DOMPU, Lakeynews.com – Kondisi pariwisata daerah-daerah di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenara Barat (NTB), relatif sama. Lebih progresif kelompok masyarakatnya dari pada aparat pemerintah daerah (Pemda)-nya.
“Kecuali Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Kalau di KSB, dua-duanya (kelompok masyarakat dan aparat Pemda, red) sama-sama progresif,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Investasi Kawasan Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora (SAMOTA) H. Badrul Munir, MM.
Apa yang menyebabkan pariwisata daerah-daerah di Pulau Sumbawa umumnya bisa seperti itu? Lalu bagaimana upaya yang mesti dilakukan agar kelompok masyarakat dan Pemda bisa sama-sama progresif?
Ditanya seperti itu, kepada Lakeynews.com pria yang akrab disapa BM itu menyebut, tiga faktor penyebab utama dan krusial sehingga pariwisata di Pulau Sumbawa tidak bisa berkembang cepat.
Salah satunya, karena pariwisata belum dijadikan sektor unggulan dan prioritas oleh kabupaten. “Pariwisata dianggap tidak memberi kontribusi nyata seperti halnya sektor pertanian, pertambangan dan industri,” ujarnya, beberapa hari lalu..
Hal itu terjadi, lanjutnya, karena kabupaten tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang industri kepariwisataan. Pariwisata masih dianggap sebatas kegiatan rekreasi dan hiburan.
“Padahal, pariwisata merupakan sebuah industri yang menghimpun multisektor dan multipelaku, serta mampu memberi nilai tambah ekonomi yang sangat besar dan potensial,” tegas mantan Wakil Gubernur NTB itu.
Penyebab lain, sebut BM, ketersediaan sumberdaya manusia pariwisata di daerah sangat lemah dan minim, baik di birokrasi pemerintahan maupun di dunia swasta. “Kalau pun ada, tetapi mindset dan wawasan mereka tidak bisa diandalkan,” sindirinya.
Karena itu, menurutnya, dibutuhkan seorang pemimpin yang punya visi kepariwisataan dan mampu membuat terobosan. Apa yang nampak saat ini, dinas pariwisata kabupaten menjadi “tempat buangan” SDM yang tidak punya kapasitas dan kapabilitas dalam bidang pariwisata. “Ini sangat menyedihkan,” ujar BM.
Bukan itu saja. Kemampuan kabupaten membangun jejaring atau networking, tambah BM, masih sangat lemah, terutama di kalangan birokrasi pemerintahan. Itu juga menjadi bagian penyebab lambannya perkembangan pariwisata di Pulau Sumbawa.
“Kalaupun ada, baru kelompok masyarakat sipil yang berupaya eksis. Tetapi itu belum cukup tanpa dukungan pemerintah,” tegasnya.
Hal ini, papar BM lagi, sangat penting, karena industri pariwisata sangat tergantung pada kemampuan membangun jejaring. Lebih-lebih dalam promosi dan pemasaran di era teknologi informasi dan komunikasi saat ini. “Siapa yang menguasai jejaring maka ia akan memenangkan persaingan,” urainya.
Kata kunci keberhasilan pembangunan pariwisata, papar BM, komitmen pimpinan daerah untuk mampu membangun kolaborasi yang efektif antara pemerintah, civil society dan dunia usaha. Karena itu, pembangunan pariwisata harus menggunakan prinsip community based development atau pembangunan berbasis masyarakat.
“Memberdayakan masyarakat. Tanpa itu, pariwisata hanya sekadar utopia atau hayalan belaka,” tegasnya mengingatkan. (won)