
DOMPU – Sejumlah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) ditemukan melaksanakan kegiatan tidak pada layaknya tempat pendidikan, seperti di gedung-gedung atau di sekretariat. Tapi justru digelar di berugak-berugak, di tempat-tempat terbuka, di bawah pohon, dan rumah-rumah warga peserta didik.
Waktunya juga tidak jelas, kadang pagi, siang, sore, bahkan kadang malam, dengan kostum seadanya (tidak seragam). Serta, dengan beragam metode.
Bolehkah demikian? Apakah itu tidak melanggar aturan?
“Boleh dan bisa saja. PKBM boleh melaksanakan kegiatan kapanpun dan di mana saja. Boleh dengan metode dan kostum apapun,” jawab Kepala Seksi Kurikulum dan Evaluasi PAUD-PNF Bidang Pembinaan PAUD-PNF Dinas Dikpora Kabupaten Dompu Muhammad Ihsan.

Tetapi sebelum itu dilaksanakan, langkah awalnya, PKBM membangun dulu kesepakatan dengan peserta didik. “Ini untuk semua program,” kata Ihsan pada Lakeynews, Jumat (24/10/2025).
Baca juga: Dinas Dikpora Dompu: Hanya Sebagian Kecil PKBM Kecipratan Program 2025
Kesepakatan terkait hal-hal tersebut, tegas Ihsan, terutama kaitannya dengan waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan. “Kesepakatan ini sangat penting karena rata-rata peserta didik PKBM memiliki kepentingan yang berbeda-beda,” tandasnya.
Peserta didik, lanjut Ihsan, rata-rata orang dengan beragam latar belakang pekerjaan. Mereka bekerja mencari makan (nafkah) keluarganya, ada yang di ladang, di kebun, di sawah, di laut, dan lainnya.
Karena itu, PKBM harus menyepakati di mana dan kapan mereka punya waktu untuk mengikuti kegiatan. Apakah mereka punya waktu luang pada pagi hari, siang, sore, atau malam hari!?
“Inilah yang harus disepakati. PKBM harus fleksibel soal tempat dan waktu kegiatannya,” tegas Ihsan.
Tempat itu, bisa di mana saja. Apakah itu di Sekretariat PKBM bersangkutan, atau meminjam ruangan kelas yang ada di pendidikan formal, ataukah di ruang-ruang terbuka.
“Pokoknya, di mana saja, bisa. Silakan. Di ladang, di bawah pohon, di berugak-berugak, di rumah-rumah warga, bahkan di pinggir sungaipun bisa. Tidak masalah, boleh,” imbuhnya dengan tegas.
Terkait dengan pendekatan pembelajaran, juga ada beberapa metode yang dapat diterapkan. Disebutkan Ihsan, ada metode tatap muka, metode modul (memberikan modul), dan metode digitalisasi; online, dalam jaringan (daring).
“Yang penting ada kesepakatan antara penyelenggara PKBM dengan peserta didik. Cuma kalau metode digitalisasi agak sulit diterapkan,” sambungnya.
Pakaian (kostum) yang dikenakan peserta didik juga tidak diharuskan seragam. “Apapun pakaian itu bisa dipakai. Yang penting rapi, sopan dan tidak melanggar norma,” cetusnya.
Penjelasan Ihsan ini sekaligus meluruskan persepsi dan pemahaman masyarakat tentang pelaksanaan kegiatan oleh PKBM. Baik menyangkut waktu, tempat, metode, maupum kostum peserta didik.
Persepsi atau pemahaman masyarakat saat ini, menurutnya, bahwa PKBM atau pendidikan non formal seolah-olah sama dengan pendidikan formal.
Kali kesekian, Ihsan tegaskan, kegiatan PKBM bisa di manapun dan kapan saja. Pakaiannya tidak mesti seragam. Yang penting ada kesepakatan antara pihak PKBM dengan peserta didik.
“Inilah bedanya PKBM itu dengan pendidikan formal. Pahami itu. Jadi, jangan anggap kegiatan PKBM itu sama dengan pendidikan formal,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Ihsan menekankan, PKBM hadir sebagai solusi dari masalah yang dihadapi oleh Pendidikan Formal. (ayi)
