
Catatan: Sarwon Al Khan, Dompu – NTB
Ibarat penyakit, persoalan sampah di Sungai Sori Silo, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu sudah “mengkronis”. Berbagai jenis sampah selalu saja dibuang sembarangan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.
————
KONDISI tersebut, mengundang keprihatinan banyak orang. Bahkan, sejumlah pihak beberapa kali turun tangan, melakukan pembersihan sampah-sampah yang kerap menumpuk dan memenuhi area sungai yang membelah Kelurahan Bali dan Bada tersebut.
Pantauan Lakeynews.com, selama ini hanya selang beberapa waktu setelah dibersihkan, sampah sudah kembali menumpuk di sana. Persoalannya, kesadaran oknum warga, terutama pedagang di Pasar Bawah persis di pinggir sungai dan sekitarnya masih sangat rendah.
Namun, di sisi lain dan lebih parah lagi, pemerintah daerah terkesan menutup mata terhadap kondisi yang sudah terjadi bertahun-tahun itu. Fakta menunjukkan, masalah sampah di lokasi tersebut tidak kunjung terselesaikan dengan solusi-solusi cerdas dan segera. Bahkan cenderung makin parah.
Disamping kesadaran warga masih rendah, juga tidak adanya tindakan tegas dan (disinyalir) tidak adanya regulasi tentang sanksi tegas bagi pelaku pembuang sampah sembarangan. Hal itu tentu membuat perilaku buang sampah seenaknya di sungai itu kian merajalela.
Tidak kunjung tuntasnya penanganan masalah sampah yang nyata-nyata krusial bagi sektor kebersihan, kesehatan, lingkungan dan kenyamanan warga lebih luas itu, memantik kandidat doktor Pendidikan Lingkungan Hidup Universitas Negeri Makassar (UNM) Muhdar, M.Pd untuk angkat bicara.
Terkait masalah ini, Magister Pendidikan Lingkungan Hidup UNM itu menyampaikan banyak hal. Termasuk usul, saran dan tawaran solusi yang ideal dilakukan masyarakat dan lebih-lebih oleh pemerintah daerah melalui instansi terkait.
Menurut dia, mengatasi masalah sampah di Sungai Sori Silo tidak cukup dengan melakukan normalisasi sungai. Yang tidak kalah pentingnya adalah “normalisasi” para penjual/pedagang di pasar dan sekitarnya agar tidak lagi membuang sampah di sungai.
“Sumber masalah adalah manusianya, sehingga yang harus di-“selesaikan” adalah manusianya,” kata pria yang berprofesi sebagai guru, dosen dan Owner Ori Coffee Dompu itu pada Lakeynews.com, malam ini (18/9). Ungkapan senada juga disampaikannya dalam diskusi ringan Grup WhatsApp Lakeynews.com.
Disamping itu, agar sampah tidak dibuang ke sungai maka perlu juga “normalisasi” tempat pembuangan sampah di sekitar pasar. “Jika semua aspek yang memengaruhinya bisa diselesaikan, Insya Allah sampah yang sampai ke sungai bisa diminimalisir,” ujarnya.
Pengetahuan pedagang dan warga tentang pentingnya kebersihan lingkungan pasar untuk menjaga kesehatan, baik penjual maupun higienisnya jualan mereka, perlu ditingkatkan. Termasuk perlunya mereka mengetahui atau mendapat informasi yang jelas tentang efek negatif dari membuang sampah di sungai.

Dengan demikian, papar Muhdar, diharapkan ada perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah, terutama bagi para penjual di pasar. Tapi perubahan dimaksud harus diikuti dengan penyediaan TPA (tempat pembuangan akhir) yang memadai di sekitar pasar. Selanjutnya sampah-sampah itu didrop secara rutin ke tempat TPA sampah.
“Selain penyadaran lewat hal-hal di atas, perlu juga ada tindakan tegas kepada para pedagang, apabila mereka membuang sampah di sungai,” tandas pria yang akrab disapa Ori Muhdar itu.
Sampah Rumah Tangga Bermanfaat jika Warga Dilatih Mendaur Ulang
Pada sisi lain, Muhdar menyoroti masalah sampah rumah tangga. Menurutnya, ini perlu ada edukasi kepada warga untuk menyortir sampah berdasarkan jenisnya (organik dan anorganik) sebelum diangkut ke TPA.
Dengan begitu, ketika sampai di TPA, sampah organik akan lebih mudah diolah menjadi pupuk organik. “Dan, sampah anorganik bisa diambil atau didaur ulang menjadi barang yang bermanfaat,” urainya.
Selain menyortir (khusus sampah organik), bagaimana caranya agar sampah-sampah tersebut tidak perlu sampai di TPA, tetapi juga tidak dibuang sembarang tempat?
Menjawab pertanyaan itu, Muhdar menjelaskan, warga bisa diberikan pelatihan tentang daur ulang sampah, baik yang organik maupun anorganik. Itu bisa dilakukan pihak terkait maupun PKK kepada ibu-ibu rumah tangga.
Ibu-ibu rumah tangga diedukasi. Mulai dari memilah sampah organik dan anorganik. Kemudian diajarkan mengolah sampah organik menjadi pupuk tanaman di sekitar rumahnya, seperti bunga, cabai, tomat, sayuran dan lainnya.
Demikian juga untuk sampah anorganik, dapat diolah menjadi barang yang bermanfaat bahkan bisa dijual. Apabila hal tersebut dilakukan, tidak menutup kemungkinan ibu-ibu rumah tangga memiliki kegiatan yang produktif.
“Diharapkan ada manfaat lain yang dirasakan dengan penanganan sampah rumah tangga dengan pola tersebut,” kata sosok yang dikenal kalem sembari mengakhiri pembicaraannya itu. (*)