–
CATATAN: Sarwon Al Khan, Bima
–
Dua pemuda Desa Mpili – Kabupaten Bima, Sahrir dan Lukman (almarhum) saat itu nekat mencuri 500 Kg beras Raskin yang disimpan di kantor desa. Kemudian dibagikan semua kepada warga-warga kurang mampu. Berikut kisahnya.
TAHUN ini, 2024, kami (baca: wartawan Lakeynews) berkesempatan merayakan Lebaran Idulfitri 1 Syawal 1445 Hijriah di kampung. Tempat kelahiran. Persisnya, di Dusun Duhani’u, Desa Mpili, Kecamatan Donggo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Desa Mpili merupakan desa hasil pemekaran Desa O’o tahun 2003. Sudah dipimpin oleh tiga kepala desa.
Desa dengan lima dusun ini memiliki luas wilayah 1.522 meter persegi (m2), Didiami 632 KK (kepala keluarga), dengan penduduk 2.293 jiwa (1.097 laki-laki dan 1.196 perempuan).
Khusus Dusun Duhani’u, ada 117 KK dengan 378 jiwa (186 laki-laki dan 192 perempuan).
Masyarakat (warga) setempat, umumnya bermata pencarian sebagai petani. Mereka bercocok tanam pada lahan tada hujan. Sudah minim yang bertani di sawah (lahan basah).
Suasana kampung sejak siang hingga malam menjelang Idulfitri pada Rabu (10/4/2024) diwarnai curah hujan. Untungnya, pagi hari cuaca begitu cerah. Pelaksanaan Salat Id, baik di lapangan maupun di masjid-masjid berlangsung khidmat dan lancar.
Hujan baru kembali turun saat azan Zuhur berkumandang. Turunnya awet, berlangsung hingga malam hari.
Suhu udara juga begitu dingin. Terutama malam hari sebelum lebaran, angin terasa menusuk tulang dan sum-sum.
Jaringan telepon, lebih-lebih internet yang semaunya datang-pergi, seolah menyempurnakan kondisi kampung yang jalan rayanya hancur dan setia menanti tumbal ini.
Kebiasaan warga Desa Mpili sama dengan warga desa-desa lain dan umat muslim umumnya. Setiap selesai Idulfitri maupun Iduladha, mereka bermaaf-maafan di lokasi Salat Id.
Disamping itu, mereka saling berkunjung dan bersilaturahmi antara yang satu dengan lainnya. Baik terhadap sesama yang ada di desa itu maupun ke keluarga di desa lainnya.
Kepada tamu-tamu yang berkunjung, tuan rumah menyuguhi makanan, minuman, kue lebaran atau camilan sekadarnya ala desa-desa.
Penulispun demikian. Usai berkunjung ke beberapa rumah di Dusun Duhani’u, silaturahmi berlanjut ke dusun tetangga. Antara lain, Dusun Tolo Lembo dan Dusun Wadu Kala.
Saat ke Dusun Tolo Lembo, kami mampir di rumah Kepala Desa Mpili, Sahrir H. Nurdin. Saat itu, Kades sedang bersama seorang tokoh masyarakat Mpili, Nurdin Ismail dan pemuda setempat, Romansyah.
Nurdin merupakan mantan calon Kades tiga kali. Dia juga mertua dari Sahrir. Sedangkan Romansyah mantan ketua Karang Taruna di desa itu sekaligus adik ipar Kades.
Kami sempat menyantap makanan-minuman; nasi bersama sayur bening dan beberapa jenis lauk yang disuguhkan istri Kades, Maemunah.
Sambil menikmati kopi hitam di ruang keluarga Kades, kami terlibat ngobrol. Ada yang serius, juga kadang diwarnai lelucon.
Bercerita pula tentang kehidupan masa lalu masing-masing. Termasuk kisah inspiratif Kades Sahrir, belasan tahun lalu.
Pada suatu hari, Sahrir bersama seorang warga lain, Lukman (almarhum) main-main ke sejumlah rumah warga kurang mampu. Kala itu, mereka melihat warga yang dijumpai tidak memasak.
“Saya dan almarhum Lukman menduga warga-warga itu sedang tidak punya beras,” tutur Sahrir.
Ternyata benar. Setelah bertanya untuk memastikan atas dugaannya, mereka mendapat pengakuan, bahwa warga tersebut memang tidak punya beras.
Fakta itu, mengundang rasa aneh dan janggal Sahrir dan Lukman. Sebab, di satu sisi, mereka tahu baru saja selesai pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin). Sementara pada sisi lain, diketahui, sekian ton beras raskin masih menumpuk di kantor desa.
Prihatin dengan kondisi itu, Sahrir bersama rekannya almarhum Lukman sepakat mencuri Raskin yang masih menumpuk di kantor desa. Mereka juga bersepakat, jika pada akhirnya ketahuan dan diproses secara hukum, mereka siap bertanggung jawab.
Akhirnya, pada suatu malam, kesepakatan tersebut mereka eksekusi. Salah satu jendela belakang kantor desa dijebol.
Mereka kemudian membagi tugas. Lukman yang masuk dan mengeluarkan beras. Sedangkan Sahrir menunggu di luar. Dia bertugas membawa dan menyembunyikan sementara beras di bawah rimbunan pandan, tidak jauh dari kantor desa.
Tidak main-main. Beras Raskin yang mereka ambil saat itu sebanyak 50 bungkus (10 Kg/bungkus). Totalnya 500 Kg.
Kemudian semua beras itu dibagikan kepada warga kurang mampu. Mereka yang telah terdata sebagai penerima Raskin namun belum menerima haknya.
“Sebelumnya, kami sudah punya data tentang siapa-siapa saja warga yang berhak menerima beras Raskin. Makanya kami tahu mereka yang kami berikan,” papar Sahrir.
Berdasarkan data yang mereka dapatkan, beras-beras curian itu lalu dibawa berdua oleh Sahrir dan Lukman. Mereka serahkan kepada warga. Dua bungkus per KK.
Kenapa tidak langsung meminta pihak pemerintah desa untuk membagikan beras kepada masyarakat?
“Untuk apa? Kalau memang punya niat, kenapa banyak warga kurang mampu tidak langsung diberikan beras Raskin tersebut,” jawab Sahrir dengan nada tanya.
Perbuatan mereka terbongkar. Akhirnya diketahui banyak orang. Termasuk pihak pemerintah desa.
“Kami tidak merasa takut sama sekali. Satu bungkuspun beras itu tidak ada yang kami jual. Kami tidak terima uang satu rupiahpun dari setiap penerimanya,” tegasnya.
“Lagi pula warga yang kami berikan beras adalah mereka yang terdata sebagai penerima. Kami hanya tidak ingin ada warga yang tidak menerima haknya,” sambung Sahrir.
Yang diceritakan pria bertubuh tambun tersebut adalah salah satu pengalaman pahit yang dilalui dalam hidupnya.
Karena itu, sejak dilantik sebagai Kades bersama sejumlah Kades lain di Kabupaten Bima pada Rabu, 3 Agustus 2022, Sahrir sudah berjanji pada diri, keluarga maupun masyarakatnya.
Dia bertekad dan berkomitmen untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan Desa Mpili dengan sebaik-baiknya. Menunaikan amanah sesuai regulasi yang berlaku dan tuntunan agama (Islam) yang dianutnya.
“Insya Allah kita berjuang mewujudkan pemerintahan yang amanah, adil, tidak zalim dan tidak menyimpangi hak-hak rakyat (warga),” ucap Sahrir. (*)