”Perhatian orangtua kurang kepada anaknya. Kadang orangtua lebih khawatir ayamnya belum pulang, ketimbang anaknya.” Abd Rahman Hidayat, SST, Pekerja Sosial Profesional Kemensos RI.

KOTA BIMA, Lakeynews.com – Kasus pencabulan atau persetubuhan terhadap anak di Kota Bima, kian memprihatinkan. Bayangkan, di awal Januari 2017 ini saja sudah terjadi tiga kasus yang ditangani Pekerja Sosial Profesional dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
“Sudah tiga kasus persetubuhan terhadap anak yang kami tangani. Angka ini akan terus meningkat jika orangtua kurang dekat dengan anaknya,” kata Pekerja Sosial Profesional dari Kemensos RI di Kota Bima, Abd Rahman Hidayat, SST, pada Lakeynews.com.
Menurut dia, para korban umumnya berusia antara 13-17 tahun. Sedangkan pelakunya, orang terdekat korban, khususnya pacar dan keluarga sendiri.
Ditanya penyebab kasus itu terjadi, pria yang akrab disapa Dayat itu menjelaskan, secara umum karena perhatian orangtua terhadap anaknya yang kurang. “Perhatian orangtua kurang kepada anaknya. Kadang orangtua lebih khawatir ayamnya belum pulang, ketimbang anaknya,” tandasnya.
Bukan itu saja, banyak dari orangtua menyepelekan faktor kedekatan antara orangtua dengan anak ini. Bahkan banyak orangtua menganggap dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh anaknya sudah menunjukan rasa tanggungjawab dan rasa sayangnya terhadap anak-anaknya.
“Memang benar hal tersebut sebagai bagian dari kewajiban orangtua. Tetapi bila berkaca pada kasus yang sering terjadi di Kota Bima ini, justru menimbulkan permasalahan, seperti persetubuhan,” tegas Dayat.
Seharusnya, sambung Dayat, orangtua lebih peka dan penuh perhatian kepada anaknya, terutama kepada anak yang usia antara 13 sampai 18 tahun. Anak-anak dimasa ini lebih dekat terhadap temannya daripada keluarganya.
“Selain itu, pada masa ini anak lebih sering mengambil keputusan dengan tergesa-gesa tanpa banyak mempertimbangkan baik dan buruknya,” papar Dayat.
Hal lain, paparnya, anak juga sudah memiliki rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Dalam hal ini memang orangtua dalam situasi yang dilematis, dimana benar-benar harus ekstra sabar dan telaten memilih bahasa terhadap anak-anaknya.
Sayangnya, banyak kelalaian orangtua yang terjadi. Mereka tidak tahu bagaimana memperlakukan anak, bahkan mereka sendiri dengan sikapnya justru mengantarkan anaknya sebagai korban persetubuhan. “Contohnya anak selalu dimarahi dan dibentak, bahkan dipukuli tanpa melakukan pendekatan yang lebih baik,” urai Dayat.
Saya mengajak orangtua lebih dekat dengan anaknya, mengenali teman bergaul anak, serta melibatkan anak saat mengambil keputusan dalam keluarga agar anak merasa dihargai. “Mulai sekarang kita hentikan kekerasan terhadap anak dan mulai peduli dengan aktivitas anak dan selalu berbagi cerita dengannya,” ajaknya.
Yang tidak kalah pentingnya, juga harus mengetahui perubahan sikap anak dengan adanya gejala-gejela kekerasan seksual. Misalnya, anak merasakan sakit pada bagian vaginanya, susah tidur, marah dan sedih tanpa sebab yang jelas, sering melamum, mimpi buruk dan lainnya.
Semoga orangtua bisa memberikan pengasuhan dan pendekatan yang terbaik bagi anaknya mari sayangi anak anak kita. “Semoga angka persetubuhan terhadap anak ini semakin menurun dengan besarnya perhatian orangtua kepada anaknya,” harapnya. (won)