“Ya, ada. Dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Nanti mereka diberi dana BOS oleh pemerintah pusat,” tuturnya.
Hal lain yang membedakan sekolah layanan terbuka atau sekolah terbuka ini dengan sekolah umumnya?
“Hanya pada sistem belajarnya saja. Statusnya sama. Ijazahnya juga sama, sama-sama dikeluarkan oleh sekolah induk,” urai Aidy.
Intinya, semangat dan tujuan keberadaan layanan sekolah terbuka untuk menuntaskan belajar anak-anak yang tidak atau putus sekolah.
Yang membahagiakan dari yang dilakukan Dinas Dikbud NTB ini, karena mendapat apresiasi, bahkan diikuti oleh daerah-daerah lain di Indonesia.
Dulu, menurut Aidy, sekolah terbuka hanya ada tujuh se-Indonesia di tujuh provinsi. Salah satu dari tujuh provinsi itu adalah NTB.
Karena jumlah anak yang putus sekolah atau DO semakin bertambah, maka Dinas Dikbud memperluas dan mengembangkannya.
Dengan tegas Aidy mengatakan, tidak mungkin sekolah-sekolah terbuka atau layanan sekolah terbukanya ada di Pulau Lombok lalu anak-anak Dompu atau dari Pulau Sumbawa ke Lombok.
Karena itulah, pihaknya meminta kepada Kemendiknas untuk membuka di tiap daerah. “Alhamdulillah Kemendiknas mengizinkan kita. Sehingga, sampai saat ini, jumlahnya sudah mencapai 25 sekolah terbuka se-NTB,” paparnya. (tim)
One thought on “Sekolah Terbuka, Terobosan Dikbud NTB Atasi Anak DO, Putus dan tidak Sekolah”