Kepala Bappeda & Litbang Kabupaten Dompu H. Gaziamansyuri (depan, dua dari kiri) bersama Wakil Bupati H. Syahrul Parsan, Kepala Dikes Maman, MM.Kes dan peserta Rakor Teknis Penurunan Stunting” Tahun 2023. (ist/lakeynews)

Dua Pendekatan, Tujuh Sasaran; Per Agustus Turun 2,11 persen

UPAYA penurunan stunting oleh Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di Kabupaten Dompu menunjukan kemajuan yang berarti. Hal itu tergambar dari Tren Prevalensi Stunting Hasil Pengukuran Agustus 2022 dan Agustus 2023 di 10 Puskesmas se-Kabupaten Dompu.

“Per Agustus 2022 sebesar 13,00 persen, sedangkan per Agustus 2023 sebesar 10,89. Turun sebesar 2,11 persen,” kata Kepala Bappeda & Litbang Kabupaten Dompu H. Gaziamansyuri, M.Ap dalam “Rakor Teknis Penurunan Stunting” di Gedung PKK Kabupaten Dompu, 23 November 2023.

Saat itu Gaziamansyuri memaparkan Progres Laporan Percepatan Penurunan Stunting oleh TPPS Kabupaten Dompu.

Diketahui, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Kesehatan.

Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas hidup, produktivitas dan daya saing manusia Indonesia sebagai dampak dari terganggunya pertumbuhan otak dan perkembangan metabolisme tubuh dalam jangka panjang.

Pemerintah pusat telah menetapkan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu program prioritas nasional. RPJMN 2020-2024 menetapkan bahwa target penurunan stunting pada anak di bawah usia 2 tahun adalah 14 persen pada tahun 2024.

Pemerintah Kabupaten Dompu juga telah menetapkan percepatan penurunan stunting sebagai program prioritas daerah yang dituangkan dalam dokumen RPJMD 2021-2026, dengan target angka prevalensi stunting adalah 14 persen.

Faktor Penyebab Stunting

Praktik pengasuhan yang tidak baik: Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, 30 persen dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI Ekslusif, dua dari tiga anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Asi.

Kurangnya akses ke makanan bergizi: Satu dari tiga ibu hamil anemia, makanan bergizi dianggap mahal.

Kurangnya akses air bersih dan sanitasi: Satu dari lima rumah tangga masih buang air besar di ruang terbuka, satu dari tiga rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

Terbatasnya layanan kesehatan. Termasuk layanan perawatan ibu dan janin selama masa kehamilan, sesudah lahir dan pembelajaran dini yang berkualitas: Satu dari tiga anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di Pendidikan Anak Usia Dini, dua dari tiga ibu hamil belum mengomsumsi suplemen zat besi yang memadai, menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu, dan tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi.

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, angka stunting mengalami kenaikan 3 persen dari SSGI Tahun 2021 yang tercatat sebesar 31,5 persen. Sedangkan tahun 2022 menjadi 34,5 persen.

Capaian angka stunting dengan metode SSGI ini berbanding terbalik dengan data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Angkanya justeru mengalami penurunan 1,3 persen dari tahun 2022. Pada 2021 tercatat angka stunting di Kabupaten Dompu sebesar 14,3 persen dan menurun pada 2022 menjadi 13 persen.

Jumlah sampel Balita terukur pada SSGI tahun 2022 sebanyak 630 balita (3 persen) dari total Balita di Kabupaten Dompu dengan sampel 241 Balita usia 0-23 bulan (38 persen) dan 389 balita usia 24-59 bulan (62 persen).

Sedangkan Balita terukur pada e-PPGBM, total jumlah Balita di Kabupaten Dompu sebanyak 20.878 orang (100 persen). Berdasarkan hasil pengukuran dan pencatatan pada Agustus tahun 2023, angka prevalensi stunting Kabupaten Dompu menurun pada posisi 10,89 persen.

Pendekatan dan Sasaran

Pendekatan

Langkah strategis Pemerintah Kabupaten Dompu dalam mencegah dan menangani permasalahan stunting, dilakukan dengan pendekatan multi sektor melalui intervensi layanan spesifik dan sensitif.

“Intervensi spesifik dilakukan untuk menanggulangi faktor penyebab langsung, sedangkan intervensi sensitif untuk penyebab tidak langsung,” jelas Gaziamansyuri.

Indikator cakupan layanan intervensi spesifik dan sensitif yang terus diintegrasikan dalam program dan kegiatan untuk pelayanan pencegahan dan penurunan stunting.

Sasaran

1. Remaja Putri

Indikator: Remaja putri yang mengonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD), Remaja putri yang menerima layanan pemeriksaan status anemia (hemoglobin).

2. Calon Pengantin/Pasangan Usia Subur(PUS)

Indikator: Remaja putri yang mengonsumsi Tablet  Tambah Darah (TTD), Calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah, cakupan calon PUS yang menerima pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak tiga bulan pranikah.

Selain itu, pasangan calon pengantin yang mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting, pasangan PUS dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang menerima bantuan tunai bersyarat.

Berikutnya, cakupan PUS dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang menerima bantuan pangan nontunai. Serta, cakupan PUS fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan.

3. Ibu Hamil

Indikator: Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapatkan tambahan asupan gizi, Ibu hamil yang mengonsumsi TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan, Persentase Unmet Need pelayanan keluarga berencana, dan Persentase Kehamilan yang tidak diinginkan.

4. Anak Usia di Bawah Lima Tahun (Balita)

Indikator: Bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif, Anak usia 6-23 bulan yang mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Anak berusia Balita Gizi Buruk yang mendapat pelayanan tatalaksana gizi buruk, Anak berusia Balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, Anak berusia Balita Gizi Kurang yang mendapat tambahan asupan gizi, dan Balita yang memperoleh imunisasi dasar lengkap.

5. Keluarga Beresiko Stunting

Indikator: Keluarga yang Stop BABS (Buang Air Besar Sembarangan), Keluarga yang melaksanakan PHBS (Pola Hidup Bersih dan Sehat), Keluarga berisiko stunting yang mendapatkan promosi peningkatan konsumsi ikan dalam negeri, Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca-persalinan, Keluarga berisiko stunting yang memperoleh pendampingan, dan Keluarga berisiko stunting yang mendapatkan manfaat sumber daya pekarangan untuk peningkatan asupan gizi.

6. Air Minum dan Sanitasi

Indikator: Rumah tangga yang mendapatkan akses air minum layak, Rumah tangga yang mendapatkan akses sanitasi (air limbah domestik) layak.

7. Perlindungan Sosial

Indikator: Kelompok Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) yang mengikuti Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) dengan modul kesehatan dan gizi, serta KPM dengan ibu hamil, ibu menyusui, dan baduta yang menerima variasi bantuan pangan selain beras dan telur. (tim/adv/bersambung)