Juraidin: 45 Guru dan 11 TU Lebur Saja ke SMPN 2 Dompu
17 Agustus 2017, Indonesia merayakan kemerdekaan ke-72. Bukan berarti tidak ada persoalan yang mengiringinya. Bahkan, rada-rada aneh tapi nyata terjadi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertama dalam sejarah dunia pendidikan Dompu, ada pihak sekolah yang meminta kepada pemerintah agar menutup sekolahnya. Sekolah mana dan mengapa bisa demikian? Berikut kupasan Lakeynews.com yang dirilis secara bersambung.
==========
ADALAH pihak SMPN 5 Dompu. Letaknya di Desa Karamabura, Kecamatan Dompu. Permintaan sekolah ditutup datang dari Kepala, Wakasek dan dewan guru SMPN 5 Dompu. Selain itu, tuntutan yang sama juga datang dari Kepala Desa (Kades) dan sejumlah warga Karamabura.
Munculnya tuntutan tersebut bukan tanpa dasar. Bahkan, dinilai cukup mendasar, masuk akal dan logis. Yakni minimnya jumlah peserta didik baru yang diduga karena diserobot atau akibat pelanggaran zonasi oleh sekolah lain, khususnya SMPN 2 Dompu.
“Kalau kondisinya terus dibiarkan begini, SMPN 5 Dompu akan mati. Lebih baik sekolah ini ditutup saja,” tegas Kepala SMPN 5 Dompu Juraidin, S.Pd, M.MPd, pada Lakeynews.com di ruang kerjanya, Sabtu (12/8/2017).
Saat itu, di ruangan tersebut, tampak beberapa Wakasek dan dewan guru di sekolah terkait. Ada juga Kades Karamabura Rosyidin dan beberapa warga setempat. Mereka pun secara bergantian menyampaikan uneg-uneg dan keluh kesahnya.
Sejak didirikan hingga sekarang, SMPN 5 Dompu hanya mengandalkan dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang masuk kategori kecil. Yakni SDN 31 Dompu dengan jumlah tamatan setiap tahun sekitar 20-an anak didik. Serta, SDN 27 Dompu dengan tamatan sekitar 30-an orang. Jumlah siswa-siswi di dua sekolah tersebut tidak banyak.
Tahun Pelajaran (TP) 2016/2017, anak didik baru yang masuk SMPN 5 Dompu ada 60 orang. Cukup tiga kelas kurus. Namun, pada TP 2017/2018 ini, siswa yang masuk ke sekolah itu hanya 37 orang.
“37 anak didik baru itu kita paksa jadikan dua kelas. Tiap kelas diisi belasan siswa. Sedangkan satu ruang kelas lagi, kosong,” ungkap Juraidin.
Minimnya jumlah siswa yang masuk SMPN 5 Dompu tersebut, bukan karena sedikitnya tamatan SD atau kurangnya tamatan dari dua SD di Karamabura yang melanjutkan studi ke SMP. Untuk ukuran SD kecil, sebenarnya, banyak juga siswa yang tamat.
“Siswa-siswi tamatan dua SD di Karamabura, rata-rata melanjutkan pendidikan ke SMP. Cuma, tahun ini sekitar 25 siswa dari Karamabura masuk SMPN 2 Dompu,” beber Juraidin.
Yang membuat Juraidin dan guru-guru SMPN 5 Dompu heran, meski sudah sudah ada sistem zonasi, tapi itu tidak berlaku. “Makanya, daripada menunggu sekolah ini mati, ya lebih baik ditutup saja,” tandasnya.
Saat ini, di sekolah itu ada 45 guru (18 negeri, sisanya guru bantu daerah dan honorer) dan Tata Usaha (TU) 11 orang (tiga negeri, sisanya honorer).
Jika sekolah SMPN 5 Dompu ditutup, bagaimana dengan nasib para guru dan tata usaha (TU) selanjutnya?
“Kan tinggal turun semua. 45 guru dan 11 tata usaha lebur saja ke SMPN 2 Dompu,” jawabnya menyindir. (won/bersambung)