Ketua Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nusa Tenggara Barat (NTB) Haris Mahtul. (ist/lakeynews.com)

Oknum Panitia Deklarasi Bapaslon Bupati/Wabup Dompu yang Diduga Intimidasi dan Ancam Jurnalis

DOMPU – Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengecam tindakan intimidasi dan pengancaman terhadap jurnalis yang diduga dilakukan oknum panitia deklarasi BBF-DJ, salah satu Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati (Wabup) Dompu 2024-2029.

Sejumlah organisasi yang berhimpun dalam KKJ, seperti PWI NTB, AJI Mataram, IJTI NTB, FJPI NTB, organisasi perusahaan media AMSI NTB, serta advokat yang tergabung dalam LSBH NTB turut bersikap.

Ancaman menjemput paksa dan mendesak korban Safitri, wartawati Berita11.com, minta maaf adalah perbuatan yang tidak dibenarkan dalam kerja kerja jurnalistik, sebagaimana Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Koordinator KKJ NTB Haris Mahtul bersama Sekretaris Hans Bahnan menegaskan, seharusnya oknum tersebut menggunakan cara-cara elegan dan dibenarkan sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) terkait hak koreksi jika merasa keberatan atas angka atau data jumlah korban.

“Bagaimanapun, cara intimidasi dan ancaman tidak dibenarkan. Ini melawan hukum karena bertentangan dengan Pasal 18 Ayat 1 UU Pokok Pers. Pelakunya dapat dipidana 2 tahun penjara dan denda Rp. 500 juta,” kata Haris Mahtul dalam pernyataan tertulis yang diterima Lakeynews.com, Sabtu (10/8/2024).

Baca juga:

Berdasarkan kronologi yang diperoleh KKJ, jelas Haris, korban menulis berita dengan judul “Anak anak hingga Lansia Keracunan Massal Usai Konsumsi Nasi Bungkus dari Acara Deklarasi Calon Kepala Daerah di Dompu”. Artikel itu dimuat pada Rabu, 7 Agustus 2024.

Menurutnya, oknum yang teridentifikasi atasnama Suryadin alias Guru Gale, unsur panitia deklarasi Bapaslon BBF-DJ. Oknum keberatan dengan penyebutan kata “massal” dalam judul dan isi berita. Sementara menurut dia, jumlahnya hanya 21 orang dan 15 orang versi pemberitaan korban.

KKJ menilai, upaya pelaku yang memaksa agar korban datang ke Kabupaten Dompu adalah kekerasan psikis yang berdampak pada traumatik korban. Terlebih ada upaya (ancaman) dari pelaku akan menjemput paksa korban yang tinggal di Kabupaten Bima.

“Padahal keberatan Suryadin atas isi berita tidak mendasar,” tegas Haris yang juga Pemimpin Redaksi ntbsatu.com ini.

Media Berita11.com, katanya, sudah melakukan verifikasi informasi yang diungkapkan pertama kali dari kepolisian dan divalidasi ke Puskesmas Kempo. “Artinya, narasumber yang ditulis dalam berita punya kapasitas yang jelas. Polisi dan Puksesmas,” paparnya.

Jika keberatan terkait jumlah korban yang disebut “massal”, lanjut Haris, Suryadin bisa menempuh jalur yang dibenarkan. Sesuai Pasal 10 KEJ, Pasal 7 Ayat 2 UU Pers, narasumber atau pihak yang merasa dirugikan bisa menempuh hak koreksi atas pemberitaan dimaksud.

“Semua ada mekanismenya dalam UU Pers. Ruang keberatan akan diakomodir, sepanjang sesuai dengan aturan,” jelasnya.

Karena itu, ia berharap Suryadin alias Guru Gale tidak lagi mengulangi perbuatannya. Sebab, selain berdampak pada korban, juga akan merugikan Pasangan Calon atau Bapaslon yang didukung dalam deklarasi tersebut.

“Silakan berkomunikasi yang baik dengan pemimpin redaksi media tersebut dan berdialog untuk menemukan solusi. Salah satunya dalam bentuk koreksi isi berita,” ujarnya.

Kasus ini dicatat sebagai salah satu kerentanan dialami jurnalis pada masa Pemilihan 2024, khususnya di Kabupaten Dompu. Setidaknya sudah dua kasus terjadi di daerah tersebut, sebelumnya penganiayaan dialami salah satu wartawan media online oleh oknum Caleg.

“Ini menandakan, kerawanan demokrasi yang diwakili media di Dompu sedang tidak sehat. Karena itu, hal ini harus jadi awareness atau kesadaran bagi tiap pasangan calon untuk menahan diri dan mengingatkan pada tim sukses maupun simpatisannya ketika keberatan atas pemberitaan,” imbuh Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram ini.

Suryadin alias Guru Gale yang dikonfirmasi Lakeynews.com, Sabtu (10/8/2024) terkait dugaan mengintimidasi dan mengancam jurnalis belum memberikan komentar (tanggapan).

Upaya konfirmasi melalui nomor WhatsApp-nya 0852-3791-3xxx dilakukan sekitar pukul 13.46 Wita. “Maaf ini dgn siapa ta…,” tanya Suryadin sekitar satu jam kemudian, pukul 14.46 Wita, menanggapi pertanyaan media ini.

“Saya lagi nyetir nanti saya hubungi kembali,” sambungnya pada pesan kemudian di menit yang sama.

Memang dalam pesan (konfirmasi) tadi siang, penulis tidak menyertakan indentitas diri maupun media. Hal ini karena nomor HP/WA yang dipakai konfirmasi dan identitas penulis diyakini sudah ada pada Suryadin.

