Oleh: Firmansyah, S.Psi, M.MKes *)
ADA saja persoalan sosial yang muncul dalam kehidupan ini sehingga membuat permasalahan kehidupan sosial masyarakat menjadi semakin kompleks. Dari pemberitaan media massa terakhir diinformasikan adanya perbuatan atau tindakan pemerkosaan, persetubuhan atau pencabulan yang dilakukan oleh seorang ayah kandung kepada buah hatinya.
Mengapa fenomena seperti ini muncul? Bagaimana upaya semua semua pihak agar tindakan atau perbuatan pemerkosaan bisa dicegah secara dini dan tidak berdampak merugikan bagi masa depan anak-anak sebagai generasi harapan bangsa dan daerah?
Menyikapi adanya tindakan dan perbuatan yang muncul, kepada pelaku pemerkosaan, masyarakat berharap agar dikenai hukuman yang setimpal sesuai dengan tindakan dan perbuatannya. Tujuannya adalah agar di kemudian hari tidak terjadi lagi kasus yang sama, yang berdampak merugikan.
Bagaimana kita melihat tindakan atau perbuatan permerkosaan?
Tindakan atau perbuatan pemerkosaan bagaimanapun bentuknya adalah hal yang melanggar hukum dan tidak berdasarkan etika, norma dan tata aturan yang berlaku umum di masyarakat. Tepatnya perbuatan atau tindakan perkosaan itu adalah perbuatan atau tindakan bejat yang lebih mementingkan naluri hewaniahnya daripada melakukan tindakan atau perbuatan yang berdasarkan etika atau norma yang berlaku.
Sebagai anggota masyarakat yang baik, dengan adanya tindakan atau perbuatan pemerkosaan di tengah masyarakat, kita pasti mengecamnya dan menganggap perbuatan atau tindakan itu sebagai bentuk penindasan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dilindungi, dihargai dan dihormati.
Dengan adanya perbuatan atau tindakan pemerkosaan yang terjadi sebagaimana diberitakan oleh media, kita akan berupaya untuk melakukan tindakan preventif dengan tidak memberikan ruang untuk munculnya perbuatan yang bertentangan dengan norma, etika dan tata nilai sosial, yang dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Kaitan Mental Illnes dengan perbuatan atau tindakan pemerkosaan
Mental illnes adalah kondisi mental seseorang yang karena sesuatu dan lain hal memiliki gangguan. Kemudian dengan gangguan tersebut membuat kondisi mentalnya tidak bisa berfungsi baik dan normal, serta cenderung mendorongnya untuk bertindak atau berbuat pada sesuatu hal yang melanggar norma atau etika, semisal melakukan tindakan atau perbuatan pemerkosaan.
Seseorang dengan mental illnes dalam berbagai tindakan atau perbuatannya memiliki kecenderungan yang besar untuk melakukan sesuatu hal yang bertentangan dengan norma hukum dan tata nilai yang berlaku di masyarakat. Kondisi yang seperti ini bila terjadi di masyarakat mesti diwaspadai secara dini untuk mencegah seseorang berbuat sesuatu hal yang bertentangan dengan norma hukum.
Sebaliknya seseorang yang memiliki mental yang baik (tidak dalam kondisi mental illnes) berkecenderungan untuk berperilaku yang sesuai sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku di masyarakat. Dengan situasi dan kondisi mentalnya yang baik dan sehat, menyebabkan fungsi akal pikirannya berjalan normal sebagaimana mestinya serta mampu memberikan pertimbangan atas perbuatan dan tindakan yang dilakukannya.
Siapa yang memiliki kecenderungan atau berpotensi melakukan tindakan atau perbuatan pemerkosaan?
Mengutip dari https://alodokter, Minggu (21/08/22) dengan mengacu pada sebuah penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa ada faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual (perbuatan atau tindakan pemerkosaan). Antara lain sebagai berikut;
Trauma masa kecil atau riwayat pelecehan seksual saat masih anak-anak, Lingkungan keluarga yang tidak kondusif atau adanya kekerasan rumah tangga saat kecil, Dibesarkan dalam lingkungan patriarki, Kemiskinan dan pengangguran, Adanya fantasi seksual yang menyimpang atau mengarah pada kekerasan seksual, Kecenderungan antisosial dan berperilaku agresif dan Konsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang.
Sementara itu, dalam akun yang sama dijelaskan dari sisi wanita, kekerasan seksual umumnya lebih berisiko terjadi pada kondisi berikut ini; Menikah dengan pria yang memiliki status sosial lebih tinggi, Berusia muda, Memiliki banyak pasangan seksual, Mengonsumsi minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, Memiliki riwayat pelecehan seksual, Berprofesi sebagai pekerja seks komersial, Memiliki masalah keuangan atau hidup dalam garis kemiskinan.
Bagaimana mencegah tindakan atau perbuatan pemerkosaan agar tidak terjadi?
Membangun kehidupan sosial yang baik dan normal dengan terus meningkatkan kualitas hidup yang mendorong individu memiliki kondisi mental yang baik dan sehat bukan pada kondisi mental yang bertentangan dengan hal yang lazim dilakukan masyarakat menjadi upaya penting dan secara kontinyu dilakukan untuk membentengi diri, keluarga dan masyarakat dari melakukan perbuatan atau tindakan yang melawan norma hukum, etika dan nilai moral yang berlaku di masyarakat.
Berikutnya, program dan kegiatan yang mendorong individu untuk dapat membangun kesehatan mental yang baik dan terarah melalui kegiatan komunikasi, edukasi dan informasi secara masih harus dibangun dan diwujudkan melalui kerja sama semua pihak, bahwa untuk mencegah terjadinya permasalahan sosial. Misalnya tindakan atau perbuatan pemerkosaan itu menjadi tanggung jawab semua pihak, bukan hanya menjadi tanggung jawab orang perorangan. Keterlibatan bersama dalam menanggulangi dan mencegah permasalahan sosial yang muncul akan mempersempit adanya tindakan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Selanjutnya, media khusus bagi seseorang atau kelompok orang yang memiliki permasalahan mental perlu diupayakan sebagai tempat bagi mereka untuk melakukan konsultasi, bimbingan atau pembinaan mental (psikologi) sehingga dengan fasilitas itu seseorang atau kelompok orang yang secara mental memiliki gangguan tersebut kemudian dapat membangun kondisi mental yang sehat dan terarah serta mendorongnya dapat membangun kehidupan yang sesuai harapan masyarakat pada umumnya.
Demikian kupasan ini, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua selaku orang tua guna mewujudkan hadirnya individu yang menjadi sosok harapan, yaitu sosok yang mampu berkontribusi bagi hadirnya banyak kebaikan bukan sosok yang mengembangkan perilaku yang bertentangan dengan norma dan etika yang berlaku di masyarakat. (*)
*) Penulis adalah Firmansyah, S.Psi, M.MKes, Konsultan Psikologi pada Lembaga Konsultasi dan Bimbingan Psikologi “Buah Hati”, juga sebagai Koordinator Sub Bagian Komunikasi Pimpinan Setda Dompu dan Anggota Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Dompu.