Pemerhati Pilkada yang juga Anggota KPU Dompu Kabupaten Dompu dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) Agus Setiawan. (ist/lakeynews.com)

DOMPU – Pesta demokrasi Pilkada Dompu 27 November 2024 telah usai. Data sementara perolehan suara yang dihimpun dari berbagai sumber menunjukkan, Paslon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1; Bambang Firdaus – Syirajuddin (BBF-DJ), mengungguli Paslon Nomor Urut 2; H. Kader Jaelani – H. Syahrul Parsan (AKJ-SYAH).

BBF-DJ maraup 85.675 suara (52,97 persen). Sedangkan AKJ-SYAH meraih 76.080 suara (47,03 persen). Selisih suara sah sekitar 5,94 persen.

Resminya, harus menunggu hasil rekapitulasi penghitungan suara berjenjang yang dilakukan penyelenggara Pilkada, dari PPK hingga KPU Kabupaten Dompu.

Menanggapi hasil (sementara) Pilkada Dompu tersebut, Pemerhati Pilkada yang juga Anggota KPU Dompu Kabupaten Dompu dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) Agus Setiawan memberikan pencerahan. Termasuk telaahan hukum.

“Jika data ini (perolehan suara dua Paslon di atas, red) tidak ada perubahan hingga penetapan hasil rekapitulasi tingkat KPU kabupaten sebagai data resminya, maka ada selisih suara sah sebanyak 5,94 persen,” jelasnya pada Lakeynews.com, Kamis (28/11/2024).

Mengacu pada Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 158, lanjut Agus, syarat formil pengajuan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) adalah ambang batas selisih suara 2 persen.

Dengan demikian, katanya, boleh dikata usai sudah perlawanan dalam kontestasi Pilkada Dompu 2024. “Tidak ada PHP,” jelas Owner BCR (Banyuwangi Cafe & Restaurant) Lakey, Kecamatan Hu’u ini.

Gugatan PHP, lanjutnya, dapat dilakukan jika ditemukan adanya kecurangan yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM), serta adanya bukti syarat pencalonan yang tidak dipenuhi oleh para kandidat.

“Yang terpenting jangan sampai melakukan tindakan atau hal-hal yang justeru merugikan diri, apalagi orang lain. Seperti memosting hal-hal yang melanggar aturan di media elektronik maupun media sosial,” imbuh Agus.

Membagikan berita di media elektronik dan facebook yang menuduh seseorang melakukan kecurangan dalam Pilkada tanpa dasar yang jelas, menurut Agus, dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana distribusi dokumen elektronik yang berisi muatan penghinaan.

Dia lalu mencontohkan, pada 30 Juni 2018 lalu, Rahmadsyah (terdakwa) memosting status di akun Facebook pribadinya tentang dugaan kecurangan Pilkada Kabupaten Batubara melalui handphone pribadinya.

Dalam status itu, terdakwa menambahkan kata, “PARAH!!!” dan mengutip serta membagikan artikel media online “jurnal umum.com” berjudul “TERBONGKAR!!! KRONOLOGIS KECURANGAN PILKADA BATUBARA 2018”.

Agus berpandangan, terdakwa memberitahukan adanya campur tangan oknum Polres Batubara dan kecurangan teknis lainnya oleh penyelenggara pemilihan yang memenangkan Paslon Nomor 3.

Alasan memosting berita tersebut, karena terdakwa yang merupakan tim sukses Paslon Nomor 2 merasa dicurangi oleh Tim Sukses Nomor 3 dan kemudian mempublikasikannya.

“Ternyata diketahui tuduhannya tidak memiliki dasar yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya,” tandasnya.

Selain itu, Bawaslu Kabupaten Batubara tidak pernah menerima laporan terkait dugaan kecurangan tersebut dan tidak ada putusan pengadilan yang membuktikan tuduham itu. “Paslon Nomor 3 merasa tercemar nama baiknya,” ungkap Agus.

Pengadilan Negeri Kisaran memutus terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan”.

Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) juncto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Mengutip isi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 882 K/Pid.Sus/2020, Agus menyebutkan, terdakwa divonis pidana penjara 9 bulan. Kemudian pada tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Medan memutus lebih ringan, menjadi 6 bulan penjara.

Selanjutnya tingkat Kasasi, Mahkamah Agung memutuskan penilaian judex facti sudah tepat dan telah mempertimbangkan dengan cukup semua keadaan yang melingkupi perbuatan terdakwa. “Sehingga, Kasasi terdakwapun ditolak,” tuturnya.

“Mari bijaklah bermedsos. Ayo kita tutup pesta demokrasi ini dengan hidangan yang manis-manis, berjoget dan semua riang gembira,” sambung Agus mengajak. (tim)