Mengunjungi Sekolah Swasta di Kecamatan Terpencil Bima Timur
Catatan: Sarwon Al Khan – Bima
Jalan sempit, menanjak dan curam. Beberapa tikungan tajam dan mematah. Di sejumlah titik sisi kiri dan kanan jalan, terdapat jurang terjal. Jika sopir kendaraan kurang berhati-hati, maka kendaraan terperosok, terjungkal hingga terguling bukan tidak mungkin terjadi.
=======
ITULAH tantangan umum yang Saya jumpai dalam perjalanan ke Kecamatan Lambitu, salah satu wilayah Kabupaten Bima bagian timur. Untuk sampai di tempat itu, harus menghabiskan waktu normal hampir dua jam perjalanan darat dari Kabupaten Dompu. Atau, sekitar satu jam dari Kota Bima.
Banyak hal seksi yang menarik perhatian Saya untuk mengunjungi dan melihat lebih dekat (langsung ke lapangan) kecamatan dengan eman desa itu. Diantaranya, lembaga pendidikan swasta yang belum tersentuh bantuan pemerintah dan sejumlah kondisi kritis lain yang seharusnya segera dilirik dan ditangani pemerintah.
Salah satu wadah pendidikan swasta di Lambitu, berada dalam Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiah Asy-Syakur di Dusun Dengga, Desa Kuta. Ponpes yang dinaungi Yayasan Al-Fatahu Langgudu, Kabupaten Bima itu, selain mengelola Pendidikan Non Formal (PNF) juga Pendidikan Formal (PF).
Saat ke sana, saya menemui Ketua Yayasan Al-Fatahu Langgudu, Dr (HC) Al.Fatah, S.PdI, M.AP. Pria yang akrab disapa Ustadz Fatah itu menjelaskan beberapa hal.
Menurut dia, Pendidikan Formal di Ponpes tersebut ada tiga tingkatan lembaga pendidikan. Yakni Raudathul Athfal (RA) atau dikenal dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kalau di bawah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora).
RA ini dipimpin Hatijah, S.PdI. Kemudian Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang dikepalai Nur Qamariah, S.PdI dan Madrasah Aliyah (MA) yang dipimpin KH Ismail, S.PdI.
Lembaga-lembaga pendidikan di Ponpes Salafiah Asy-Syakur dirintis tahun 2010. Di awal pendiriannya, hanya membuka dan mengelola PNF yang dia pegang sendiri. Kala itu meminjam gedung milik Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kuta. Kemudian numpang Masjid Dengga, sebelum memiliki bangunan sendiri.
Sambil menjalankan PNF, dibuka pendidikan formal (RA, MTs dan MA) tahun ajaran baru 2014. Hingga awal 2017 ini para anak didik di tiga tingkatan sekolah tersebut rata-rata sedang duduk di bangku Kelas II.
RA, MTs dan MA sudah ada. Mengapa tidak sekalian saja dengan MI?
“MI memang sengaja belum kita buka, karena di wilayah desa yang sama (Desa Kuta, red) sudah ada MI yang dibawah naungan yayasan lain,” jawab Ustadz Fatah.
Untuk RA, ada dua rombongan belajar (Rombel); Kelas I dan II, dengan total siswa 35 orang. MTs juga dua Rombel, dengan total 35 orang. MA pun demikian. Ada dua Rombel, dengan total 25 siswa-siswi.
Hingga kini, jumlah sumber daya manusia (SDM), baik guru, tata usaha (TU) maupun operator untuk tiga tingkatan pendidikan yang berada dalam satu atap ini 25 orang, termasuk tiga kepala sekolah.
Kalau fasilitas dan sarana prasana pendukung di lembaga-lembaga pendidikan itu, terutama gedung masih jauh dari kata cukup. “Kita sangat mengharapkan uluran tangan dan bantuan dari pemerintah,” pinta Ustadz Fatah.
Yang masih dibutuhkan sekolah-sekolah tersebut, sekitar 17 ruangan (local bangunan). Rinciannya, tiga ruang kelas untuk MTs, tiga ruangan MA, dua ruangan untuk RA, tiga ruangan Kasek, tiga ruangan guru dan TU dan tiga ruang perpustakaan. Selain itu, direncanakan pembangunan mushala dan asrama.
Pengamatan Saya, dari jumlah kebutuhan ruangan tersebut, yang sudah ada sekarang baru lima ruangan, empat ruang kelas dan satu ruang kantor. Bangunan tersebut berdiri di atas tanah milik yayasan seluas sekitar 1 hektare 30 are di Dusun Dengga.
Meski ruangan-ruangan tersebut sudah digunakan, rata-rata pembangunannya belum rampung. Bagian luar dan dalamnya belum diplester, belum dikeramik, belum diplafon, juga belum ada daun jendela.
Selama ini, sumber dana pembangunan lima ruangan tersebut, semuanya dari hasil swadaya yayasan dan masyarakat sekitar.
Pihak Ponpes sungguh mengharapkan bantuan, baik dari Pemerintah Kabupaten Bima, Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Pusat, maupun dari Kementerian Agama (Kemenag) dan para donator. Bantuan sangat dibutuhkan untuk penyelesaian pembangunan lima ruangan yang sudah ada, memenuhi kekurangan 12 ruangan, serta untuk mushala dan asrama.
Paling tidak, di tahap awal ini, bantuan yang sangat mendesak diharapkan adalah untuk menyelesaikan pembangunan lima ruangan itu dan dua ruangan baru, serta rehab asrama dan musholla. Dua ruangan baru sangat perlu untuk menghadapi tahun ajaran baru, penerimaan siswa baru bagi MTs dan MA, juga kelas dua yang akan naik ke kelas III.
Apakah selama ini pernah mengajukan proposal kepada pemerintah maupun Kemenag?
Menjawab itu, Ustadz Fatah mengaku, awal 2016 lalu pernah mengajukan proposal permohonan bantuan ke Pemkab Bima. Tapi saat itu, dana yang diminta untuk rehab asrama. Namun hingga kini belum ada realisasinya. “Kami tidak tahu mengapa belum juga ada tanggapan dan realisasinya,” ujarnya. (*)