Sejak Pendopo Bupati Bima di Raba terbakar pada Maret 2005 lalu, sampai saat ini tidak ada lagi rumah dinas Bupati. (foto.ist/lakeynews.com)

Kantor DPRD pun sudah 22 Tahun Nebeng di Kota Bima

PADA 5 Juli 2024, Kabupaten Bima merayakan hari jadi yang ke 384 tahun. Setua ini, daerah bermoto Maja Labo Dahu itu tidak memiliki rumah dinas Bupati, Wakil Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD. Kantor DPRD-pun hingga saat ini masih menggantung di Kota Bima. Sungguh miris.

Dulu, pernah ada rumah dinas Bupati. Dikenal dengan sebutan Pendopo atau Pandopo Bupati. Letaknya di Raba, sebelah utara Lapangan Merdeka.

Namun, pada Kamis (24/3/2005) dini hari, sekitar pukul 02.00 Wita, Pendopo Bupati terbakar. Bangunan bersejarah dari Kerajaan Sultan Bima yang sebagian besar bahannya kayu itu hangus, jadi arang.

Saat itu, Kabupaten Bima dipimpin Bupati H. Zainul Arifin. Namun sejak Maret tahun itu (sekitar tiga bulan sebelumnya), Zainul tidak menempati rumah dinasnya itu.

Sejak saat itu (20 tahun berjalan) hingga sekarang, Bupati (juga Wakil Bupati) tidak lagi memilik rumah dinas. H. Ferry Zulkarnaen (almarhum) yang terpilih sebagai Bupati setelah H. Zainul Arifin hingga dua periode berturut-turut, tinggal di Asi Ntoi (museum lama).

Rumah tersebut berada di wilayah Kota Bima. Dan, menurut informasi, rumah bersejarah itu merupakan tempat tinggal Sultan Bima dan keluarganya.

Ketika H. Indah Dhamayanti Putri (Umi Dinda), istri almarhum H. Ferry Zulkarnaen, terpilih dan dilantik sebagai Bupati (pascakepemimpinan suaminya) juga selama dua periode berturut-turut, lagi-lagi menempati rumah itu.

Parahnya, menurut beberapa sumber Lakeynews.com, sekitar 20 tahun mereka berkuasa, tidak tampak semangat lebih-lebih hasrat untuk segera mewujudkan rumah dinas Bupati dan Wakil Bupati.

Khusus Wakil Bupati, selama ini menempati rumah dinas Sekretaris Daerah (Sekda). Sementara Sekda sendiri (sudah beberapa Sekda) tinggal di rumah pribadi.

Kantor DPRD pun menjadi sorotan. Sejak Bima dimekarkan (sekitar 22 tahun lalu) dan terbentuk daerah administratif dan politik baru bernama Kota Bima, sampai saat ini Kantor DPRD Kabupaten Bima masih betah nebeng dan menggantung di daerah yang dilahirkannya.

“Jangankan eksekutif, legislatif sendiri tidak berinisiatif dan seolah tidak punya naluri untuk mewujudkan kantornya di wilayah Kabupaten Bima,” kata Fadli, mahasiswa asal Kabupaten Bima.

Sebagai pengingat, Kota Bima terbentuk pada 2002, berdasarkan Undang-Undang (UU) RI Nomor 13 Tahun 2002. Daerah ini terletak di ujung timur Pulau Sumbawa, sama dengan Kabupaten Bima.

Tanggal berdiri Kota Bima sekaligus sebagai Hari Jadi-nya, 10 April 2002. Selain UU 13/2002, juga berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 77 Tahun 1998 yang mengatur tentang pembentukan Kota Administratif Bima. Peraturan ini ditetapkan pada 22 Oktober 1998.

Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima Rafidin H. Baharudin. (ist/lakeynews.com)

Ketua Komisi I DPRD Desak Pemda segera Bangun di Kabupaten

Pimpinan DPRD Kabupaten Bima belum dapat dikonfirmasi. Namun, Ketua Komisi I, Rafidin H. Baharudin tidak menafikkan fakta-fakta yang terurai di atas.

