Oleh: Leni Lestari, S.Tr.Keb *)
GANGGUAN psikologi masa nifas seringkali tidak dianggap sebagai sebuah masalah atau penyakit namun tanpa disadari masalah ini dapat memicu munculnya permasalahan kesehatan. Salah satunya adalah syndrome baby blues yang merupakan masalah gangguan kecemasan pada ibu nifas pada 3 hari pasca (setelah) bersalin sampai 1 tahun pascasalin.
Perempuan banyak melewati proses-proses yang cukup sulit dalam hidup mereka, proses tersebut diantaranya proses kehamilan, melahirkan dan nifas, serta proses perubahan peran menjadi seorang ibu (Niken Kurnia, 2016).
Namun dalam kehidupan bermasyarakat hal itu cenderung dianggat suatu hal yang lumrah, proses yang dialami oleh perempuan tersebut akan sangat berpengaruh pada perubahan mental ibu nifas. Salah satunya, Syndrom baby blues pasca melahirkan.
Syndrom baby blues merupakan masa transisi bagi ibu karena banyak terjadi perubahan, baik secara fisik, psikologis, emosional dan sosial (Yunita sari dan Suryani, 2020). Perasaan yang terjadi pada ibu pasca bersalin ditandai dengan kecemasan, serangan panik, kelelahan, perasaan menyalahkan diri dan merasa tidak mampu mengurus bayinya (Litter, 2017).
Selain syndrome baby blues, ibu nifas mengalami 3 fase psikologi yang alamiah. Perubahan psikologis mempunyai peran penting pada ibu masa nifas. Ibu nifas menjadi lebih sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga terdekat.
Baca juga: Bidan Desa di Bima Ini Sukses Susun Buku Solusi Gangguan Psikologi Ibu Nifas
Di sisi lain, peran bidan juga sangat penting pada ibu masa nifas untuk memberi pengarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan agar kondisi psikologis ibu tetap stabil dan tidak meningkat menjadi patologis yang berbahaya untuk kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Ketiga tahapan psikologis yang dialami ibu masa nifas sebagai berikut:
- Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Dimana fokus perhatian ibu lebih kepada pada dirinya sendiri. Menceritakan proses persalinannya berulang-ulang, hendaknya sebagai keluarga diharapkan menjadi pendengar bagi ibu nifas tersebut. Kemudian ibu merasa kelelahan sehingga perlu istrahat yang cukup untuk mencegah kurangnya tidur dan mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu cenderung lebih pasif dan seperti tidak perduli terhadap lingkungannya.
- Fase takeng hold yaitu keadaan yang berlangsung antara 3 sampai 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan kemampuannya merawat bayi, sehingga timbul perasaan cemas yang berlebihan dan ibu cenderung menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung jika komunikasi keluarga atau pengunjung kurang hati-hati.
- Fase Letting Go merupakan fase menerima tanggung jawab peran baru yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Pada fase ini ibu sudah paham dan menerima kenyataan sehingga ibu memiliki keinginan merawat bayinya sendiri.
Namun tahapan tersebut bisa meningkat menjadi lebih serius apabila ibu nifas tidak didampingi oleh keluarga ataupun orang-orang terdekatnya. Sebaiknya pendampingan dilakukan oleh suami dalam pengasuhan anak, pemenuhan kebutuhan nutrisi dan teman diskusi sehingga ibu nifas tidak merasa sendiri dan diabaikan serta tidak merasa kelelahan.
Perubahan masa nifas ini biasanya terjadi karena beberapa faktor. Antara lain, yang paling berpengaruh adalah faktor perubahan hormonal yang umumnya muncul baik pada ibu hamil maupun pada ibu nifas. Faktor hormonal tersebut berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesterone, prolactin dan estradiol.
Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek suresi aktivitas enzim monoamine oksidase, yaitu enzim otak yang bekerja mengaktifkan noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi (Asih dan Risneni, 2016).
Hendaknya bidan memberikan edukasi kepada ibu nifas, suami maupun keluarga agar paham bagaiman menyikapi permasalahan yang muncul pada ibu nifas tersebut. Bisa juga melakukan pengukuran tingkat gejala psikologis agar mengetahui tingkatan gejala yang dirasa oleh ibu nifas.
Bidan desa tidak hanya melakukan pemeriksaan fisik namun juga melakukan pengkajian secara mendalam guna mencegah terjadinya syndrome baby blues pada ibu nifas.
Hal-hal lain yang perlu dilakukan dalam pencegahan syndrome baby blues yaitu:
- Bergaul dengan tetangga/atau bersosialisasi;
- Istirahat yang cukup;
- Bersikap tenang dan bersyukur;
- Memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan melalui membaca atau informasi dari media sosial dan televisi;
- Bersikap terbuka/menceritakan perasaan gelisah kepada orang terdekat, baik kepada suami maupun orang tua;
- Mendalami dan mengahayati spiritualitas/ilmu agama;
- Melakukan meditasi untuk menenangkan jiwa; dan
- Berpikir positif.
Demikian bisa kami sampaikan melalui tulisan ini. Semoga bermanfaat. (*)
*) Penulis adalah Bidan Desa di UPT Puskesmas Soromandi, Dinas Kesehatan Kabupaten Bima.