Mengapa? Beberapa waktu lalu, Suryadin via 0852-3791-3xxx pernah menghubungi penulis ke 0812-3897-7xxx dan mengundang untuk menghadiri jumpa pers yang dia gelar di sekitar perbatasan Desa Mangge Asi dan Desa O’o, Dompu. Dan, dari komunikasi tersebut, nomor Suryadin diketahui dan disimpan dalam daftar kontak penulis.

Meski demikian dan karena belum ada jawaban, maka sekitar pukul 19.02 Wita, kepada Suryadin, penulis menjelaskan identitas. Juga termasuk alasan tidak disertakan identitas pada pesan awal.

“Maaf ta, baru saya perhatikan betul info profilnya. Karena HP yang lain. Nomornya memang pernah saya simpan, namun di Hp yang dulu. Maaf, trims,” kata Suryadin dalam pesan sekitar pukul 20.08 Wita tanpa memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan media ini.

Kronologi Kejadian Berdasarkan Laporan Korban

KKJ NTB kemudian menguraikan kronologi kejadian berdasarkan laporan yang mereka terima dari korban Safitri. Berikut selengkapnya;

1). Sekira pukul 23.39 Wita Rabu (7/9/2024), Safitri (wartawan Berita11.com) dihubungi Kapolsek Kempo, IPDA Jubaidin melalui sambungan Whatshapp, akan tetapi telepon tersebut tidak sempat diangkat karena sudah tertidur. Kemudian sekira pukul 00.24 Wita, Kapolsek Kempo kembali menelepon dan tidak diangkat oleh Safitri walaupun terjaga karena dalam kondisi tidak memakai hijab.

Melalui pesan Whatshapp, Kapolsek Kempo mengatakan terdapat info (peristiwa) baru. Kapolsek Kempo menjelaskan sedang berada di PKM Kempo Kabupaten Dompu, melihat korban keracunan yang dirawat. Kemudian Safitri meminta foto dan kronologi kejadian.

Kapolsek Kempo menjelaskan kronologi kejadian, termasuk penyebab keracunan massal (sekitar 15 orang) yang bersumber dari nasi bungkus yang dibawa dari acara deklarasi Bapaslon Bupati/Wabup Dompu (BBF-DJ).

2). Setelah berita naik tayang, pada Kamis (8/8/2024), Safitri membagikan link berita ke sejumlah platform media social; Facebook dan Whatshap Group, termasuk WAG wartawan dan Prokopim Setda Kabupaten Dompu.

Kemudian pada pukul 13.31 Wita, masuk panggilan nomor tak dikenal ke nomor Whatshapp Safitri. Penelepon tersebut mengaku sebagai Guru Gale, sekaligus panitia deklarasi Bapaslon Bupati/Wabup BBF-DJ.

3). Melalui panggilan Whatshapp tersebut, Guru Gale mengaku keberatan dengan judul berita “Anak-anak hingga Lansia Keracunan Massal Usai Konsumsi Nasi Bungkus dari Acara Deklarasi Calon Kepala Daerah di Dompu” yang naik di Berita11.com.

4). Sambil marah-marah Guru Gale mengatakan kepada Safitri: “Kamu tahu berapa orang yang keracunan massal?” Safitri menjelaskan, “ada 15 orang berdasarkan penjelasan Kapolsek Kempo.” Kemudian Guru Gale mengatakan, “Itu bukan 15 orang tapi 21 orang. Kamu lihat ke sini sudah ada yang baik (mendingan), kita sudah turun ke masyarakat. Kenapa kamu tulis keracunan massal? Kamu harus minta maaf ke BBF sama wakilnya DJ.”

Guru Gale keberatan dengan label keracunan massal pada judul berita. Walaupun jumlah korban keracunan nasi bungkus yang diketahuinya mencapai 21 orang, akan tetapi menurutnya bukan keracunan massal.

5). Berselang beberapa menit, sekira 13.46 Wita, Guru Gale kembali menelepon Safitri yang pada saat itu sedang berada di Dinas Dukcapil Kabupaten Bima untuk keperluan perekaman E-KTP dan keperluan wawancara perkembangan data perekaman dan stok blanko kependudukan menjelang Pilkada.

Melalui sambungan panggilan whatshapp tersebut, Guru Gale mendesak agar Safitri meminta maaf kepada Paslon BBF-DJ melalui media dan hadir di Dompu. “Kalau kamu tidak segera minta maaf, saya jemput kamu di tempat tinggal kamu. Berapapun biayanya saya biayarin, kita tunggu di Dompu.”

6). Guru Gale kembali menegaskan akan mencari dan menjemput Safitri untuk meminta maaf ke Paslon BBF-DJ di Dompu. Menurutnya, statusnya sebagai guru merangkap sebagai wartawan dan panitia (pendukung) paslon merupakan urusan yang bersangkutan.

7). Atas peristiwa tersebut Safitri merasa tertekan dan menginformasikan peristiwa yang dialaminya kepada redaksi.

8). Pada hari yang sama setelah diancam akan dicari dan dijemput, Safitri menghubungi Kapolsek Kempo, menginformasikan bahwa terdapat pihak yang keberatan atas informasi yang disampaikan Kapolsek dan dimuat dalam berita.

Kemudian Kapolsek menjelaskan agar menginformasikan bahwa berita tersebut sebagai penjelasan resmi pihak kepolisian (rilis Humas Polres Dompu) dan menyarankan agar menyampaikan laporan pengaduan atas peristiwa pengancaman tersebut. (won)