Rafidin mengakui, sudah puluhan tahun Bupati dan Wakil Bupati Bima tidak memiliki rumah dinas. Rumah dinas Sekda pun, meski ada, letaknya di Kota Bima dan selama ini ditempati wakil bupati.

“Demikian juga kantor DPRD Kabupaten Bima, puluhan tahun juga numpang di Kota Bima,” kata Rafidin yang juga Sekretaris DPD PAN Kabupaten Bima pada Lakeynews.com, Selasa (10/9/2024).

Terkait hal ini, Rafidin mendesak Pemkab Bima agar segera membangun rumah dinas Bupati, Wabup dan Sekda, serta kantor, Rumdis pimpinan dan anggota DPRD di wilayah Kabupaten Bima.

Rafidin yang pada Pemilu Legislatif 2024 lalu kembali terpilih sebagai wakil rakyat mengatakan, dia akan mengusulkan pembangunan Rumdis pimpinan daerah, pimpinan dan anggota dewan, serta kantor dewan sebagai program prioritas Pemda pada tahun 2025.

“Jika tidak bisa serentak, paling tidak dilakukan secara bertahap. Misalnya dimulai dengan pembangunan Kantor DPRD. Kita minta eksekutif untuk mengajukan (usulkan) anggaran pembangunannya,” imbuh mantan ketua PWI Bima itu.

Rafidin kembali menegaskan usulannya agar mulai 2025 harus ada anggaran untuk untuk pembangunan kantor DPRD, Rumdis pimpinan dan anggota DPRD, serta Rumdis Bupati, Wabup dan Sekda di wilayah Kabupaten Bima.

“Bila perlu, semuanya dibuatkan dalam satu tempat. Satu kompleks. Atau, dua kompleks. Kita (Pemda Bima) sudah punya tanah di Desa Panda, Kecamatan Palibelo. Tinggal dialokasikan anggaran untuk pembangunannya,” tandasnya.

Selama ini eksekutif maupun legislatif Kabupaten Bima dinilai tidak serius membangun daerah ini, karena kantor DPRD dan sebagian kantor pemerintahan masih berada di Kota Bima.

“Dengan membangun rumah-rumah dinas itu dan kantor DPRD di wilayah kabupaten, akan membuka memupuk kepercayaan masyarakat, bahwa kita punya niat untuk membangun Kabupaten Bima secara serius,” tegas Rafidin.

Sepanjang eksekutif dan legislatif tidak bisa menorehkan itu, sepanjang itu pula dianggap tidak punya niat untuk membangun Kabupaten Bima. Terutama (untuk tahap awal) Kantor DPRD, rumah dinas bupati, wakil bupati dan pimpinan dewan.

“Rumah dinas anggota DPRD juga dipandang penting, karena sebagian besar rumah mereka jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Bima,” sambungnya.

Sepengetahuan Anda, bagaimana status rumah-rumah pribadi yang ditempati bupati, wakil bupati, Sekda, pimpinan dan anggota DPRD selama ini? Apakah disewa oleh negara/daerah, atau tidak?

Menanggapi pertanyaan itu, Rafidin memberikan bocoran menggelitik. “Walaupun rumah sendiri, tidak gratis. Tidak disewakan juga. Tapi istilahnya Jasa Perumahan. Tiap rumah, Rp. 8-9 juta per bulan,” ujarnya.

Diketahui, anggota DPRD Kabupaten Bima (termasuk unsur pimpinan) sebanyak 40 orang. Kalau tiap rumah dirata-ratakan Rp. 9 juta per bulan, maka dalam setahun daerah harus menggelontorkan anggaran jasa perumahan anggota dewan berkisar Rp. 4,320 miliar (Rp. 9 juta kali 40 rumah dikali 12 bulan).

Jika Rp. 4,320 miliar dikali lima tahun, dana Kabupaten Bima yang dikeruk untuk jasa perumahan anggota dewan saja mencapai sekitar Rp. 21,600 miliar. “Ya, angkanya sekitar sekian bila dirata-ratakan Rp. 9 juta per bulan per anggota dewan,” ujar Rafidin.

