Sebagaimana disampaikan di penghujung tulisan yang pertama, dalam diskusi tentang “Darurat Narkoba dan Penyalahgunaan Obat-obatan” yang berlangsung hangat di Grup WhatsAPP (G-WA) LakeyNews.Com, Kapolres Bima Kabupaten AKBP M. Eka Fathurrahman, hadir memberikan pencerahan. Berikut uraiannya.
===========
MENURUT AKBP Eka, Tramadol tidak termasuk dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun, diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Dasar ini untuk kita jadikan pedoman berdiskusi,” imbuhnya.
Bila dalam aturan hukum, untuk pelaku Narkotika, menguasai, memiliki, menyimpan jenis Narkotika akan dipidana. Maka, lain halnya dengan menguasai, memiliki dan menyimpan Tramadol.
“Menguasai, memiliki dan menyimpan Tramadol tidak dapat dipidana. Harus ada unsur perbuatan pelaku mengedarkan dulu, baru bisa dipidana. Pil Tramadol dijual berdasarkan/harus ada Resep Dokter atau dari Distributor Obat-obatan,” jelas Eka.
Karena itu pula-lah, sambungnya, sehingga dibuat Program Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
Ada kata-kata “penyalahgunaan”. Sebenarnya dalam dunia medis, obat Tramadol tersebut diperuntukkan bagi anjing gila. “Tetapi oleh pencandu Narkoba, obat tersebut (Tramadol) dikonsumsi untuk mengganti Pil Ekstasi,” tandas Eka.
Berbicara sifat dan efek antara Narkoba dan Tramadol, kata Eka, sebenarnya sama. Yaitu dapat mengubah kondisi otak dan syaraf pemakainya, serta dapat menimbulkan ketergantungan yang luar biasa.
Banyak cara para pencandu untuk mengganti Pil Ekstasi atau sejenis karena harganya yang mahal. Seperti dengan mencampur minuman kopi dengan obat batuk jenis Komix.
“Kami pihak Kepolisian sudah berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran pengedar Tramadol ini,” papar pria yang dikenal bersahaja dan low profile itu.
Kendati demikian, polisi masih saja menemui kendala dan hambatan. Lagi-lagi pada pembuktian penyidikan. “Bila kami tangkap pelaku dalam keadaan belum mengedarkannya maka kami belum dapat meneruskan ke tahap penyidikan,” tegasnya.
“Inilah hambatan kami untuk memberi kepastian hukum pada pengedar Tramadol,” sambung pria kelahiran Bima, 1975 itu.
Namun demikian, sambil mendiskusikan hal-hal untuk melakukan pencegahan terhadap banyaknya korban, Kapolres Eka menawarkan tips tentang cara yang harus dilakukan untuk itu.
“Bentengi anak-anak kita dengan iman yang kuat, dengan cara mengajak mereka untuk shalat ke masjid dan membaca Al Quran. Sering memberi penyuluhan akan bahaya dan efek dari Tramadol,” cetusnya.
Selain itu, peran orangtua, sekolah dan lingkungan tempat tinggal serta lingkungan pergaulan anak-anak, kata Eka, harus diawasi secara ketat.
Paparan Kapolres Eka tersebut, mendapat respon positif dari para nitizen di G-WA LakeyNews.Com. Umumnya, mereka berterimakasih dengan adanya pencerahan dari perwakilan pihak kepolisian itu.
“Terimakasih Bapak Kapolres dan kami sangat setuju. Saran ini akan bermanfaat dan menjadi referensi kami sebagai masyarakat terkait dasar hukum Narkotika dan penyalahgunaan obat-obatan,” kata salah satu anggota grup Dedi.
“Trimaksih Bapak (Kapolres Eka, red) sudah berbagi. Dari paparan di atas ada gambaran bahwa kesulitan dalam pemberantasan Tramadol karena belum adanya regulasi yang memperkuat kinerja aparat kepolisian, sebab Tramadol bukan jenis Narkoba. Sehingga pelaku hanya bisa dikenai sanksi melalui UU Kesehatan. Masalahnya, lemahnya aturan,” kata nitizen lain, Rayshan. (tim)
Baca juga: ”Darurat Narkoba dan Obat-obatan” (1); Sudah Lama Merasuki Hingga ke Pelosok Desa