Tim Produser Film Naura dan Genk Juara berpose dengan Ketum MUI KH. Ma’ruf Amin (tengah). (ist/lakeynews.com)

BOGOR, Lakeynews.com – Produser film Naura dan Genk Juara, Amalia Prabowo, menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin, di Bogor, Rabu (29/11/2017). Tujuannya, menjelaskan latar belakang pembuatan film ini dan tidak ada tujuan mendiskreditkan pihak tertentu.

Menurut Amalia, film yang dibintangi aktris cilik Adyla Rafa Naura Ayu ini bertujuan untuk berbagi kebahagiaan dan pesan-pesan positif kepada anak-anak Indonesia.

“Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak di tengah sedikitnya film musikal yang ditujukan untuk mereka. Tujuan kami sowan ke Kyai Maruf Amin adalah mengomunikasikan hal tersebut dan meluruskan pandangan yang berkembang di masyarakat,” ujar perempuan berjilbab ini.

Menyikapi itu, KH. Maruf Amin mendukung film Naura dan Genk Juara bila memang tujuannya memberikan pembelajaran positif bagi anak-anak Indonesia. MUI, juga menghargai mekanisme yang dilakukan Lembaga Sensor Film (LSF) sebelum film ini dirilis, termasuk adanya unsur MUI di dalam proses screening tersebut.

“Kami mengimbau masyarakat untuk Tabayyun, menonton terlebih dahulu baru berpendapat. Jangan hanya melihat dari sosial media. Untuk para pekerja seni, saya imbau jangan patah semangat,” ungkap Maruf.

Amalia menambahkan, setelah menggelar nonton bareng bersama tokoh-tokoh NU dan puluhan anak yatim di Surabaya (25/11/2017) dan puluhan tokoh serta pengurus Muhammadiyah di Jakarta (23/11/2017), pihaknya perlu menyampaikan tanggapan positif para tokoh dan anak yatim tersebut kepada Ketum MUI. Nobar juga sudah digelar di berbagai kota, seperti Balikpapan, Makassar, Lampung, Bandung, Jakarta dan sejumlah kota lain dengan respon positif dari orang tua dan anak-anak yang menonton.

“Tanggapan positif tersebut menguatkan kami. Dan, semangat positif ini yang juga ingin kami sampaikan kepada Kiai Ma’ruf sebagai tokoh Islam yang sangat kita hormati. Kami juga meminta pendapat dan wejangan dari beliau agar terus bersemangat berkarya untuk anak-anak Indonesia,” ujar sineas yang juga memproduseri film Wonderdul Life ini.

Film yang disutradarai Eugene Panji ini melibatkan 140 pemeran anak dan pengambilan gambar dilakukan selama bulan puasa. Menurut Amalia, para pemeran cilik tetap berpuasa penuh ditengah jadwal syuting yang padat. Film yang dirilis tanggal 16 November lalu ini juga untuk mengobati kerinduan akan film musikal anak, setelah Petualangan Sherina yang dirilis 17 tahun lalu.

 

LSF tidak Melihat Muatan Penistaan Agama

Polemik film drama musikal, Naura dan Genk Juara terus berlanjut di masyarakat. Film garapan sutradara Eugene Panji ini menuai kontroversi lantaran dianggap mendiskreditkan agama Islam. Selain ajakan boikot terhadap film tersebut, muncul juga petisi melalui media digital.

Demikian dikatakan Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Ahmad Yani Basuki, Wakil Ketua MUI Masduki Baidlawi dan Direktur Setara Institute Hendardi melalui siaran pers yang disampaikan ke Media di Mataram, Rabu (29/11/2017).

Ketua LSF Ahmad Yani Basuki, menegaskan, LSF selaku penanggung jawab yang meloloskan film tersebut mempunyai standar dasar atau parameter untuk menyensor sebuah film. Penilaian sensor itu, meliputi judul, tema adegan dan ungkapan dalam film. Dari semua aspek yang kita teliti, tak satupun yang mencitrakan Islam secara negatif.

“Jadi, kalau diarahkan seperti menista agama atau melecehkan, kami tidak sampai ke sana. LSF tidak melihat muatan semacam itu,” ujar Yani.

