Kasi Pidum Kejari Dompu Adda’awatul Islamiyah menyampaikan materi dalam Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Tahapan Tungsura dan Rekapitulasi Suara dalam Pemilu Serentak 2024 di Cafe Laberka, Senin (3/6/2024). (tim/lakeynews)

Kasi Pidum Kejari Dompu Saat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Tungsura dan Rekapitulasi Suara Pemilu 2024

DOMPU – Kasi Pidum Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu Adda’awatul Islamiyah mengungkapkan, banyak perkara Tindak Pidana Pemilu (Tipilu) yang terpental dan hanya sebagian kecil yang dapat diproses. Itu karena tidak cukup bukti.

“Jika tidak cukup buktinya, jangan paksa naikkan,” kata Islamiyah saat menjadi pembicara dalam Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara (Tungsura) dan Rekapitulasi Suara dalam Pemilu Serentak 2024.

Rapat yang digelar Bawaslu Kabupaten Dompu di Cafe Laberka – Dompu, Senin (3/6/2024) tersebut, menghadirkan Panwascam se-Kabupaten Dompu dan staf Bawaslu.

Baca juga:

Islamiyah kemudian mencontohkan Pilkada 2020 lalu. Menurutnya, banyak perkara terkait netralitas ASN, money politik dan berita hoax. Tetapi hanya dua perkara terkait netralitas ASN yang diproses dan dinaikkan hingga ke pengadilan.

“Satu perkara oknum ASN dan satu lagi oknum kepala desa,” paparnya. Hal yang sama juga disampaikan Islamiyah pada wartawan di sela-sela kegiatan itu.

“Tidak apa-apa menindaklanjuti kalau ada temuan. Dan, lengkapi bukti-buktinya. Namun, jika tidak kuat, jangan dipaksakan naik,” tegasnya.

Bukti-bukti yang dibutuhkan untuk dapat diprosesnya suatu perkara Tipilu, seperti foto-foto atau video-video, harus akurat.

Untuk laporan (perkara) money politics misalnya. Foto atau videonya harus terlihat utuh wajah orang menyerahkan dan menerima uang. Kalau tidak jelas, itulah sebagian besar perkara money politics tidak dapat diproses.

Kasi Pidum Kejari Dompu Adda’awatul Islamiyah, Kordiv HP2H Bawaslu Kabupaten Dompu Wahyudin, pose bersama peserta Rapat Evaluasi Penanganan Pelanggaran Tahapan Tungsura dan Rekapitulasi Suara dalam Pemilu Serentak 2024. (tim/lakeynews)

Proses Perkara Tipilu Dibatasi Waktu

Keharusan adanya bukti yang kuat untuk suatu perkara Tipilu –baik di Pemilu maupun Pilkada— tersebut, menurut Islamiyah, karena dalam proses penanganannya dibatasi waktu.

Kalau ada temuan atau laporan yang masuk ke Bawaslu, itu dibahas, dikaji dan ditelaah di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang di dalamnya ada Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian.

Bila dari temuan atau laporan itu ada dugaan pelanggaran (dugaan Tipilu), Gakumdu akan menentukan pasal yang tepat untuk dikenakan dan disangkakan. Kemudian diplenokan.

Setelah menyimpulkan bahwa ada dugaan pelanggaran, Bawaslu menindaklanjutinya dengan melaporkan ke Kepolisian.

“Penanganan kasus Tipilu ini beda dengan tindak pidana lain (umumnya). Dibatasi oleh waktu, hanya 14 hari,” jelas wanita kelahiran Dompu ini.

Kepolisian kemudian mengirimkan ke Kejaksaan yang selanjutnya melakukan penelitian maksimal tiga hari. Jika ada kekurangan, Kejaksaan akan mengembalikan ke Kepolisian, juga dalam waktu tiga hari. Kemudian dilimpahkan ke pengadilan dalam waktu lima hari.

“Karena prosesnya cepat lantaran dibatasi oleh waktu, jika (misalnya) pelaku tidak ada di tempat maka dimungkinkan sidang dilakukan dengan in absentia,” tuturnya.

Dari beberapa literatur yang dihimpun media ini dijelaskan, peradilan in absentia dapat diartikan pemeriksaan suatu perkara tanpa kehadiran pihak tergugat (dalam perkara perdata dan tata usaha negara) atau terdakwa (dalam perkara pidana). (tim)