Sementara untuk unsur pimpinan dewan, diyakini Rafidin, lebih dari yang diterima anggota biasa. Sehingga jumlah anggaran yang dikeluarkan daerah untuk jasa perumahan 40 anggota dewan selama lima tahun bisa di atas Rp. 21,600 miliar.

“Itu baru satu item saja dari jasa perumahan anggota dewan. Belum lagi untuk biaya perawatan segala macam, tentu anggaran lebih membengkak lagi,” tegas politisi kritis dan vokal ini.

Rafidin berharap, di sisa masa jabatan Umi Dinda sebagai Bupati Bima, mulai membahas rencana pembangunan Kantor, Rumdis pimpinan dan anggota DPRD, serta Rumdis Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah di wilayah Kabupaten Bima.

Apalagi menurutnya, beberapa waktu lalu pernah membicarakan hal ini bersama Umi Dinda di salah satu rumah makan. Umi Dinda punya keinginan untuk membangun kantor DPRD terlebih dulu.

“Sekarang saya tagih, kapan dilakukan? Saya harapkan, 2025 ini sudah mulai dibangun. Minimal pondasi dulu untuk kantor dewan. Pada saat pembahasan KUA-PPAS 2025, saya akan menjadikan ini sebagai prioritas utama,” tegas Rafidin.

Kabag Prokopim Enggan Tanggapi?

Apa kendala atau masalahnya, sehingga pembangunan Rumdis Bupati, Wabup dan Sekda, serta kantor, Rumdis pimpinan dan anggota DPRD belum bisa diwujudkan di wilayah Kabupaten Bima?

Apakah Pemkab Bima sudah mempunyai rencana untuk membangunnya? Bagaimana bentuk rencana dan kapan kira-kira estimasi mulai dibangun?

Kabag Prokopim Setda Kabupaten Bima, Suryadin yang dikonfirmasi Lakeynews.com, Rabu (11/9/2024) pagi menjelang siang, belum memberikan tanggapan. Pesan WhatsAPP yang terkirim sekitar pukul 10.59 Wita, hingga berita ini diunggah pada Rabu malam ini, tampak masih tercentang hitam.

Sejak pesan itu terkirim, Juru Bicara Pemkab Bima itu beberapa kali terlihat online. Kendati demikian, pria yang akrab disapa Pak Yan itu, tak kunjung membuka dan membalas pesan.

Sikap abai, cuek bebek dan seolah tidak bersahabat seperti ini, bukan kali pertama ditunjukkan Suryadin pada media ini. Beberapa kali konfirmasi sebelumnya, juga terkesan diabaikannya.

Parahnya lagi, prilaku memilukan tersebut juga tak hanya pada media ini. Beberapa wartawan Bima juga menceritakan pengalaman yang mirip. “Itu sifat dia (Suryadin, red) yang kurang baik, Bang,” kata salah seorang wartawan yang wanti-wanti minta tidak disebut identitasnya.

“Kalau dia kurang sreg dengan kita, maka pesan-pesan atau telepon kita diabaikannya. Pesan kita tidak akan dibuka (apalagi dibalas), telepon juga tidak akan diangkat,” sambungnya.

Mental pejabat seperti itu tentu dinilai akan membahayakan hubungan pemerintah dengan masyarakat, lebih-lebih Pers (wartawan dan media massa). Kabag Prokopim dipandang sebagai jembatan komunikasi antara Pemkab Bima dengan rakyat.

Juga jembatan bagi Pemkab dengan Pers, dengan aktivis, dengan mahasiswa dan dengan berbagai elemen masyarakat lainnya. Disampingi jembatan bagi atasan dengan bawahan.

“Nah, kalau Suryadin menunjukan sikap yang seolah-olah tidak peduli, masa bodoh seperti itu, berarti ‘jembatan’ ini rusak. Jembatan rusak jangan dipakai lagi. Kalau dipakai terus, citra pemerintah yang akan buruk kedepan,” tegas wartawan senior ini. (tim)