SELAMA ini pihak RSUD Dompu kerap menerima pertanyaan, kritikan dan protes dari keluarga pasien Cuci Darah atau Hemodialisa (HD) lantaran belum mendapat jadwal untuk cuci darah.
Memang, setiap pertanyaan yang muncul dijawab. Protes-protespun direspons dan ditanggapi. Namun, tetap saja muncul pertanyaan dan protes yang sama dari keluarga pasien cuci darah lainnya.
Selain sebagai bagian dari keterbukaan informasi publik, juga agar diketahui publik tentang kondisi riil termasuk kendala yang dihadapi, Direktur RSUD Dompu dr. Fitratul Ramadhan, Sp.P, secara khusus memberikan penjelasan
“Perlu kami sampaikan ke khalayak umum supaya diketahui oleh semua pihak, terutama keluarga pasien Cuci Darah,” kata Dokter Fit, sapaan akrab Fitratul Ramadhan.
Setidaknya enam poin penjelasan Dokter Fit, akhir pekan lalu. Berikut selengkapnya;
Pertama, Cuci Farah menggunakan Mesin dan membutuhkan waktu minimal 4-5 jam untuk setiap pasiennya. Mesin juga butuh diistirahatkan, termasuk pekerja. Bila dipakai terus, tentu fungsi dan fokusnya berkurang. Dengan kondisi pasien yang terjadwal rutin, tentunya membutuhkan mesin yang stabil.
Kedua, Mesin HD sudah ada 10 buah (dari perencanaan awal 5 buah) dengan dua shift per hari. Ada 20 pasien yang dilayani setiap harinya. Dalam seminggu, ada 60 pasien terlayani (Minimal 2x cuci darah/pasien/minggu).
Bagaimana kalau dikurangi saja, menjadi 1x cuci darah/pasien/minggu?
Secara teori, kata Dokter Fit, itu sangat tidak memungkinkan karena akan mengorbankan pasien yang sudah rutin. “Apakah mau bila saudara-saudara berada di posisi pasien yang rutin dikurangi dosis terapinya,” katanya dengan nada tanya.
Ketiga, Dokter Spesialis Penyakit Dalam wajib terlatih minimal 3 bulan full di Bali. Saat ini, sudah ada satu orang.
“Mohon dijaga dan didoakan sehat terus, karena RSUD Dompu hanya punya satu dokter spesialis penyakit dalam tetap,” ujarnya.
Satu Dokter Umum terlatih (sudah ada) dan Perawat juga terlatih. Sangat jarang ada pelatihan di Indonesia. Jadi perlu antre, bisanya dua orang saja per tahun.
“Namanya terlatih perlu keahlian khusus HD. Dengan kondisi pasien saat ini, perawat terlatihnya belum sepenuhnya cukup,” ungkap Dokter Fit.
Keempat, RSUD Dompu satu-satunya Rumah Sakit yang melayani pasien Cuci Darah untuk tiga daerah otonom. Yakni Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima dan Kota Bima.
“Untuk pasien yang bukan dari Dompu, sebelum protes ke RSUD Dompu, tolong tanyakan di kabupaten/kotanya kenapa tidak buka Cuci Darah,” saran Dokter Fit.
Kelima, Untuk diketahui, sudah puluhan rumah sakit menutup pelayanan Cuci Darah. Karena, dari segi pengeluaran untuk beli ini-itu, jasa dan lainnya, merugi. Tidak sesuai dengan pendapatan.
Tetapi RSUD Dompu tidak berpikiran ke sana. Yang diutamakan adalah peningkatan kesehatan secara sosial. “Walaupun kami perlu memutar otak untuk menyeimbangkannya dengan support dari Pemerintah Daerah yang baik,” paparnya.
Dan, keenam, Rumah Sakit itu ada Sistem Rujukannya. Makanya ada Rumah Sakit tipe A, B, C, D, serta Pratama. Rumah sakit (daerah) di Pulau Sumbawa rata-rata tipe C. Tidak ada yang type B atau A.
“RSUD Dompu, type C. Bukan sebagai RSUD Pusat Rujukan,” tegas dokter spesialis paru ini didampingi Humas RSUD Muhammad Iradat, S.Gz.
Bila type C, tidak mampu secara Tenaga maupun Fasilitas. Pilihannya adalah Rujuk ke rumah sakit type B atau A. Begitu juga yang terjadi dengan pasien Cuci Darah.
Pada sisi lain, Dokter Fit mengimbau masyarakat agar senantiasa menjaga kesehatan, jaga makan minum, dan jaga psikis.
“Jangan sampai kita gagal ginjal, sehingga membutuhkan Cuci Darah, yang bisa berlangsung seumur hidup,” imbuhnya.
“Insya Allah kami berkomitmen tetap menjaga pelayanan agar tetap berjalan baik dan ditingkatkan. Bila ada yang salah atau kekhilafan, mohon dimaafkan,” ucap Dokter Fit. (ayi)