
–
Oleh: “Yan” Suryadin *)
–
Menarik untuk menelaah sentilan Walikota Bima H.M. Lutfi tentang eksistensi wartawan saat memberikan sambutan pada pengukuhan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Bima, Senin, 24 Agustus 2020.
Menurut walikota yang juga pernah menjadi jurnalis pada era reformasi ini, Jurnalis perlu menghindarkan diri menjadi “wartawan tukang”.
Apa sebenarnya esensi dibalik kata ini?
Jika kita merunut kembali benang sejarahnya, kegiatan jurnalistik boleh dibilang merupakan salah satu profesi tertua dalam sejarah peradaban manusia. Ini berawal dari munculnya apa yang disebut dengan “Acta Diurna”sebuah catatan harian. Kadang diterjemahkan menjadi catatan publik harian sejenis papan pengumuman semacam koran pada sekitar tahun 131 SM masa pemerintahan Republik Romawi.
Seiring waktu, Acta Diurna inilah “diurnalis”, “journal”, “journalistic” “jurnalistik” yang menjadi dasar berkembangnya jurnalistik yang kita kenal saat ini.
Acta Diurna berupa penyampaian papan informasi terkait dengan kegiatan kekaisaran secara rutin kepada publik disebut-sebut sebagai momentum sejarah kelahiran surat kabar atau media massa di dunia.
Wartawan seyogianya tidak menjadi tukang dalam pengertian membuat berita berdasarkan pesanan. Tukang biasanya membuat sesuatu berdasarkan pesanan.
Menghindarkan diri menjadi “wartawan tukang” yang menjadi tugas yang tidak ringan karena banyak tuntutan lainnya yang harus dipenuhi agar jurnalis tetap mampu bertahan dan tidak terkungkung idealismenya.
Di seluruh dunia, jurnalis memiliki misi penting yaitu mewakili hak rakyat untuk tahu (peoples right to know). Untuk mewakili hak masyarakat untuk tahu, maka integritas sebagai pewarta menjadi hal yang tidak bisa ditawar-tawar.
Label “wartawan tukang” akan menggerus kredibilitas jurnalis itu sendiri karena akan kehilangan nalar kritis, tidak mampu memikirkan secara jernih dan rasional persoalan yang seharusnya diperjuangkan melalui tulisan dan liputan yang mencerdaskan dan tidak tendensius.
Jika ada yang bilang bahwa pewarta tidak boleh memihak, maka ini keliru. Wartawan harus tetap berpihak pada kebenaran, berpihak pada fakta dan berpihak kepada kelompok yang tidak mendapat tempat semestinya dalam kehidupan bernegara.
Mengapa harus memihak?
Karena sejak Abad ke-17, jurnalis memiliki peran penting bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Ini juga sejalan dengan dua poin dari sembilan eleman dasar jusnalistik yang dikatakan Bill Kovach, “jurnalisme memegang pada kebenaran dan loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga”
Benar kata Pak Walikota, bahwa wartawan harus memberikan warna dalam berita yang ditulisnya. Karena itu, dituntut memahani permasalahan secara holistik atau menyeluruh masalah dan fakta dihadapannya.
Pemahaman menyeluruh atas fakta dan masalah memungkinkan sang pewarta mampu mengonstruksi fakta menjadi berita dan karya jurnalistik sesuai standar dan kode etika jurnalistik.
Kegiatan jurnalistik juga langsung terkait dengan proses demokrasi di sebuah wilayah. Dalam konteks kehidupan berdemokrasi, wajah demokrasi di sebuah daerah bisa dilihat dari dinamika dunia kewartawanan di wilayah tersebut. Karena, semua proses dan peristiwa politik akan hadir di dalam beragam berita politik yang disajikan para jurnalis.
Di musim apapun, termasuk musim Pilkada, sebuah keharusan bagi jurnalis berpegang teguh pada kebenaran. Namun, dalam prakteknya, fakta yang dikonstruksi menjadi produk jurnalistik itu memiliki nilai relatifitas. Artinya, tidak selalu benar dan tidak selalu salah. Karena itu, media dan jurnalis harus terus menerus berintegrasi dengan nilai-nilai jurnalistik yang ada agar kebenaran yang disampaikan benar adanya.
Untuk menemukan kebenaran, hendaknya dimulai dengan menjadi bagian masyarakat yang kritis terhadap berita yang didapat, membudayakan verifikasi dari berbagai sumber informasi.
Dengan demikian, literasi media, kemampuan untuk memahami dan menganalisis berita, diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memahami mengenai informasi yang disajikan serta dimengerti dengan benar.
Akhirnya… “Saya ingin mengucapkan selamat kepada para pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Bima yang sudah dikukuhkan. Semoga tetap melahirkan karya jurnalistik yang mencerahkan dan mencerdaskan.” (*)
*) Penulis adalah Kepala Bidang Komunikasi Publik dan Diseminasi Informasi Diskominfostik Kabupaten Bima.