NARASUMBER: Analis Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi pada DP3A Kabupaten Dompu Endang Puji Astuti (paling kanan), dan Kabid Gender DP3A Neni Andriani Karmila (dua dari kanan) bersama IISWARA Dompu di Desa Marada. (ist/lakeynews)

DOMPU – Belakangan ini kerap kali kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Bahkan, tidak jarang hingga merenggut nyawa korban.

Di Kecamatan Hu’u saja tercatat sudah tiga orang istri meregang nyawa di tangan suaminya sendiri. Yakni di Desa Cempi Jaya, Desa Adu, dan terbaru di Desa Marada.

Apa saja yang dominan menjadi penyebab terjadinya KDRT? Apa saja pula jenis-jenis KDRT itu? Lalu, bagaimana langkah yang dilakukan jika ada yang menjadi korban (mengalami) KDRT?

Analis Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Dompu Endang Puji Astuti, menyebut empat hal sebagai penyebab terjadinya KDRT.

“Komunikasi yang buruk, selingkuh, ekonomi, dan tingkat pendidikan rendah (tindak seimbang),” jelas Endang.

Hal tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, serta Pemberian Bantuan untuk Penyitas. Kegiatan itu digelar Ikatan Istri Wakil Rakyat (IISWARA) Kabupaten Dompu di Aula Kantor Desa Marada, Senin (30/6/2025).

Baca juga:

Sedangkan jenis-jenis KDRT, sebut Endang, kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan dan eksploitasi seksual, pembiaran, dan kekerasan ekonomi finansial.

Sementara regulasi sebagai payung hukum bagi hak-hak perempuan dan anak, salah satunya, Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Tindak Dikriminalisasi Terhadap Perempuan.

Kemudian, lanjut Endang, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sementara itu, Kabid Gender DP3A Kabupaten Dompu Neni Andriani Karmila, yang juga dihadirkan IISWARA sebagai narasumber dalam kegiatan itu, menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan apabila menjadi korban KDRT.

Diantaranya, sebut Neni, speak up atau berbicara dan memberitahu orang yang dipercaya (terdekat). “Laporkan ke RT/RW/Lurah/Kepala Desa. Laporkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) serta pendamping hukum,” urainya.

Selain itu, mengakses layanan perlindungan hukum yang ada di desa, seperti Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA), Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA), dan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).

“Datangi UPTD PPA DP3A Kabupaten Dompu untuk mendapatkan layanan pendampingan secara hukum, psikis, dan kesehatan,” sarannya. (tim)