
Ketum KUKMI: UMKM Harus Melek Teknologi agar Naik Kelas
–
MATARAM – Ketua Umum (Ketum) “Terpilih” Kerukunan Usahawan Kecil dan Menengah Indonesia (KUKMI) Yudianto Tri menilai pemerintah gagap dalam membuat kebijakan karena tidak melihat masalah UKM dan UMKM sebenarnya.
Penilaian tersebut menyusul keluarnya peraturan pemerintah yang melarang jual beli di platform digital seperti social e-Commerce dan dana KUR yang belum terserap maksimal.
“Larangan e-Commerce ini kan karena sepinya Tanah Abang. Nanti kita lihat apakah setelah tiktok shop dkk dihapus Tanah Abang akan ramai? Jika tidak, maka masalahnya bukan di situ,” tegas Yudi di Hotel Lombok Raya Mataram, Sabtu (30/9/23).
Yudi terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum KUKMI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-VIII di Hotel Lombok Raya.
Kegiatan yang dihadiri pengurus dan anggota dari seluruh di Indonesia itu mengusung tema “Usaha Kecil Menengah sebagai Pilar dan Kekuatan Ekonomi Bangsa”.
Usai terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum KUKMI, Yudi langsung menyoroti larangan e-Commerce dan dana KUR, dua permasalahan yang berkaitan dengan perkembangan UMKM di Indonesia.
Meski Tiktok Shop dkk dilarang pemerintah, Yudi menegaskan, KUKMI tetap berjuang membangun dan menciptakan formulasi program untuk kemajuan UMKM di tanah air.
Menurutnya, banyak keunggulan Social e-Commerce seperti Tiktok Shop dkk. Di antaranya, harga barang yang lebih murah, rantai pasok singkat, promosi brand maksimal dan pembelian dalam waktu singkat.
“Kita harus bisa sesuaikan dengan teknologi saat ini, inilah yang akan membuat UMKM naik kelas. Harus ada formulasi dan cara mengaturnya,” ujar Yudi.
Terkait dana KUR, Yudi mengatakan, dana Rp. 600 triliun yang disediakan pemerintah untuk UMKM per tahun masih belum maksimal karena banyak persyaratan yang diberikan oleh bank pelaksana kepada UMKM. Padahal untuk mendapatkan dana tersebut bisa tanpa jaminan.
“Dana KUR itu tanpa jaminan tapi bank pelaksana yang memanfaatkan harus ada persyaratan atau jaminan. Sementara menurut Presiden, dana KUR harusnya tidak perlu jaminan hingga pinjaman Rp. 500 juta,” ujarnya.
“Kenyataannya, sekarang, dana KUR dari Rp. 50 juta harus pakai jaminan. Ini kebijakan bank pelaksana dan bukan kebijakan pemerintah. Inilah penyebab dana KUR tidak terserap maksimal,” tambah Yudi. (tim)