AKBP M. Eka Fathurrahman, SH, S.Ik, ikut ambil bagian menandu jenazah Dedi saat dibawa ke pemakaman. Dengan mengenakan sandal jepit, Eka mengambil posisi paling depan kanan. (ist/lakeynews.com)

Sisi Lain Prosesi Pemakaman Mahasiswa Unmuh Jember yang Tewas Tertembak

Jenazah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Jawa Timur, asal Kabupaten Bima, Dedi, 25 tahun, telah dimakamkan di kampung halamannya, Minggu (12/03) pagi menjelang siang ini. Namun, pada saat dan dibalik prosesi pemakaman itu sendiri terdapat sisi-sisi menarik yang memiliki nilai humanis tinggi. Berikut sedikit ulasannya.

=================

JENAZAH Dedi tiba di rumah duka, Desa Sakuru, Kecamatan Monta, Minggu pagi tadi. Dan, langsung disemayamkan di rumah duka. Kedatangan jenazah mahasiswa Semester X pada Fakultas Bahasa Indonesia Unmuh Jember itu disambut histeris oleh keluarga, sanak famili dan ratusan warga.

Sebagaimana dilansir sebelumnya, Dedi meregang nyawa setelah wajahnya tertembus peluru, di depan pertokoan Hatdy’s Jember, Jalan Sultan Agung, Kaliwates, Sabtu (11/03) sekitar pukul 02.00 WIB. Tepatnya, sebelah timur Pos Polisi 9.0. Kepolisian tengah menangani kasus terbunuhnya korban itu.

Jenazah almarhum diberangkatkan dengan pesawat dari Surabaya menuju Bandara Internasional Lombok (BIL). Karena pesawat BIL-Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima tidak mampu memuat peti jenazah, mayat Dedi pun terpaksa melalui jalan darat. Dari BIL ke Bima, jenazah diangkut menggunakan Mobil Jenazah (Ambulan) Yayasan DASI NTB.

Pengantaran jenazah yang ikut dikawal aparat keamanan sampai ke rumah duka berjalan aman. Demikian pula prosesi pemakaman, berlangsung sesuai harapan.

Sebagaimana lazimnya pengurusan jenazah umat muslim/muslimah, jenazah Dedi pun disalatkan di masjid yang ada di kampungnya. Dari rumah duka ke masjid, selanjutnya dari masjid ke pemakaman, jenazah ditandu sejumlah orang.

Menariknya, Kapolres Bima Kabupaten AKBP M. Eka Fathurrahman, SH, S.Ik, pun ambil bagian. Kapolres yang asli dan berkelahiran Bima itu ikut menandu dengan mengambil posisi kanan paling depan. Sementara depan kiri diisi anggota (polisi lain)-nya.

Saat itu, perwira menengah (Pamen) yang dipercaya memimpin lembaga kepolisian di daerah kelahirannya tersebut, tampil dengan mengenakan seragam polisi. Kepalanya dibalut peci hitam dengan sedikit motif garis kuning di sisi (pinggir) bawahnya.

Suasana salat jenazah Dedi di masjid, dimana AKBP M. Eka Fathurrahman, juga mengambil posisi di shaf terdepan. (ist/lakeynews.com)

Kalau anggotanya dan warga lain bergantian menandu, Eka tidak. Dia justru “mengkavling” posisi tandu kanan depan hingga di tempat pemakaman.

Hasrat pria yang akrab disapa Bang Eka untuk ikut menandu jenazah Dedi, tampaknya diniatkan dari awal. Ini ditunjukkan oleh fakta yang tergambar pada saat itu. Meski sedang mengenakan seragam lembaga berbaju cokelat, sepatu kebesarannya dilepas.

Bang Eka memilih memakai sandal jepit. “Saya pakai sandal supaya lebih leluasa saja, baik gerak maupun jalan saat menandu jenazah. Juga enteng rasanya,” kata Eka pada Lakeynews.com, Minggu siang ini.

Mengapa harus ikut menandu jenazah? Bukankah masih banyak anggota lain dan masyarakat yang bisa mengambil peran itu?

Jawaban yang diberikan Eka cukup mencengangkan. Semangatnya, memberikan contoh kepada masyarakat tentang nilai-nilai gotong royong, persatuan dan kebersamaan sesuai tuntunan. Selain itu, dia ingin mengingatkan kepada dirinya, masyarakat dan siapapun, bahwa semuanya tidak ada yang abadi.

“Yang namanya kematian itu pasti. Pasti akan dialami oleh setiap orang, tanpa kecuali. Kita semua akan meninggal. Hanya yang membedakannya adalah kapan, dimana dan bagaimana bentuk kematian kita,” ujarnya. (sarwon al khan)