Meski begitu, Yani berharap agar orang tua mendampingi anaknya saat menonton film. Orang tua memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada anak, bukan lantas bereaksi berlebihan terhadap sebuah film.

“Itu kan fenomena sosial yang seperti itu bisa saja terjadi. Sama-lah ketika film barat, pencurinya yang tentu bukan Islam, misalnya (menyebut) ‘Oh my God!’,” tandasnya.

Diakui Yani, dalam film tersebut terdapat adegan dimana salah satu penjahat mengucapkan istighfar. Namun, menurutnya, ucapan tersebut merupakan ucapan spontanitas yang awam diucapkan oleh orang-orang kebanyakan.

“Dari kacamata LSF melihatnya itu bentuk-bentuk spontanitas, itu bisa terjadi pada siapa saja. Begitu juga, kebetulan itu terjadi di Indonesia, kita tidak fokus pencuri itu Islam atau Kristen, tapi dia kan tidak menggunakan atribut Islam. Dan tampilannya, menurut LSF, adalah tampilan penjahat,” jelasnya.

Bagi LSF, film yang diloloskan dan dikritisi publik menjadi perhatian badan tersebut. Namun Yani menegaskan, kritik terhadap suatu film semestinya sesuai proporsi dan konteks.

Terkait kontroversi film Naura & Genk Juara yang belakangan ini menjadi viral di media sosial, MUI mengaku sudah menerima klarifikasi dari LSF. Wakil Ketua MUI Masduki Baidlawi mengatakan, dalam klarifikasi itu, LSF telah menyatakan bahwa tidak ada permasalahan dalam film yang saat ini diputar di bioskop-bioskop itu. “Apalagi, ada penghinaan terhadap agama Islam, ” ujar Masduki saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Menurut Wasekjen PBNU itu, sebelum meloloskan film drama musikal anak tersebut, LSF telah mengundang sejumlah ahli dan akademisi untuk ikut menyaksikan film. “Bahkan, salah satunya berasal dari MUI. Jadi, sebetulnya sudah clear dan tidak ada masalah,” tegasnya.

Meski begitu, lanjut Masduki, MUI akan menerima permintaan LSF untuk menyaksikan film tersebut dalam rangka melakukan klarifikasi. “Hal itu perlu kami lakukan agar masyarakat menjadi tenang,” tuturnya.

Sembari menunggu sikap resmi MUI, Masduki mengimbau agar masyarakat mampu menjaga ketenangan dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan negatif. “Jangan sedikit-sedikit umat merasa terpojokkan dan seolah-oleh dikepung oleh musuh. Padahal sebenarnya tidak ada apa-apa,” pungkas Masduki.

 

Ketua Setara Institut: Kebebasan dalam Berkarya tidak Boleh Diintimidasi

Ajakan untuk memboikot film Naura & Genk Juara menunjukkan sikap-sikap intoleren dan cupat (picik) dalam hidup bermasyarakat. Apalagi, sebelumnya film itu sudah dinyatakan lolos sensor oleh Lembaga Sensor Film. Bahkan, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia sudah menyatakan film tersebut baik dan mendidik.

“Kalau lembaga yang punya otoritas dalam peredaran film sudah menyatakan lolos sensor, kenapa masyarakat masih mempermasalahkan dan meributkan,” tanya Ketua Setara Institut Hendardi.

Menurut Hendardi, sejak Pilkada DKI ada fenomena saling curiga dalam masyarakat. Terlebih jika itu berkait dengan isu SARA. “Apapun, tindakan boikot atau petisi terhadap sebuah karya seni, itu tidak bisa dibenarkan. Lebih baik, mereka yang menolak, membuat film tandingan,” ujarnya.

Hendardi menyatakan, kebebasan dalam berkarya tidak boleh dibatasi dan diintimidasi dengan ajakan boikot. Meskipun belum terjadi demonstrasi jalanan, apa yang dilakukan sebagian masyarakat tersebut telah membuktikan adanya sikap-sikap intoleran, introverr dan kepicikan dalan hidup bermasyarakat. (tim)