DOMPU, Lakeynews.com – Potret warga Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang masih hidup di bawah garis kemiskinan ini, sungguh memilukan. Gubug tempat tinggalnya terbuat dari bambu. Kondisinya sudah reot dan lapuk. Parahnya lagi, lahan yang dipakai tersebut merupakan pinjaman.
Di Lingkungan Pelita, Kelurahan Bada, Kecamatan Dompu, tepatnya di bibir sungai Jero antara Lingkungan Pelita dan Desa Kareke, berdiri sebuah bangunan reot dan lapuk. Bangunan itu terbuat dari bahan serba bambu, kecuali atap yang dari daun jerami. Rumah itu tepatnya disebut gubuq. Dalam bahasa Bima-Dompu disebut Uma Salaja.
Bangunan tersebut ditempati pasangan suami istri (pasutri) lanjut usia (lansia), Mansyur Muhammad (65) dan Asiah (60) bersama dua cucunya (laki-laki dan perempuan) yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Mansyur-Asiah, tinggal di situ sejak enam tahun lalu, pascatertimpa musibah bencana alam sewaktu tinggal di Desa Kareke yang mengakibatkan rumahnya tidak lagi bisa ditempati.
Tempat berdirinya pondok itu berada di atas tanah yang dipinjamkan oleh pemiliknya. Selama berada di situ, tempat tinggal Mansyur-Asiah kerap dilanda banjir. Bahkan kerapkali gubugnya ambruk akibat terjangan air yang deras.
Tidak Pernah dapat Bantuan Sosial
Selama hidup di pondok, pasutri ini tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah, terutama untuk tempat tinggal.
Khusus untuk bisa bertahan hidup, Mansyur menjadi buruh tani panggilan, disamping dibantu oleh anak-anaknya yang telah berkeluarga.
“Sering orang datang untuk mendata saya, katanya akan ada bantuan untuk saya. Namun bantuan yang dibilang itu tidak pernah ada. Kalaupun ada, justru dialihkan kepada orang lain,” ulas Mansyur pada Lakeynews.com Jumat (16/12).
Kondisi pondok yang kian lapuk dimakan usia dan berdiri di atas tanah pinjaman, membuat Mansyur dan keluarga sangat mengharapkan bantuan dari pemerintah, baik bantuan bedah rumah maupun bantuan rumah kumuh. “Kalau bisa, saya mohon bantuan material kayu untuk bangun rumah, karena di Kareke saya memiliki tanah sendiri yang kosong,” ujarnya penuh harap.
Mansyur mengaku, bantuan beras miskin (Raskin) yang biasa didapatkannya perbulan sebanyak 15 Kg, kini mulai jarang diperolehnya. Kalaupun ada, hanya 5 Kg. Itu pun satu kali per dua bulan. “Beras Sembako sudah tidak ada lagi dikasih,” ungkapnya.
Fakta kehidupan Mansyur menjadi cacatan khusus untuk Pemerintah Kabupaten Dompu. Apalagi selama ini, Pemda Dompu selalu menyuarakan angka kemiskinan di daerah ini paling rendah se-NTB. (faruk)