“Saat kejadian, lakukan tindakan pengendalian dan penegakan hukum bagi provokator dan pelaku utama kerusuhan. Sedangkan bagi masyarakat yang komunal ikutan dilakukan upaya persuasif.” Dr H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum, Kriminolog Universitas Mataram (Unram)

Kriminolog yang juga PR III Universitas Mataram (Unram) Dr H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum. (ist/lakeynews.com)

BIMA, Lakeynews.com – Secara umum, terjadinya konflik karena faktor ekonomi yang melahirkan kecemburuan sosial, kemudian muncul emosi sosial secara komunal atau bersama sama. Namun, secara khusus, konflik karena terjadi krisis moral akibat dari tidak paham ajaran agama yang baik dan benar, kemudian mereka tidak melaksanakannya dengan baik dan benar pula sehingga mereka tersulut emosinya.

Hal tersebut disampaikan Kriminolog Universitas Mataram (Unram) Dr H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum, menanggapi kerap meletusnya bentrok atau konflik antarwarga di beberapa wilayah NTB. Teranyar, konflik antarwarga Desa Risa dan Dadibou, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, belum lama ini.

“Yang kurang adalah perhatian pemerintah. Pemerintah harus melaksanakan pembangunan secara komprehensif integral, baik mental SDM (sumberdaya manusia) maupun pembangunan fisik,” kata Pembantu Rektor III (Kemahasiswaan) Unram itu pada Lakeynews.com, Sabtu (11/03).

Disamping itu, dia menikai, nyaris tidak ada tokoh kharismatik yang menjadi panutan, disegani dan didengar oleh masyarakat. Lemah dan lambannya penegakan hukum serta kurang tegas, sehingga masyarakat pilih main hakim sendiri.

“Koordinasi antara Pemda dengan aparat keamanan (Polri dan TNI) dalam penangaan konflik sosial masih kurang. Yang lebih berperan lagi, sebenarnya adalah pemda, tokoh masyarakat, tokoh agama dengan kepolisian,” tandasnya.

Bagaimana langkah antisipasi terhadap konflik ini?

Menurut Natsir, salah satunya dengan deteksi dini oleh ketua RT atau kepala lingkungan, kepala desa terhadap gejala konflik. Kemudian lakukan pendekatan terhadap masyarakat yang bermasalah sebagai tindakan pencegahan dengan berkoordinasi dengan Polri dan TNI.

Dr H. Muhammad Natsir, SH, M.Hum, saat di depan Bandara Sultan Muhammad Salahuddin Bima. (ist/lakeynews.com)

“Saat kejadian, lakukan tindakan pengendalian dan penegakan hukum bagi provokator dan pelaku utama kerusuhan. Sedangkan bagi masyarakat yang komunal ikutan dilakukan upaya persuasif,” tegasnya.

Bagaimana tindakan dan upaya pascakejadian agar konflik tidak terulang lagi atau berlanjut?

Menanggapi itu, Natsir menegaskan, Pemda melakukan upaya pembangunan mental masyarakat bersama dengan tokoh agama, tokoh pendidikan kerjasama dengan instansi terkait. “Bagi pelaku tindakan kekerasan harus diproses secara hukum pidana agar ada efek jera, pembelajaran dan rasa tanggungjawabnya, termasuk bagi masyarakat pada umumnya,” tegasnya.

Pria kelahiran Wera, Bima itu, kemudian menegaskan, upaya solusinya oleh pemda harus dilaksanakan dari hulu sampai ke hilir. Pemda mengadakan penyuluhan hukum dalam masyarakat yang berkonflik sebagai upaya pencerahan.

Bukan itu saja, pemda membangun kebersamaan, kemanusian, keharmonisan hidup bersama dalam masyarakat yang damai sejahtera lahir batin, yabg sesuai denga nilai-nilai ajaran agama dan nilai-nilai Pancasila. “Berantas Narkoba, Miras dan perjudian sebagai faktor pendukung konflik, serta bangun ekonomi dan kurangi pengangguran,” tandasnya lagi.

“Senjata api rakitan dan sejenisnya juga harus diberantas, serta tindak tegas mereka merakit maupun yang menguasainya. Membangun mental masyarakat, misalnya melalui pengajian khutbah Jumat dengan tema Islam Damai dan lainnya, adalah yang tidak kalah pentingnya dilakukan pemda,” sambung Natsir. (won)