Koordinator Bidang DPP KNPI Rasminto. (ist/lakeynews.com)

Rasminto: Reformasi Kelembagaan Polri di Bawah Kementerian

BUNTUT kasus dugaan oknum polisi bunuh polisi di rumah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (FS), Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli lalu, terus membuka lembaran baru.

Kali ini, wacana yang muncul dan tengah diperjuangkan adalah uji materi Undang-undang Polri. Semangat itu datang dari Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

Koordinator Bidang (Korbid) DPP KNPI Rasminto mengatakan, lembaganya akan segera mengajukan uji materi UU Polri dalam reorganisasi Polri di bawah Kementerian.

Hal tersebut dilakukan, menurut Rasminto dalam keterangan pers yang diterima Lakeynews.com, Senin (15/8) malam, buntut tragedi berdarah pembunuhan Brigadir J yang diduga dilakukan eks Irjen FS dan menyeret banyak anggota Polri.

“Bagi KNPI, solusi terbaik pemerintah dalam menyikapi tragedi berdarah pembunuhan berencana Brigadir J yang banyak melibatkan anggota Polri dari Pati hingga Tamtama sudah sepatutnya mereorganisasi dan mereformasi kelembagaan Polri di bawah kementerian,” tegas Rasminto.

Baca juga: Giliran Irjen Ferdy Sambo Jadi Tersangka

Menurut Rasminto, DPP KNPI sudah melakukan rapat terbatas bersama bidang-bidang terkait, khususnya tim hukum, dalam menyikapi langkah uji materi UU Polri.

Berdasarkan rumusan analisa tim hukum dan pengurus bidang lainnya, mengerucut ke langkah hukum yang akan dilakukan oleh DPP KNPI. Yakni dengan melakukan uji materi UU Polri melalui berbagai langkah.

“Seperti dengan eksekutif review, legislatif review, bahkan dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi,” papar Rasminto.

Alumnus Program Doktoral Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta itu optimis, uji materi UU Polri dalam penataan kelembagaan di bawah kementerian terealisasi dan dapat diterima oleh pemerintah.

“Lihat saja tragedi ini (pembunuhan Brigadir J), jadi sorotan rakyat Indonesia, bahkan dunia internasional. Mereka inginkan adanya reorganisasi Polri,” tandasnya.

“Jika tidak dilakukan reorganisasi dan reformasi kelembagaan Polri, maka, bukan saja terjadi distrust kepada lembaga bhayangkara saja tapi juga distrust bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi,” sambung Rasminto.

Ihwal Polri di bawah kementerian, menurutnya, bukan tanpa dasar. Sebelum UU Nomor 2 Tahun 2002 terbit, Polri masih dalam lingkup ABRI. Kemudian melalui Inpres Nomor 2 Tahun 1999, Polri dipisahkan dari ABRI dan istilah ABRI berubah menjadi TNI.

Polri yang dipisah kemudian berada di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Setelah diundangkannya UU Nomor 2/2002, kini Polri berada langsung di bawah Presiden, sesuai Pasal 8 ayat (1) UU No. 2/2002.

Dikatakan, dalam UUD 1945 tidak ada pasal yang menyebutkan bahwa Polri berada langsung di bawah Presiden. Ketentuan yang mengatur Polri dalam UUD 1945 terdapat dalam Pasal 30 ayat (4), bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.”

Rasminto membandingkan pangkal hukum lembaga Polri dan TNI yang sama-sama sebagai “alat negara”, diatur dalam UUD 1945. Namun, praktik kebijakan dan operasional kedua lembaga tersebut berbeda.

Sangat jelas, kata Rasminto, bahwa TNI sebagai alat negara termaktub pada Pasal 30 ayat (3) UUD 1945. Juga disebutkan, bahwa TNI berada langsung di bawah Presiden, sesuai Pasal 3 ayat (1) UU 34/2004 tentang TNI.

“Nah ini ada kerancuan ketatanegaraan. Dimana, walaupun TNI dan Polri sama-sama berada langsung di bawah Presiden tetapi urusan strategi kebijakan TNI dan administrasi berada di bawah Kementerian Pertahanan. Berbeda dengan Polri segala urusan kebijakan hingga operasional berada pada Polri sendiri,” jelas Rasminto.

Pada sisi lain, Rasminto mengungkapkan, amanah reformasi dalam Inpres No. 2/1999. Pada pokoknya menjelaskan, bahwa Polri sebagai lembaga pertahanan dan keamanan bersifat sebagai lembaga operasional.

Polri menurut dia, bagaimanapun sebagai institusi negara yang bersifat operasional dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat melalui penegakan keadilan. Jika ditilik sejarahnya, Polri merupakan institusi pemisahan dari ABRI. Maka, TNI juga bersifat operasional.

“Menilik dari nilai sejarah dan produk hukum terdahulu, maka, sudah seharusnya Polri kembali berada di bawah koordinasi kementerian. Sehingga perlu dilakukan Judicial Review terhadap UU No. 2/2002, khususnya pada Pasal 8 tersebut,” tegas Rasminto. (tim)