DOMPU – Salah satu dari empat tuntutan massa Forum Guru Honorer (Figur) ketika berunjuk rasa di Kantor Bupati Dompu pada Senin (7/11) lalu, pencopotan H. Rifaid dari jabatan Kadis Dikpora Kabupaten Dompu. Terhadap tuntutan tersebut, Rifaid cukup dingin menanggapinya.
Aspirasi kedua, menuntut difungsikannya Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dikpora di seluruh kecamatan sebagai sarana pelayanan administrasi guru. Ketiga, menuntut Bupati Dompu mengeluarkan SK Bupati terhadap GTT (Guru Tidak Tetap) dan PTT (Pegawai Tidak Tetap) sesuai UMR (Upah Minimum Regional). Dan, keempat, menuntut Bupati Dompu agar menambahkan formasi PPPK tahun 2022.
Diketahui, ada sejumlah alasan Figur menuntut pencopotan H. Rifaid sebagai “komandan” dunia pendidikan Bumi Nggahi Rawi Pahu. Diantaranya, karena dinilai gagal memimpin pendidikan dan tidak memiliki visi untuk mensejahterakan guru honorer.
Selain itu, sering membuat pernyataan kontroversi, tidak memiliki karakter yang baik, tidak mampu menciptakan keharmonisan di internal Dinas Dikpora, gagal manajemen administrasi, serta sombong, angkuh dan tidak beretika.
“Pencopotan Kadis itu wewenang Bupati,” kata Rifaid menjawab Lakeynews.com, di ruang kerjanya, Selasa (8/11).
“Saya tidak berkarakter, sombong, angkuh, tidak beretika, itu penilaian mereka. Jangankan guru, orang biasa saja, jika menelepon lebih dari dua kali, pasti saya angkat teleponnya,” sambug mantan Kadis Koperasi dan UMKM itu.
Terkait anggapan tidak mampu menciptakan keharmonisan di internal Dinas Dikpora, Rifaid mengaku, selama mengabdi selalu harmonis dengan rekan kerjanya. Tidak pernah bermasalah dengan rekan-rekan kerja. “Saya tidak pernah ribut. Tidak pernah saling lapor,” tegasnya.
“Bahkan rekan-rekan di Dinas Koperasi masih merindukan saya. Kalau saya ke sana, mereka kerap memeluk saya,” paparnya.
UPTD Dikpora di semua kecamatan diharapkan agar difungsikan dan diberdayakan sebagai pusat layanan informasi para guru. Apa tanggapan Anda?
“UPTD kecamatan berfungsi, kok. Menjadi pusat informasi pelayanan guru ASN di kecamatan-kecamatan hingga sekarang,” jawabnya.
Tapi guru-guru tidak bisa mengambil gajinya di UPTD Dikpora kecamatan. Bagaimana dengan ini?
Menurut Rifaid, gaji guru ASN masuk dalam anggaran belanja pegawai daerah dan dapat mengambil di UPTD. Sementara, gaji honorer SK Bupati, diambil di Dinas Dikpora karena regulasinya masuk belanja barang pegawai. Dan, bukan belanja jasa pegawai. “UPTD belum difungsikan untuk pengambilan gaji honorer,” urainya.
Ditanya soal SK honorer yang tidak diperpanjang, Rifaid menjelaskan, karena Pemkab Dompu memiliki anggaran yang terbatas. Total guru melebihi kemampuan anggaran.
Namun, pengamatan media ini saat unjuk rasa massa Figur pada Senin lalu, Bupati berjanji akan memperpanjang SK guru honorer terhitung Januari 2022. Hanya gajinya menurun, dari Rp. 300 ribu per orang setiap bulan menjadi Rp. 160 ribu.
Lebih jauh dijelaskan Rifaid, GTT berdasarkan SK Bupati sebanyak 700 orang. Kini tinggal 529 orang, karena 144 orang lulus PPPK dan sisanya meninggal dunia.
Bagaimana dengan guru honorer yang belum dibayar gajinya?
Rifaid membantah hal itu. “Tidak ada guru yang gajinya tidak dibayar,” tegasnya.
Namun beberapa guru honorer, terutama yang tempat domisili dan mengabdi jauh di pelosok desa (jauh dari kota) mengeluh. Mereka sering bolak-balik Dinas Dikpora, tapi gajinya tak junjung dibayar.
Menanggapi hal itu, Rifaid mengaku, sering mengingatkan honorer yang datang dari jauh agar meninggalkan nomor kontak karena padatnya aktivitas di instansinya. “Bendahara kan banyak kegiatan,” ujarnya.
Kadang, menurut Rifaid, kalau bendahara bertemu guru honorer di luar kantor, menyerahkan gaji guru itu tanpa nota. Sehingga, kadang guru bersangkutan lupa.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Figur Iskandar meminta Dinas Dikpora bijak menangani guru honorer.
Figur menuntut difungsikan UPTD Dikpora kecamatan untuk membantu distribusi gaji honorer Rp. 150 ribu nantinya. “Guru honorer dari Kecamatan Kilo, Huu dan Pekat, jika ambil di Dikpora habis biaya di jalan,” ungkapnya pada media ini, Rabu (9/11). (sdn)